38 CHAPTER XXXVIII : SENANG BERTEMU DENGANMU

Kehidupan adalah sebuah benih yang tumbuh di muka bumi, kelahiran menjadi awal dari sebuah kehidupan. Dan kematian adalah akhir darinya.

Begitulah kisah yang selalu menjadi pengantar dan penutup setiap makhluk Tuhan, siapapun bahkan seorang Dewa sekalipun. Kematian akan mengantarkan pada kelahiran yang baru diiringi pita hitam dan untaian simfoni pilunya tangis seseorang. Kematian tak selalu tiba melalui cara paling indah, menyenangkan atau pun kebahagaiaan. Ia lebih identik dengan jerit, tangis, derita serta keputusasaan, karena kematian adalah saat ketika kehidupan layu dan mengering. Sama halnya dengan pemandangan yang tengah disaksikan keempat orang itu.

" B-bagaimana bisa mereka berada di sini?" tanya si pria pirang masih terpaku pada apa yang tengah terjadi di hadapannnya. Jantungnya berdebar kencang kala melihat cairan kental merah berulang kali menghujani tumpukan kapas putih di bawah mereka, tampak kontras dan menambah rasa mual.

Hal sama terjadi pada gadis bersurai perak yang masih menggenggam erat tangan pria beriris ruby di sampingnya yang justru tampak tenang dan melempar pandang ke sekitar. Sang Duke melirik ketiga orang di belakangnya, otak jenius sang Castiello tengah bekerja menyusun strategi untuk menyelesaikan kejutan di tengah malam.

" Eve, siapa itu Johanna kenapa kau melihatnya dalam penglihatanmu?" tanya Lucas masih memandang lurus ke depan, Eve yang tersadar berpikir sejenak dan menggeleng pelan. Rautnya berubah sendu, bagaimana pun kekuatannya sebagai Oracle masih dalam proses kebangkitan. Sehingga untuk mengetahui lebih lanjut mengenai informasi dari apa yang ia lihat,Eve terpaksa hanya bisa menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan itu.

Usapan pelan pada helaian perak rambutnya membuat Eve mendongak dan menemukan irisnya bertubrukan dengan sepasang batu ruby kesukaannya, Lucas tersenyum lembut seolah tengah menghibur kekecewaan di hatinya.

" Eckart dan yang lain akan segera tiba dalam waktu 10 menit lagi, jika memang benar Johanna yang di sebutkan Eve dalam bahaya, itu berarti ia adalah sosok penting." Ujar sang Duke yang kini telah melepaskan sarung tangan hitamnya.

" Eve dan Medusa kalian pergi temukan Johanna, dan kau Robin."

Pria pirang yang merasa dirinya disebut melirik sosok pria yang membelakanginya dengan perasaan campur aduk, " Bantu aku membereskan monster buruk rupa ini." Perintah sang Duke yang sempat melirik sang Pangeran, senyum tipis terulas di bibir pria bersurai pirang yang sebenarnya kini tengah bermandikan keringat dingin.

Kedua wanita yang lain mengangguk menerima perintah sang Castiello patuh tanpa berkomentar, Medusa telah mengganti wujudnya dengan sosok wanita bersurai ular dan jangan lupakan gaun berkerah rendah yang menonjolkan lekuk tubuhnya.

"Demi Tuhan Tante, kau sangat menggoda ternyata." Gurau Devian saat ular-ular di surai sang wanita naik dan sedikit berkibar akibat angin yang masih cukup kencang. Medusa yang merasa sedikit tersinggung dengan panggilan 'tante" yang disematkan kepadanya membuat abdi si bungsu Lorraine itu mendelik tajam.

" Berhati-hatilah, jangan memaksakan dirimu dan jangan terluka." Ujar sang gadis bersurai perak dengan manik berkaca-kaca. Lucas yang melihat itu tersenyum dan mendekap gadisnya pelan, tanpa mengetahui alasan yang pasti mengapa ia melakukan hal semacam itu.

" Itu seharusnya kata-kataku." Balas sang Duke mencoba menenangkan perasaan gadis itu. Evelyna tersenyum kecut masih dengan posisi tangannya berada dalam genggaman tangan sang Duke yang kian mengerat. Hingga akhirnya Eve mendaratkan kecupan ringan di bibir tipis sang Castiello yang sepertinya cukup terkejut dengan tingkah manis sang tunangan.

" Aku juga tidak mau 'milikku' terluka," bisik Eve di telinga si pria beriris saga itu. Semburat merah di pipi porselene sang gadis tampak kontras kala mengatakan hal yang cukup memalukan dan vulgar untuknya, namun justru mencetak senyum sang Castiello semakin lebar. Barulah kemudian mereka berpisah karena Eve dan Medusa telah berlari berlawanan arah dari tempat mereka bersama sebelumnya.

Sementara kedua pria di sana menatap kepergian para wanita hingga mereka menghilang dari pandangan, " Baiklah sekarang mari kita lihat kemampuanmu, bocah." Ujar Lucas yang telah mulai berjalan mendahulu pria pirang di belakangnya yang tersenyum miring, dasar si angkuh batin Devian.

Pria pirang itu memasang kuda-kudanya sembari memejamkan mata. Tubuhnya dilingkupi cahaya berwarna kebiruan yang kemudian memadat bersatu pada tubuhnya yang bisa dibilang cukup kekar, sebuah sayap berwarna hitam berupa jaringan kulit yang membentang di kedua sisi tubuh si pirang, menyebabkan bagian atas pakaiannya robek menampilkan tubuh sang Pangeran yang cukup atletis. Sepasang sayap yang sama dengan sayap seekor kelelawar kini menghiasi punggung pria itu.

Sebelah iris sapphirenya telah digantikan dengan warna hitam pekat yang menutupi keseluruhan warna matanya. Sementara tangan kanan sang Pangeran telah mencengkram sebilah pedang berwarna hitam pekat.

" Jangan meremehkanku, Pak Tua!!!" seru si pria pirang yang langsung terbang membelah udara serta menebas tubuh gempal hijau menjijikan di hadapan sang Duke yang terkekeh pelan.

' Dasar bocah,' batin Lucas.

*******

Medusa cukup sibuk dengan benaknya sembari terus berlari mengikuti sang Nona, ingatannya masih kembali pada sosok pria pirang yang tampak memandangi Nona mudanya itu dengan pandangan sulit diartikan ketika adegan romantis barusan.

" Tidak hanya hidupnya, bahkan kisah cintanya begitu mengenaskan," gumam wanita bersurai ular itu.

Gadis berambut perak itu

itu melirik wanita bersurai ular di belakangnya yang tampaknnya ia sadari tengah bergumam tak jelas. Keduanya berlari melewati jalanan hutan yang tertutup salju cukup tebal. Beberapa kali Medusa menghancurkan makhluk hijau menjijikan yang hendak menyerang Nonanya, Eve tersenyum simpul melihat ketangkasan abdinya itu.

" Di sana, Johanna ada di sebuah gedung bekas peternakan, sial ini akan memakan waktu yang lama." Keluh si gadis bersurai perak sembari meloncat mundur saat sebuah gada yang hampir meremukkan kepalanya. Jika ia tidak segera menghindar mengambil jarak. Ia semakin berdecak kesal kala dua Orc berlari ke arah mereka.

" Kemana arah yang harus kita tuju nona?" tanya Medusa setelah mengubah tubuh makhluk hijau yang lain menjadi butiran debu, entah yang ke berapa kali. Eve terdiam sebentar manik hijau zamrudnya tampak seolah tengah melamun, beberapa saat kemudian tepat sebelum sebuah tangan raksasa menggapainya, gadis itu menarik bilah pedang dari sarungnya, melayangkan tebasan panjang hingga akhirnya tangan itu terbelah.

" Utara jika kita berlari akan memakan waktu satu setengah jam." Jawab Eve setengah berteriak setelah berhasil memisahkan leher makhluk menjijikan yang lagi-lagi hampir meremukkan kepalanya. Medusa mengangguk pelan dan meloncat ke belakang, tak lama cahaya berwarna putih kehitaman muncul mengelilinginya. Sepasang kaki jenjangnya telah digantikan sebuah ekor licin khas ular berwarna hitam dengan corak keemasan, tampak cantik dan berkilauan.

" Baiklah, mari kita berseluncur Nona." Ucap abdinya itu yang tanpa meminta ijin tuannya itu telah membawa sang Nona ke dalam gendongannya, dan mereka meluncur melewati pohon-pohon tak berdaun hutan Sherwood.

Hingga mereka dapat melihat seorang wanita bersurai putih tengah berdiri di hadapan gudang bekas peternakan, tangannya menghadangi sekumpulan anak-anak yang saling berpelukan ketakutan dengan posisi mereka yang dikelilingi monster hijau menjijikan.

" Bagus, tepat waktu Medusa."

Wanita besurai putih itu tersenyum tipis kala melihat kedua sosok wanita yang baru saja tiba, sosok yang ia cukup kenal dan belum ia kenal. " Medusa, ternyata kau abdi yang cukup patuh ya? " sergah sang wanita sembari menutupi sebelah paras ayunya kala menyapa wanita yang cukup familiar di masa lalu.

Medusa yang merasa disebut terkekeh pelan, ekor besarnya melempar dua Orc yang segera bertubrukan dengan kawannya yang lain. " Hohoho Jo, jadi kau masih hidup ya. Hebat sekali umurmu nenek tua." Sapanya tak kalah sarkas.

Eve menghela nafas kecil, ternyata keduanya saling mengenal itu berarti Johanna adalah sosok yang berhubungan dengan Medusa. Dan jika begitu kemungkinan terbesarnya adalah wanita cantik di belakangnya memiliki hubungan dengan Ryuna. Iris telaga Eve beradu dengan sepaasang iris berwarna biru terang milik Johanna, seulas senyum manis terukir dibibir penuh wanita berambut itu.

" Senang bertemu denganmu, Oracle muda." Sapanya ramah dengan cengiran yang menampakkan sederet gigi putihnya.

avataravatar
Next chapter