20 Bersama Ales

"Kalian apa- apaan, sih!" teriak salah satu anggota Lyodra yang kesal karena tingkah Ales dan Keana. Sudah dua jam ia membersihkan markas bersama seluruh anggota Lyodra. Sampah yang telah mereka bersihkan dikumpulkan rapi- rapi didekatnya. Namun karena ulah dua orang dihadapannya kini semua sampahnya kembali berceceran dimana- mana. Lelaki itu kian melayangkan tatapan maut kearah keduanya. Tangannya berkacak pinggang seolah memarahi tingkah nakal dua bocah yang tak tahu tempat untuk melakukan kegiatan bermainnya.

Sedangkan Ales dan Keana hanya bisa saling tatap dari sana. Keduanya diam mematung sambil menundukkan kepala.

"Elo sih!" ucap Ales sambil menyenggol bahu Keana yang berada tepat disampingnya.

"Elo juga!" bentak Keana dengan menyenggol bahu Ales sama seperti yang dilakukannya tadi pada Keana. Namun rupanya senggolan Keana dipenuhi oleh dendam dan segala sumpah serapahnya. Hingga Ales pun langsung terhuyung tak sanggup menopang beban tubuhnya.

Keana yang dengan sengaja menyenggolnya pun langsung tertawa terbahak- bahak disana. Badan Ales memang yang paling kekar diantara mereka semua, namun Keana tak menyangka kalau sebuah senggolan mampu menjatuhkannya.

"Keana!" teriak Ales semakin tak terima. Bukannya ditolong tapi Keana malah asik menertawakannya. Apalagi dengan posisi jatuh yang sama sekali tidak estetik menurutnya. Bagaimana tidak? Tubuh Ales jatuh tepat ke himpitan dua sofa dengan posisi miringnya. Kakinya terangkat keatas sedangkan badan atasnya masuk ke celah sempit diantara dua sofa.

"Keana, bantuin gue!" ucap Ales semakin menaikkan tinggi suaranya pada oknum tak tahu diri disampingnya. Dilihatnya tawa Keana belum juga reda dengan mata terus menatap kearahnya.

"Aldo, bantuin gue!" pinta Ales beralih pada seorang anggota Lyodra yang sedari tadi menatap diam kearahnya. Laki- laki itulah yang memprotes akan bercecernya sampah karena ulah mereka berdua.

"Ogah!" jawab Aldo mentah- mentah sambil angkat kaki dari sana.

Keana pun semakin terbahak- bahak berada disana. Malang sekali nasib wakil ketua Lyodra.

"Kean, bantuin!" ucap Ales meronta- ronta. Jika saja tangannya tidak tertimpa oleh badannya. Sungguh ia tak akan mau meminta tolong pada Keana.

Keana berusaha semaksimal mungkin untuk menghentikan tawanya. Ulah Ales benar- benar membuat kram perutnya karena terlalu banyak tertawa. Tangannya terjulur kearah Alea bersiap untuk menariknya keluar dari sana. Namun sebuah ide tiba- tiba terlintas dipikiran Keana yang membuatnya menarik kembali posisi tangannya.

"Eh, gimana sih? Tolongin gue!" ucap Ales meronta- ronta.

"Boleh. Tapi lo harus traktir gue bakso, janji?" ucap Keana sambil menaik- turunkan alisnya. Senyum licik sudah tersungging rapi dibibirnya. Tangannya pun terangkat mengacungkan jari kelingking kearah Ales yang masih setia dengan posisinya.

"Yaelah makanan mulu!" ucap Ales sambil mengerucutkan bibirnya. Pasalnya baru beberapa jam Keana datang ke markas mereka, sudah ratusan ribu uang yang dikeluarkan Ales untuk membelikan cemilan untuknya. Dan tentu dengan alasan Keana akan mengancam kalau ia akan mengadu pada Bastian, sahabatnya.

"Mau dibantuin nggak?" tanya Keana semakin semena- mena padanya. Matanya memincing menatap Ales lamat- lamat dari posisinya. Bibirnya kembali menahan tawa saat melihat Ales yang diam tak berdaya.

"Iya- iya janji." ucap Ales mengakhiri perdebatannya. Kini Ales harus kembali mengeluarkan uangnya untuk seorang tawanan tak tahu dirinya.

Bibir Keana langsung melengkung keatas mendengar ucapan Ales begitu saja. Tangan Keana segera terulur untuk menarik Ales keluar dari himpitan sofa. Matanya masih setia menatap berbinar kearah Ales mengingat makanan gratis akan segera didapatkannya.

Keana hanya perlu menarik Ales keluar dari sana. Beban tubuhnya sudah tersangga oleh tangan kekarnya. Tak lama tubuh jangkungnya pun berhasil keluar dari sana.

Mata Ales menatap malas kearah Keana yang masih setia menatapnya. Tak ada pilihan lain sekarang. Ales benci tatapan itu.

Dengan segera Ales mengeluarkan dua lembar uang lima ribuan dari dompetnya. Pergerakan itu tak luput dari pandangan Keana yang membuat bibirnya kian mengembang. Keana mencoba mengintip seberapa banyak uang dalam dompet Ales yang terlihat tebal didepannya.

"Ngapain lo?" tanya Ales segera menutup kembali dompet dan menyimpannya kembali di saku celananya. Dilihatnya Keana yang mulai mengerucutkan bibirnya.

"Mulutnya ngapain dimoncong- moncongin itu?" tanya Ales dengan ekspresi datarnya. Ia benar- benar jengah berada disamping perempuan gila harta seperti Keana. Tangan Ales terulur memberikan uang yang tadi telah diambilnya pada Keana.

"Buat apa?" tanya Keana dengan tatapan cengonya. Ia sungguh tak mengerti dengan maksud disodorkannya uang oleh seseorang yang baru beberapa jam lalu dikenalnya.

"Katanya buat beli bakso," ucap Ales semakin geram akan tingkah polos Keana.

"Ya ampun pelit amat!" ucap Keana sambil menekuk wajahnya. Tangannya sama sekali tak terulur untuk menerima uang pemberian Ales untuk mentraktir bakso kesukaannya.

"Bakso doang paling cuma berapa?" ujar Ales sambil mendongakkan dagunya. Sungguh Keana yakin kalau ekspresi itu akan membuat semua orang ingin menghajarnya.

"Songong banget lo! Pokoknya kurang, titik!" ucap Keana masih kekeh akan alibinya. Kini ia bersedekap dada seolah melancarkan aksi marah- marahnya.

"Yaelah mata duitan banget nih bocah!" ucap Ales sambil melotot tajam kearah Keana yang masih memunggunginya.

Tangan Ales kembali mengambil uang dari dalam dompetnya. Diambilnya satu lembar uang seratus ribuan lalu segera disodorkan pada Keana.

"Nih!" ucap Ales sambil menyodorkan uangnya pada Keana. Tatapannya malas meladeni gadis tawanannya.

Keana yang mencium bau- bau uang pun langsung berbalik menghadap Ales dengan senyum merekahnya. Dengan cepat disambarnya uang itu dari tangan Ales dengan bahagianya. Sungguh ini pertama kalinya Keana mendapatkan uang dari orang lain dari hasil memalaknya. Ternyata menyenangkan sekali rasanya.

"Makasih, Kak!" ucap Keana sambil mengibas- ngibaskan uang didepannya. Bahagia sekali Keana berada di markas mereka. Tak ada seorang pun yang menekannya. Julukan sebagai tawanan pun seolah hanya alibi.

"Ayo Kak!" ucap Keana sambil menarik tangan Ales yang berada tepat disampingnya.

"Eh- eh mau kemana?" tanya Ales berusaha sebisa mungkin melepaskan diri dari cekalan Keana.

"Anterin," jawab Keana dengan santainya. Matanya menatap dengan penuh harap kearah Ales yang telah memutar bola mata jengah.

"Lo nyusahin banget, sih! Berangkat sendiri sana!" ucap Ales dengan teganya. Kakinya pun sedikit beranjak dari tempatnya hendak meninggalkan Keana.

"Kok gitu? Kan aku tawanan Kakak! Harusnya Kakak jagain akulah!" ucap Keana dengan nada merengeknya. Bagaimanapun juga Keana sadar kalau ia telah menjadi tawanan geng Lyodra. Dan itu artinya ia harus mendapatkan pengawasan ekstra.

"Dasar benalu!" hardik Ales dengan menatap intens kearah Keana. Otot- otot wajahnya pun telah tampak seakan menahan amarahnya. Ales sudah jengah berada disamping Keana yang terlalu banyak maunya.

Sedangkan Keana, kata- kata itu memang terlontarkan karena kesalahannya. Namun Ales tak tahu seberapa kejam kalimat itu masuk ke telinga Keana. Mengapa disetiap tempat orang- orang selalu membenci kehadirannya?

Keana menunduk dalam disana. Matanya pun telah terasa panas menahan desakan air mata. Semenyusahkan itukah dirinya?

Ales yang menyadari perubahan sikap Keana merasa bingung sekarang. Apakah ucapannya terlalu menyinggung hati Keana? Ales begitu ingin meminta maaf akan perilakunya. Namun semua itu tertutup rapat oleh ego yang telah dibangunnya. Seumur hidupnya, kata maaf sama sekali belum pernah terlontar dari mulutnya.

"Ayo!" ucap Ales mengajak Keana menuruti keinginannya. Dengan cepat diambilnya kunci motor miliknya untuk mengantar Keana. Dari arah belakang, Keana mulai mengikuti arah jalannya. Namun kepalanya masih dalam posisi yang sama.

Hening. Sama sekali tak ada percakapan antara Keana dan Ales di perjalanan. Keduanya sama- sama diam bingung dengan pikirannya. Sedangkan Ales semakin dibuat merasa bersalah dengan perubahan tingkah Keana.

Motor Ales memelan saat menemukan kedai bakso dipinggir jalan ibukota. Ales melepas helmnya lalu menoleh kearah Keana yang terduduk di jok belakangnya. Matanya menatap raut Keana yang masih belum berubah ditempatnya.

"Turun Keana," ucap Ales dengan nada lembutnya. Matanya masih setia menatap manik Keana yang sedikit terkejut dengan perlakuannya.

Keana celingak- celinguk menatap kearah sekitarnya. Tertulis Kedai Bakso Andalan disana. Dengan cepat Keana turun dari motor Ales lalu segera masuk kedalam sana. Meninggalkan Ales yang masih termenung akan tingkah polah Keana.

"Mang, pesen baksonya dua sama es jeruk dua, ya!" ucap Keana pada sang penjual bakso memesan menunya.

"Iya Neng," jawab sang penjual dengan senyum sedikit merekah dibibirnya.

Keana pun langsung mendudukkan dirinya ditempat kosong yang tak jauh dari sana. Langkahnya diikuti Ales yang berada tepat disebelahnya.

Keana memang sudah memaafkan kata- kata Ales yang sempat menyinggung perasaannya. Walaupun sedikit pun kata maaf tak pernah Ales lontarkan padanya.

"Kamu pesen apa?" tanya Ales saat menempatkan dirinya duduk didepan Keana. Matanya menatap lembut pada Keana.

"Eh, tadi punya Kakak udah aku pesenin!" ucap Keana sambil tersenyum kikuk kearahnya.

"Nggakpapa," ucap Ales sambil mengelus pelan pucuk kepalanya. Mata Keana seketika membelalak karena perbuatannya. Entah mengapa Ales tiba- tiba melakukannya.

Manik keduanya kini bertemu. Mereka sama- sama mengherankan perlakuan oknum didepannya. Keana dapat melihat tatapan jengah, jengkel, dan malas dari Ales telah hilang sepenuhnya. Kini hanya ada tatapan lembut yang mengarah padanya.

"Kak, bukannya itu Abian?"

avataravatar
Next chapter