46 CHAPTER XLVI : PERJALANAN BAGIAN DUA

Butiran pasir putih mengotori ujung gaun tebal Eve akibat terseret. Kapal baru saja menepi tiba di tempat tujuan setelah hampir empat jam mereka diombang-ambingkan arus laut. Akhirnya rombongan Duke Castiello hanya harus meneruskan perjalanan mereka dengan sedikit berjalan untuk menemui Linden sang Pemimpin kaum Penyihir.

Iris kemerahan sang Duke menyapu pemandangan yang cukup familiar, rasa asam pahit nostalgia menyelip seenaknya membuat Lucas berdecak kesal. Sehingga pria bersurai kelam itu memilih membawa tubuh gadis berambut perak yang tengah terduduk di atas pasir ke dalam gendongannya.

Lucas berdecak kembali karena perjalanan yang harus mereka tempuh masih saja berlanjut. Ingatkan ia untuk mencukur rambut panjang Linden ketika mereka tiba di sana.

"Maaf, apa kau lelah?" tanya Eve dengan nafas terengah-engah. Sang Duke menggeleng pelan, jarinya menyingkirkan helaian poni yang menghalangi paras ayu gadisnya, rasa sakit menjalar dalam dada saat rintihan kesakitan kesekian kalinya keluar dari bibir tipis Eve.

Tanpa memberikan aba-aba pada beberapa orang di belakangnya Lucas memilih melangkah cepat dan tergesa. Tak ada ketenangan dalam setiap langkahnya, tangannya membabat habis dedaunan lebat hutan yang hendak menghalanginya. Tak ada seorang pun yang berani mengeluarkan suara, tidak untuk bertanya atau bersenda gurau. Bahkan Johanna dan wanita berambut ular tidak lagi saling melempar caci makian.

Mereka sangat mengetahui alasan mengapa suasana terasa begitu berat dan mencekam, Duke Castiello di depan sana tengah kalut karena kehabisan waktu.

Langkah mereka terhenti kala pria bersurai kelam itu tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Tepatnya, ia terpaksa berhenti karena seseorang tengah berdiri menghalangi langkahnya.

Seorang wanita dengan surai putih sebahu tengah tersenyum setengah membungkuk, "Selamat datang Tuanku, Kakak saya telah menanti kedatangan anda."

"Reyna Braun, putri kedua Braun. Kupikir kau sudah mati tereksekusi," ujar Lucas sarkas masih tetap melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Wanita berambut sebahu itu tersenyum simpul dan tak membalas ucapan pedas putra sahabat Saudarinya.

"Reyn, aku merindukanmu!" seru Arabelle yang segera berhambur memeluk wanita bernama Reyn itu.

Reyn tersenyum hangat pada keponakan manisnya itu. Tak lupa is menyapa satu persatu rombongan yang terbilang cukup ramai. Namun hanya sekedar senyuman sesaat karena ia tak ingin pria di depan sana menghancurkan penghalang Desa, sehingga Reyn segera berlari kecil menyusul Lucas.

Desa para Penyihir terletak tak jauh dari pesisir pantai, dikelilingi oleh deretan pohon tinggi nan lebat. Disembunyikan oleh sihir tingkat tinggi sebagai pelindung yang hanya akan merespon penduduk Desa saja, karena itulah Linden meminta Reyn menjemput 'tamu' mereka sebelum pulau para Naga porak poranda.

Dan di sanalah seorang pria bersurai putih memanjang menyambut mereka dengan senyuman hangat, Linden Casiuss Braun.

Johanna berlari hendak menghambur ke dalam pelukan hangat sang Suami, itu yang ia harapkan. Sayangnya pria berambut panjang dengan paras rupawan nyaris cantik itu justru menghindar, sehingga adegan romantis mereka berakhir dengan Johanna yang justru memeluk udara dan mencium rerumputan.

Adegan yang berhasil membuat Medusa hampir menyemburkan tawanya, jika ia tak mengingat putra sang Lucifer tengah menahan gejolak emosi untuk tak melenyapkan atau membinasakan siapapun.

Linden melirik ke arah Johanna yang masih asik mengaduh di atas rumput. Namun Pemimpin bangsa Penyihir itu adalah pria berhati lembut, sekalipun sang Istri berperangai urakan berbanding terbalik dengan paras menawannya.

Tangannya terjulur meraih Johanna untuk segera berdiri, "Aku akan menunggu penjelasan darimu, sayang."

Bukannya membalas ucapan sang Suami, Johanna justru menelan salivanya saat mendengar suara pria di hadapannya itu penuh dengan tekanan dan sorot ketegasan. Sekalipun ia hanya berbisik pelan di telinga, semoga Tuhan melindungi mu Johanna.

"Tuanku, saya memohon ma-"

Belum sempat mengucapkan seluruh kalimatnya tubuh Linden telah terantuk menghantam rerumputan kelewat keras, bahkan menciptakan sebuah lubang.

"Cukup basa-basinya Penyihir, aku tau kau mengerti maksud kedatanganku kemari."

Manik ruby sang Duke menyala menatap Linden penuh sorot amarah. Lucas baru saja memberikan buah tangan kepada Pemimpin para Penyihir itu sebuah tekanan kecil dari kekuatannya. Bahkan kedua tangan Lucas masih tetap di tempat, menopang tubuh tak berdaya gadisnya.

Linden tak terlalu terkejut. Ia mengetahui hal ini akan terjadi karena telah merepotkan sang Castiello berpuluh-puluh tahun yang harus mencari keberadaan mereka, sebagai akibat perjanjian yang dilakukan Pemimpin sebelumnya agar Asmodia memberikan perlindungan pada kaum Penyihir.

Namun, karena ia adalah seorang pengecut berharga diri tinggi. Linden memilih memboyong sisa kaumnya untuk bersembunyi di negeri para Naga, mengabaikan seruan Lucas yang saat itu sebenarnya telah mengesampingkan rasa sakitnya dan berusaha menempatkan juga mengemban tugasnya sebagai seorang Pemimpin Kaum. Sekaligus menepati janjinya dengan Pemimpin terdahulu.

Ia cukup beruntung karena hanya mendapat pukulan kecil ini. Beruntungnya sang Castiello tidak menebas leher atau mencongkel matanya, ini sebuah bentuk kemurahan hati sang Kegelapan.

"Baik, saya mengerti. Reyn persiapkan upacara pembatalan segel dan panggil Kaelyn."

Linden telah bangkit dan menepuk debu di pakaiannya, serta mengusap sedikit cairan kental merah di sudut bibirnya. Wanita berambut sebahu dengan raut pasi dan gemetar itu mengangguk dan segera berlari secepat mungkin melakukan instruksi sang Kakak.

Sebuah usapan pelan menginterupsi Lucas. Eve tengah tersenyum tipis, tangannya tengah mengusap rahang sang Duke mencoba memberikan isyarat untuk tetap tenang.

Manik ruby itu perlahan tak lagi berkilauan penuh amarah, bergantikan sorot penuh kelembutan serta seulas senyum yang membuat Linden terdiam.

Wow, apa ini? Seekor hewan buas baru saja dijinakkan?

Mengagumkan!

Linden berdeham sebentar sebelum akhirnya mengulas senyum penuh keramah tamahannya lagi, "Silahkan kita harus cepat Nona akan kehabisan waktu."

Pria berambut panjang itu membimbing Lucas untuk berjalan memisahkan diri dari rombongan.

"Kau, wanita ular ikut kemari," titah sang Duke sebelum mulai berjalan mengikuti Linden. Tak ingin hangus menjadi debu, Medusa mengekor melakukan perintah yang diberikan si pria bermata saga menyebalkan. Bagaimana pun Iblis berkepala tulang itu tetaplah pasangan dari sang Nona, sehingga perintahnya juga perintah Eve.

Desa Penyihir hanyalah desa sederhana yang memiliki pemandangan menakjubkan. Rumah-rumah mereka tidak semewah atau semegah rumah seorang Baron[1], tidak juga berwarna-warni layaknya bangunan yang ada di Wroclaw[2]. Benar-benar sederhana tanpa warna, hanya bebatuan saja yang ditumpuk dan diberikan sebuah pintu. Meskipun begitu desa ini memiliki pemandangan yang indah, sekelilingnya ditumbuhi pepohonan. Jangan lupakan sebuah danau yang memiliki air berwarna kehijauan, begitu jernih terbentang. Bahkan ikan-ikan yang berlarian dapat dilihat dengan mata telanjang.

Namun tempat yang dituju Linden beserta tamunya adalah sebuah gua di bagian paling sudut desa. Di sana terletak beberapa obor disetiap dinding batunya. Dua orang wanita mengenakan jubah berwarna hitam telah berdiri di setiap lingkaran bersimbolkan sebuah lambang pentagram[3].

Lucas meletakan tubuh Eve berbaring di tengah-tengah tepat dimana lambang pentagram itu berada, kemudian mengambil langkah untuk menjauh dan berdiri di sisi gua. Linden sendiri menempatkan dirinya di satu ruang kosong dan upacara pembatalan segel kutukan, dimulai.

1. Salah satu tingkatan gelar bangsawan yang terletak di bawah Viscount

2. Wilayah yang terletak di bagian barat Polandia, terkenal karena bangunan kotanya yang berwarna-warni.

3. Pentagram adalah sebuah lambang berbentuk bintang berujung lancip lima yang digambar dengan lima garis lurus.

avataravatar
Next chapter