webnovel

PERTUNANGAN TIBA

Di karena kan ini hanya acara pertunangan, tentu acara pun hanya di hadiri oleh kerabat dekat dan keluarga saja.

Setelah pertukaran cincin, kini mereka di nyatakan sah secara resmi menjadi pasangan, dengan di liputi oleh berbagai media berita. Mulai dari majalah, koran hingga siaran langsung berita televisi pun ikut hadir meliput secara langsung prosesi pertunangan Pangeran Bungsu dari kerajaan Stockholm tersebut.

Setelah acara selesai, Alexio dan Jeni pun menemui para wartawan untuk menyampaikan beberapa patah kata dan menjawab beberapa pertanyaan dari para warta-warti.

"Kami sangat bahagia, akhirnya dapat membuka pada dunia tentang hubungan kami yang sebenarnya, dengan adanya tali pertunangan ini, maka semakin meningkat pula status hubungan kami, jadi tak perduli apapun rumor yang telah beredar, saat ini kalian menyaksikan bukti bahwa kami saling mencintai" Ucap Jenisa yang tak mampu di bantah oleh Alexio, mengingat mereka tengah berbicara di hadapan mata dunia secara live. Namun tentu saja Alexio tetap terkejut, melihat lancarnya Jeni berbicara di depan kamera, bagai ia sudah menghafal naskahnya di luar kepala..

"Mengapa anda hanya diam saja Pangeran?" tanya salah seorang wartawan

"Untuk apa lagi aku berbicara.. semua ucapannya sudah mewakili aku!" 1 kalimat yang menyatakan banyak hal. Dan seketika itu, Alexio pun menyudahi sesi wawancaranya karena ia sungguh merasa sangat tidak nyaman. Sedang Jenisa tentu saja tiada penolakan, karena gadis itu telah mencapai tujuan awal dari rencananya, hingga ia pun setuju menyudahi sesi wawancara tersebut.

Sementara itu, di Vaduz Liechtenstein, Odele baru saja mematikan televisi yang ada di dapur.. yah.. gadis itu tengah duduk di hadapan Buk Yuni, menemani wanita tua itu menyiapkan cemilan.

Sejak pagi, selepas ia mandi dan berpakaian, Odele terduduk sejenak menghadap ke arah cermin. Di tatapnya dirinya sembari bergumam "Sejak kapan hidupku terlalu santai? aku bahkan masih bisa termenung menatap diriku di cermin. Dimana Odele yang dulu? gadis periang dengan sejuta kesibukan. Bahkan mandi saja hanya bisa di lakukan 1 kali sehari. Tapi kini, aku bahkan tidak keluar kamar sama sekali.." ucapnya sembari menyisir rambut basahnya.

Kini Odele berjalan ke sisi lain ruangan tersebut, tepatnya menuju ke arah balkon. Namun Langkah kecilnya berhenti di depan pintu tanpa berani membuka, jangan berharap ia akan menginjakkan kaki di balkon itu. Melewati pintu balkon saja ia sudah takut, apalagi menginjakkan kakinya di balkon, sungguh dia tidak mau dan tidak akan pernah terjadi.

Trauma? ya.. dia masih trauma, meski dia sendiri tidak ingat pasti kejadiannya, namun kini ia menjadi pobia pada ketinggian.

Odele berdiri menghadap pintu kaca transparan yang bertutupkan tirai tipis berwarna putih tersebut, di singkap kan nya tirai itu ke arah kanan dan kiri. Odele menyipitkan matanya, ia merasa melihat sesuatu yang menarik.

Dimajukannya wajahnya hingga menyentuh pintu kaca tersebut. Sungguh wajahnya saat ini terlihat sangat lucu. Tapi akhirnya ia dapat melihat benda apa itu? yang semakin jelas dan banyak butiran-butiran kecil berwarna putih itu mulai menyentuh tanah dan menutup hijaunya taman Castle.

"Salju? ini salju pertama yang turun di bulan Desember" ucapnya sendiri sembari tersenyum takjub pada karunia tuhan.

Tok.. tok.. tok.. senyumnya memudar kala ketukan pintu menyadarkan dimana ia berada kini.

"Nyonya muda.." sapa Buk Yuni sembari tangannya tengah mendorong sebuah meja yang berisi sarapan untuknya.

"Berhenti di situ" Cegat Odele segera dengan tangannya dari jauh. Buk Yuni pun menghentikan langkahnya dengan kebingungan, tak mengerti apa yang terjadi.

Odele berjalan menghampiri Buk Yuni menggunakan tongkat elbow yang semalam di kirimkan Riswan untuknya.

"Apa dia sudah pulang?" tanya nya lansung tanpa basa basi.

"Maksud anda tuan muda?" tanya Buk Yuni balik "hem!" jawan Odele singkat, enggan membahas tentang pria itu lama.

"Belum"

"Kalau begitu, apa aku boleh berkeliling?"

"Hmmm tentu.. Castle ini kan milik anda.. lagi pula tuan tidak melarang kami untuk melarang anda untuk keluar kamar" terang buk Yuni.

"hah? kalau benar begitu, kenapa tidak bilang dari kemaren?" senyum itu pun mengambang di wajah Odele.

"Ayo Buk.. temani aku berkeliling, Bosaaannn" tambah Odele setelah berdirinya sejajar di hadapan buk Yuni.

"Makan dulu sarapan anda.. dan minum obatnya, setelah itu kita baru berkeliling" ucap bu Yuni, Odele tanpa permisi langsung membuka menutup tadah yang membawa sarapannya.

"Aku akan memakannya!" ucap Odele langsung menyambar Roti lapis dengan campuran sayur dan keju di dalamnya, ia pun menghabiskan segelas susu dan menenggak obatnya juga dengan posisi berdiri yang sama.

Bu Yuni hanya menggelengkan kepalanya tak percaya menatap kelakuan kekanakan Odele yang terbilang lucu dan apa adanya menurutnya.

"Habis.. makanan sudah, susu sudah obat sudah.. sekarang tepati janji mu untuk membawa ku berkeliling" ucap Odele menagih janji

"Tentu.. tentu saja nyonya ku yang bawel.." ucap bu Yuni sembari mencubit hidung mancung Odele.

"Jangan di tarik buk.. nanti tambah panjang" protes Odele

"kayak pinokio?" setelah bu Yuni mengatakan itu, keduanya pun tertawa cekikikan bersama. Meski pertemuan mereka terbilang singkat, tapi hubungan keduanya sudah sangat akrab.

Odele pun berjalan mengekori bu Yuni di belakangnya sembari matanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Mengagumi indahnya Castle Alexio.

Deg! jantungnya berdetak melihat pintu ruang kerja Alexio tengah terbuka, ia kembali teringat dengan kejadian saat pertama kali tiba di Castle ini. Matanya yang tertutup membuat ia hanya mengingat pemandangan di dalam ruang kerja Alexio yang kaku dengan Ornamen ruangan berwarna abu-abu pucat saja. Persis seperti pemiliknya.

Sekilas mengintip, membuat ia melihat sepintas seseorang di dalamnya yang tampak tengah bersih-bersih ruangan tersebut. Odele cukup terkejut, karena pakaian pria itu berbeda, ia tak tampak seperti seorang pelayan. Buk Yuni yang menyadari keanehan Odele pun menjawab

"Itu tuan Ro—" ucapan Buk Yuni terputus

"Rohan!" ucap seseorang setelahnya. Pria tampan dengan rambut gondrong itu tengah tersenyum menatap ke arah Odele.

Odele berbalik dan di tatapnya pria dengan mata coklat keemasan itu.

"Hai kakak ipar.. perkenalkan namaku Rohan.. Bukan salahku kakak ipar tidak mengenaliku, kakak ipar saja yang tidak pernah ada saat aku datang" celotehnya

"A.. aku bukan..—" ucapannya menggantung, ia sungguh lelah menyangkal setiap ucapan orang yang terus mengira ia adalah "Dia". Hingga ia pun memutuskan untuk membiasakan diri saja dengan statusnya itu. "Oh.. halo.." sapa Odele ramah

"Ternyata benar ucapan Riswan.. kamu yang sekarang tidak hanya cantik, tapi lebih putih, lebih langsing dan lebih—"

"Buk.. ayo kita pergi" ucap Odele langsung berbalik, dikarenakan risih dengan tatapan Rohan yang seakan tengah menyusuri setiap inci tubuhnya menggunakan matanya.

"Pemalu!" tambah Rohan, dan hanya dia yang dapat mendengar perkataannya itu karena Odele dan Bu Yuni telah memasuki lift.

Bagaimana dengan hari ini??? apakah ada yang berkenan mengunjungi kolom review dan memberikan author bintang 5? jika ada author ucapkan terimakasih.. semoga bertambah pahala readers semua.. aamiin

Call_me_MIcreators' thoughts
Next chapter