webnovel

PROLOG

Malam di atas sebuah gedung di kota Hengdian. Seorang perempuan duduk di atas dinding pembatas rooftop gedung bertingkat. Di keremangan cahaya, tubuhnya hanya membentuk siluet. Dia mencoba berdiri dan terlihat limbung. 

Di bawah gedung, lampu jalanan terang benderang. Orang-orang lalu lalang. Kehidupan kosmopolitan Hengdian seolah mengabaikan keberadaan sang perempuan. Orang-orang melangkah menekuri jalan, tak menyadari ada seorang perempuan di ketinggian sana. Semua fokus dengan pikiran dan langkah masing-masing. Sesekali terdengar klakson mobil dan kilatan lampu. Kota Hengdian bergema dengan segala riuh rendah nadanya, tak bisa dipahami lagi oleh si perempuan yang sedang sedih di atas gedung. Perempuan berambut panjang itu menangis, meraung.

"Aaaaaarrgh! Jiangyi, kau mengecewakanku. Pergilah kau bedebah, pergi jauh dari pikiranku!" teriak perempuan itu, marah. Air matanya deras mengalir. Hatinya luka. Dia mencoba berdiri. Lalu menatap gamang jalanan di bawah gedung. Matanya buram oleh air mata.

Suara teriakan perempuan itu membuat orang-orang di jalanan menengadahkan kepala, menatap ke puncak gedung. Perempuan itu berdiri, tepat di tepi. Ada yang berbisik-bisik, ada yang berteriak menyuruh jangan bertindak bodoh, jangan melompat, ada yang panik, dan sebagian lagi hanya terpaku menatap tak percaya. Tubuh perempun itu melayang jatuh, diiringi teriakan histeris orang-orang yang menyaksikan.

Braaagh!

Tubuh perempuan itu menghantam kap sebuah mobil. Orang-orang berteriak dan bunyi alarm mobil langsung meraung ketika tubuh si perempuan mendarat keras, meremukkan kap mobil dan meretakkan kacanya. Semua mata menatap ngeri, sedih, melihat darah muncrat di atap mobil.

***

Seorang laki-laki berlari menyibak kerumunan. Terbelalak matanya melihat sosok perempuan yang tergeletak di atas mobil. Tubuh dan tangannya gemetaran. Dia segera mengambil gawai, lalu memencet nomor darurat dengan gugupnya. Laki-laki yang menelepon nomor darurat masuk ke dalam ruang ICU. Dilihatnya sosok perempuan berambut panjang tergeletak dengan balutan perban dan alat bantu penunjang kehidupan. Mata laki-laki itu menatap lama, ada gurat syukur di wajahnya karena ternyata perempuan itu masih hidup walau entah seperti apa nanti. Tak lama kemudian Dokter datang dan mengajak laki-laki itu keluar ruangan.

"Jiangyu, kondisi Qian kritis. Tulang belakangnya tak apa-apa, tapi kemungkinan dia bisa lumpuh karena kepalanya agak parah. Semoga saja masa kritisnya segera berakhir, sehingga kita bisa menentukan langkah selanjutnya. Berdoa saja. Kuasa Tuhan saja yang menentukan. Jatuh dari ketinggian seperti itu tapi masih hidup, itu luar biasa. Kami usahakan semampu yang kami bisa," jelas Dokter, lalu pergi sambil menepuk bahu laki-laki yang dipanggil Jiangyu itu.

Laki-laki bermarga Jiang itu terduduk lemas bersandar di kursi. Menarik napas panjang lalu menghembuskannya, merenungi nasib Qian, perempuan yang dicintainya.

 

***

Di tempat lain, seorang laki-laki berdiri di depan altar sedang menjalani prosesi pernikahan. Laki-laki bertuxedo itu terlihat suram wajahnya. 

"Jiangyi, di mana Jiangyu?" tanya Tuan Jiang, sang ayah mempelai laki-laki.

Lelaki bernama Jiangyi itu menggeleng, menyatakan tak tahu di mana keberadaan adiknya. Ada kesedihan yang mendalam dari sorot matanya. Ketika pengantin perempuan masuk ke dalam ruangan, dia tak menampakkan wajah gembira. Upacara pernikahan itu berjalan lancar. Pasangan pengantin pun pergi berbulan madu diiringi sorak-sorai kegembiraan keluarga dan tamu undangan.

***

Seorang perempuan cantik berambut panjang berhiaskan rangkaian mutiara di atas kepalanya tampak sedang duduk di dalam kamarnya. Alisnya tebal dan melengkung, matanya bak telaga yang jernih dengan bibir tipis yang menawan. Perempuan itu memakai baju zaman Tang berwarna putih bersulam benang perak yang indah. Selendang hijau emeraldnya melingkar di lengannya.

Dia sedang menulis sesuatu di atas kertas dengan kuas bertinta, ditemani puluhan lilin yang menerangi kamarnya. Dia menggambar seorang perempuan berambut panjang memakai baju yang aneh, lalu di gambarnya sebuah lingkaran-lingkaran. Dia melipat kertas itu, lalu memasukkannya ke dalam sebuah buku. Diambilnya sebuah kotak kayu berukir. Kertas itu disimpan di dalamnya. Perempuan itu pergi tidur dengan wajah tenang.

***

Matahari belum muncul kala itu. Perempuan berbaju putih pergi dengan mengendarai kuda hitam ke arah bukit. Jubahnya yang berwarna putih berkibar tertiup angin. Tak ada yang mengetahui kepergiannya. Sampai di sebuah jurang, dia turun dari kuda. Rautnya tampak menegang sambil terus berjalan ke arah jurang. Sesampainya di pinggir tebing dia mendongakkan wajahnya ke langit, lalu menutup matanya. Tiba–tiba perempuan itu menjatuhkan dirinya ke jurang.

"Qian, kita bertukar tempat. Semoga kau bahagia," ucap perempuan itu lirih.

Di masa depan, di tempat yang sama dengan kondisi yang berbeda, Qian berdiri di sebuah dinding pembatas rooftop. Pandangannya memburam karena air mata dan hanya cahaya samar yang bisa diindera. Dia sudah mulai sesak napas, lalu tiba-tiba ada sosok perempuan berbaju ala Tang terbang berada di atas tubuhnya. Perempuan berbaju Tang itu menarik tangan Qian ke bawah, hingga limbung dan jatuh dari pembatas rooftop. Terlihat olehnya banyak sekali kupu-kupu putih terbang mengelilingi mereka. Qian terkejut, tapi dia tak bisa menolak tarikan tangan perempuan itu. Tubuhnya menimpa sebuah mobil. Tiba-tiba semua menjadi gelap dan Qian tak sadarkan diri.

Next chapter