44 Day Before the Day 1

"Babe, besok dan minggu, aku ingin berlibur denganmu. Kita pergi ke villa-ku, ya?" Jonathan berteriak dari kasurnya, membuat Olivia yang sedang berganti pakaian di kamar mandi Jonathan menyahut, "Bukankah besok kita akan ada jam tambahan?"

"Right, setelah jam tambahan, kita langsung pergi." ucap Jonathan membuat Oliv kembali menyahut, "Alva, bagaimana?"

"Baiklah, kita akan membicarakan tentang Alva secara serius, tapi, kita butuh liburan, baby."

Oliv keluar dari kamar mandi seraya mengikat rambutnya asal-asalan, membuat Jonathan yang sudah bertelanjang dada tampak tersenyum lebar. Pria itu tak lagi sanggup menunggu langkah-langkah Oliv yang baginya terasa begitu lama, "My sexy little girl," Jonathan berdiri seraya menggendong tubuh Oliv, membuat gadis itu mendelik tak percaya, "Daddy?! What are you doing?!"

Jonathan tertawa, pria itu meletakkan Oliv di atas tempat tidurnya dan segera melumat bibir gadis itu, "Aku merindukanmu."

"Aku merindukanmu," ulang Jonathan, kini ciumannya turun hingga ke leher Oliv, membuat gadis itu mendesah dan mengalungkan lengannya di leher Jonathan. Oliv menarik pria itu agar berbaring tepat di sebelahnya. Ditatap nya sebentar wajah itu, kemudian dikecupnya bibir Jonathan begitu lembut.

"Demi Tuhan, kau merindukanku?" Oliv tertawa, mencubit hidung mancung Jonathan. Apakah pria itu sudah gila? Mereka baru saja pulang dari taman, well, sesungguhnya, mereka akan semakin berciuman dengan gila jika Bella tidak memergokinya tadi.

"Aku belum menciummu sampai puas seharian ini. Jadi, aku merindukanmu." Jonathan berbicara dengan nada yang menggoda, membuat Oliv gemas dan menciumi bibirnya berkali-kali, "Oh, my big baby, come to mommy!!"

Jonathan tertawa. Pria itu menenggelamkan kepalanya di bagian leher dan dada Oliv, membuat si gadis menciumi rambut coklatnya yang wangi. Jahil, Jonathan tampak menjilati belahan dada Oliv yang padat, membuat Oliv mendesah seraya berteriak, "Daddy!! Jangan nakal. Kita harus tidur sekarang. Oh, maksudku, aku harus beristirahat yang cukup untuk menghadapimu besok pagi."

"Aku ingin membuatmu kelelahan agar kau bisa tahu betapa aku sangat mencintaimu, besok," Jonathan tertawa jahil, diciuminya dagu Oliv, membuat gadis itu mendengus, "Maksudmu, kau ingin aku kelelahan dan tidak bisa konsentrasi karena mengantuk, lalu kau bisa memarahiku sesukamu?" Jonathan tersenyum lebar, "Tepat sekali."

"Oh, begitu?" Oliv menyeringai. Gadis itu membalikkan tubuhnya agar berada tepat di atas perut Jonathan, "Kau ingin memarahiku?" Oliv membungkukkan tubuhnya, melumat bibir Jonathan, "Serius? Kau ingin memarahiku?"

Kini, Oliv menggeser duduknya ke belakang, tepat di atas kejantanan Jonathan. Lantas, ia mulai menggoyangkan bokongnya, membuat Jonathan tampak mendesah, "Oh, Olivia,,, " Oliv tersenyum. Dia semakin menggoyangkan bokongnya, membuat Jonathan menutup matanya, sementara tangannya mulai menggerayahi night dress Oliv. Membuat Oliv semakin gencar menggoyangkan bokongnya. Jonathan terus mendesah. Tangannya hampir saja membuka ikatan gaun Oliv, ketika gadis itu memukulnya keras-keras, "No making out tonight!! Aku tidak mau dosen gila emosian itu marah-marah padaku!!"

Oliv turun dari tubuh Jonathan, kemudian membungkus tubuhnya sendiri dengan selimut. Membuat Jonathan tampak menatap gadis itu tak percaya, "Are you fucking kidding me, Miss Natasha?!" Pria itu meraba boxer tidurnya, mencoba untuk menidurkan kembali sesuatu di dalamnya. Meski Jonathan tahu, hanya Oliv yang mampu melakukannya.

"Yes, Mr. Marteen!! I am such a good student. Won't make you mad at all!!" Oliv terkikik di bawah selimutnya, membuat Jonathan mendesah dan mulai menarik selimut itu, "Just get up and, ah, touch me, Oliv."

"I won't, Mr. Marteen, I won't!!" Oliv tertawa, membuat Jonathan mendesah, "Come on, touch me,oh shit!!"

Oliv tidak mau mendengar. Gadis itu menenggelamkan bantal ke kepalanya. membuat Jonathan mendesah tidak tahan. Pria itu bangkit dari tempat tidurnya, memasuki kamar mandi. Yang benar saja, bagaimana bisa ia tidur dengan tenang jika sesuatu di dalam celananya belum terealisasikan?

Menyadari suara Jonathan yang mulai tak terdengar, Oliv perlahan membuka bantal yang menutupi kepalanya. Gadis itu bisa mendengar erangan di dalam kamar mandi, dan jelas, itu erangan Jonathan. Gadis itu berjalan perlahan, membuka pintu kamar mandi Jonathan. Oliv terkekeh pelan. Bagaimana bisa dia tidak jatuh cinta pada pria itu? Bahkan, Jonathan sama sekali tidak memaksanya jika dia tidak mau melakukan itu.

"Babe," panggil Oliv. Jonathan memberhentikan aktivitasnya dan menatap gadis itu, "Oliv, jangan berada didekatku jika," ucapan Jonathan berhenti ketika Oliv berlutut di hadapannya, kemudian mengambil alih pekerjaan Jonathan.

❤❤❤❤❤

Sekilas, Oliv menatap Roland yang tanpa membuang pandangan darinya. Namun, demi Tuhan. Oliv tidak peduli, karena lagi-lagi, Jonathan membentaknya. Oliv heran. Bagaimana bisa seorang kekasih membentak-bentak kekasihnya sendiri demi membuktikan cintanya? Well, jika Jonathan membentaknya sebagai seorang dosen, Oliv sama sekali tidak peduli. Tetapi ini? Entah kenapa, setiap hal kecil yang Oliv lakukan, Jonathan akan dengan senang hati mengkritiknya.

"Miss Natasha!! Sudah berapa kali saya katakan untuk fokus pada pelajaran saya!! Apa lagi yang Anda lihat, hah?!" Oliv membuka mulutnya. For God's Shake, Jonathan Fuckin Marteen!! Aku hanya mengambil bulpoinku yang terjatuh!!

"Mr. Mateen, but,"

"Jangan banyak alasan!! Kerjakan tugasmu!!" wajah Oliv memerah. Demi Tuhan. Dia benar-benar kesal. Lihat, bahkan Jonathan tidak pernah marah hanya karena hal sepele kepada teman-teman sekelas Oliv. But, now? Seriously, daddy?

"Yes, fuckin babe" Oliv berbisik kecil, membuat Jonathan tampak menahan tawanya. Segala ekspresi yang keluar dari wajah Olivia, entah mengapa, Jonathan sangat menyukainya.

"Jangan melihat padanya! Kalian juga, kerjakan tugas kalian!! Sekarang!!" Jonathan kini membentak pemilik mata-mata yang sedang menatap kasihan pada Oliv. Membuat mereka semua tersentak dan segera fokus dengan pekerjaannya, daripada harus membuat gara-gara dengan Mr. Marteen yang entah mengapa, hari ini lebih temperamen dari biasanya. Jonathan mendekati Oliv. Kemudian membungkukan tubuh tegapnya agar sejajar dengan telinga Oliv.

"I love you"

Bisikan Jonathan membuat wajah Oliv memerah. Gadis itu mendongak, menatap wajah Jonathan yang kini sudah berubah menjadi datar. Pria itu menatapnya tajam, "Apa?! Kau tidak terima dengan perkataanku?!! Kerjakan pekerjaanmu!!" Oliv tersenyum. Kali ini, dia tak lagi merasa kesal. Karena yang ia rasakan hanyalah kupu-kupu yang entah sejak kapan berterbangan di perutnya. Jika orang-orang melihat senyuman Oliv ketika Mr. Marteen membentaknya, sungguh, mereka akan berpikir bahwa Oliv benar-benar sudah gila.

Menit berganti menit, hingga akhirnya 2jam di hari sabtu bersama Mr. Marteen selesai juga. Mereka bernafas lega. Demi Tuhan, bagaimana bisa mereka menggunakan akhir pekan mereka bersama dosen se-killer Mr. Marteen?? Semua mahasiswa tampak berkemas dan memilih untuk segera meninggalkan kampus.

"Lauren Blake" Suara dingin Jonathan menghentikan seorang mahasiswi cantik berambut pirang dengan dress merah ketatnya yang memperlihatkan dengan jelas belahan dada gadis itu. Sebenarnya, hal tersebut adalah hal biasa di New York. Tetapi tetap saja, Oliv terkadang kesal melihat dandanannya yang lebih terlihat ingin menghadiri pesta di club malam ketimbang menghadiri kuliah Jonathan Marteen.

"Um, pardon mereka, sir?"

Suatu hal yang lagi-lagi Oliv benci adalah suara gadis itu yang serak. Oh, bahkan Oliv tebak, akan banyak pria-pria yang terangsang hanya dengan mendengar suaranya.

"Saya ingin berbicara mengenai indeks belajarmu yang semakin hari semakin menurun." Gadis itu tampak tersenyum. Mengambil sebuah kursi dan meletakkannya tepat di depan Jonathan, "Oh, sure, Mr. Marteen,"

Keadaan kelas sudah sepi. Tertinggal Jonathan dan Lauren di dalamnya. Oh, jangan tinggalkan Oliv yang masih terpaku di tempatnya dengan tatapan membunuh pada punggung Lauren.

"Erm, Miss Natasha. Apa yang kau lakukan di situ?" Jonathan memberikan kode untuk Oliv, agar gadis itu pergi. Well, bukan apa-apa, hanya saja, Jonathan tidak pernah suka menasehati mahasiswanya di depan orang lain. Baginya, itu adalah aib, dan hanya mahasiswa yang di nasehatilah yang harus tahu.

"Oh, aku sedang menunggu kekasihku, sir. Diluar sangat dingin, jadi boleh kan aku menunggu disini?!" Oliv sengaja menekankan tiap kata yang keluar dari mulutnya. Tak lupa, pandangannya masih senantiasa tajam. 'Apa-apaan? Apa dia mengusir ku hanya untuk berduaan dengan Lauren?!'

"Oh, seriously, Oliv! Kenapa kau harus menunggu kekasihmu disini?! Aku sedang berbicara serius dengan Mr. Marteen!"

Oliv menatap tajam Lauren. 'Yang kau ajak berbicara serius itu adalah kekasihku, bodoh! '

"Miss Natasha, please?" kini Jonathan yang berbicara. Membuat Oliv mendengus kesal. Gadis itu mengambil tasnya dan menghentakkan kakinya dengan keras meninggalkan kelas itu.

"Miss Blake." Jonathan kini mengubah suaranya menjadi sangat serius.

"Disamping aku adalah dosen pembimbingmu, aku adalah dosen dimana kau bermasalah dengan pelajarannya." ucap Jonathan to the point, "Jadi, ada masalah apa hingga kau selalu mendapat nilai E pada setiap kuis yang ku berikan?"

Lauren tersenyum. Gadis itu selalu bertanya-tanya, kenapa dosennya yang satu ini selalu terlihat tampan dan seksi di setiap hal yang ia lakukan. Tidak peduli Jonathan sedang marah, atau sedang memandanginya dengan tatapan seserius itu. Jika bertanya-tanya siapa Lauren Blake, maka, mahasiswi seksi ini adalah satu dari puluhan wanita yang begitu mengagumi sosok Jonathan Marteen. Bahkan, dia rela dapat nilai E selama sepuluh kali, jika Jonathan tetap memperhatikannya seperti ini.

"Miss Blake. Aku bertanya, ada masalah apa?" Lauren lagi-lagi tersenyum, "Mr. Marteen. Anda sungguh tampan." Jonathan mengangkat sebelah alisnya, "Apakah kau pikir aku sedang bercanda, nona?!" Lauren tertawa. Dia sudah sering menggoda Jonathan. Hanya saja, dia tidak tahu mengapa Jonathan bersikap lebih marah dari biasanya. Yang sebenarnya, justru membuatnya terlihat jauh lebih tampan dari biasanya.

"Aku juga tidak bercanda, Mr. Marteen,"

Jonathan menghela nafas panjang, disertai dengan wajahnya yang merah menahan amarah. Baiklah, bagaimanapun, gadis ini tetaplah mahasiswa bimbingannya, "Jika kau terus seperti ini. Kau tidak akan lulus di mata pelajaranku, Miss. Dan karena ini akan jadi kali ke tigamu, tentu, hal ini akan berpengaruh pada ketulusanmu dalam meraih gelar sarjana." Ucapan Jonathan bahkan tidak terlalu penting bagi Lauren. Karena dengan hanya menatap bibir pria itu yang membuka tutup saat berbicara, Lauren sudah berfantasi liar.

"Lauren Blake!!" Jonathan menggeram kesal. Habis sudah kesabarannya. Pria itu menatap tajam gadis cantik di depannya, "Jangan main-main denganku!!" Lauren tersenyum, "Well, apa yang bisa aku lakukan, sir?" Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Lantas memajukan tubuhnya ke tubuh Jonathan. Tangannya menyentuh punggung tangan dosen tampan itu, "Apa yang bisa ku lakukan untukmu, agar aku .... setidaknya, mendapatkan nilai B dalam kuis mu?"

Jonathan bersumpah. Ini bukanlah pertama kali ia mendapatkan perlakuan spesial dari mahasiswi mahasiswinya. Hanya saja, kini, ia punya hati yang harus ia jaga. Lagipula, mereka semua terlihat terlampau biasa jika dibandingkan dengan Olivia nya, "Jangan bersikap murahan." ucap Jonathan ketus. Pria itu melepas genggaman gadis itu di tangannya, "Yang perlu kau lakukan hanyalah belajar lebih giat, dan mencoba untuk fokus dengan pelajaranku!!"

Lauren tertawa. Gadis itu berdiri, kemudian, tangannya yang indah menyentuh pundak Jonathan. Jarinya berjalan mengelilingi pundak Jonathan, hingga ke punggung pria itu. Lengannya mulai memeluk leher Jonathan dari belakang, membuat dadanya tertempel dengan sempurna pada bagian belakang kepala Jonathan, "Bagaimana bisa aku fokus dengan pelajaranmu jika kau mengalihkan semuanya, sir?" Jonathan menutup matanya sejenak, "Take off your hand, Lauren Blake."

Lauren tidak menanggapi. Gadis itu justru meraba-raba dada Jonathan, membuat pria tampan itu tak tahan lagi. Jonathan melepaskan tangan Lauren secara paksa, kemudian berdiri dan menatap gadis itu tajam, "Aku sungguh menghormatimu, Lauren Blake. Aku sungguh mencoba untuk menghormatimu. Tapi melihat tingkah murahanmu, bagaimana bisa aku menghormatimu lagi?"

Jonathan tersenyum sinis, yang justru membuat Lauren tertawa kecil. Gadis itu mempersempit jaraknya dengan Jonathan. Tangannya kembali bergerilya di dada pria itu, "Aku tidak perlu dihormati, sir. Hanya saja, aku bersumpah untuk memberimu kenikmatan yang tak akan pernah kau dapatkan dari gadis manapun. Just, touch mereka, Mr. Marteen." Jonathan menggeram kesal. Pria itu memejamkan matanya sejenak seraya menarik nafas panjang, "Jangan memaksaku untuk berbuat kasar padamu."

Lauren tertawa, "Seks yang kasar dan bergairah adalah tipeku, jika anda ingin tahu, sir."

"What the fuck. Aku tidak tahan lagi!!" Jonathan baru saja akan melempar gadis di hadapannya, ketika suara yang begitu ia kenal terdengar di telinganya. Mata pria itu membulat ketika melihat Olivia dengan wajah marahnya, "Babe, ini tidak seperti yang kau kira!!" Jonathan hampir saja akan merutuki kebodohan mulutnya, namun baginya hal itu tidak lagi penting. Dia hanya tidak mau gadisnya salah paham.

"Babe?" Lauren tampak tersentak. Namun, gadis itu belum sempat melanjutkan rasa penasarannya ketika Olivia tampak menarik tangannya secara paksa agar terlepas dari dada Jonathan, "Ini kekerasan yang kau minta!!" Oliv menampar pipi Lauren, membuat gadis itu tersentak tak percaya, "What the hell, Oliv?!"

"Kau benar-benar membuat ku muak, Lauren!! Apa kau pikir aku tidak melihat semuanya?!" bentak Olivia.

"Olivia, stop. Kau akan membuat keributan. Lebih baik kita ... "

"Stop, daddy!! Aku belum selesai dengannya!!"

"Wait, lalu apa masalahnya denganmu, bodoh?! Jangan ikut campur ke dalam privasi ku!!" Oliv tertawa kesal, "Privasi ku melibatkan kekasih ku, bodoh!!"

" Olivia!!" Demi Tuhan. Jonathan sudah berusaha untuk mencegah kata-kata itu agar tidak keluar dari mulut Oliv, namun nyatanya, usahanya tidak berhasil. Oliv terlalu emosi untuk dihentikan. Jonathan bersumpah, mendengarkannya dari mulut Oliv memberikan kelegaan tersendiri bagi pria itu. Tetapi, apakah Oliv akan siap menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya??

"What the fuck, siapa yang kau maksud dengan kekasih mu?!"

Olivia menggenggam tangan Jonathan erat-erat, berjinjit, kemudian melumat bibir Jonathan. Dalam, dan hangat. Membuat Jonathan tampak tersentak dengan perbuatan Oliv yang tiba-tiba, yang mampu membuat gadis di hadapan mereka menatap tak percaya, "What the fuck did I just watch?!" Mulut Lauren masih terbuka tak percaya, "Tidak mungkin!! Ini benar-benar tidak bisa dipercaya!!"

Olivia menyudahi ciumannya, kemudian kembali menatap tajam sosok gadis yang masih syok itu, "Tidak ada seorangpun wanita yang rela melihat gadis antah berantah menggoda kekasihnya!! That males sense on me, bitch!!"

"No, that's not right. Kau bisa jelaskan ini Mr. Marteen?? Katakan padaku bahwa gadis ini hanya mengada-ada!!" ucap Lauren. Gadis itu menatap sosok Olivia tak percaya. Bagaimana mungkin?!

"Bahkan jika kau mengencani mahasiswa mu, apakah kau harus menjatuhkan pilihan mu pada gadis pendek ini?!" Mata Olivia membulat. That's so mean

"What?!" Jonathan menatap gadis di hadapannya tak percaya.

"Lihat dia. Dia tidak pandai bermake up, bajunya sederhana, rambutnya? What the hell. Dia benar-benar tidak bisa dibandingkan denganku!! Bagaimana mungkin gadis seperti ini menjadi kekasihmu?!" Jonathan tersenyum, "Kau benar. Mana mungkin gadis seperti ini menjadi kekasihku??"

Jonathan tersenyum, "Kau benar. Mana mungkin gadis seperti ini menjadi kekasihku?" ucapan Jonathan mampu membuat Oliv tersentak. Gadis itu menatap wajah tampan Jonathan dengan pandangan tidak percaya. Berbeda dengan Lauren yang tampak tersenyum sinis melihat kekalahan Oliv yang sok itu.

"Gadis seperti ini, lebih cocok untuk jadi istriku, kan?"

Jonathan tersenyum. Pria itu merangkul bahu Oliv dan mencium bibir gadis itu singkat. Membuat Oliv perlahan tersenyum lebar di sela ciumannya, "I love you so much," Jonathan tertawa, "I love you more than so much, babe."

Betapa pemandangan itu membuat Lauren tersentak, "No," gadis itu menggelengkan kepalanya, "Kau tidak mungkin, oh, fuck, no!!"

"What was that? My Olivia is 100% better than you."

"No, Jonathan!! Kau tidak mungkin,"

"Ofcourse, I love heran. Dan, mendengar seseorang berbicara buruk tentangnya, membuatku benar-benar ingin menghabisi orang itu dengan tanganku sendiri."

Jonathan kemudian menarik pinggang Oliv dan mencium pipi gadis itu singkat. Membuat Oliv tersenyum lebar. Entahlah, ia tidak tahu mengapa rasanya selega itu.

Ya, mengakui hubungan mereka di depan orang lain, benar-benar membuat Olivia merasa lega.

avataravatar
Next chapter