webnovel

Harapan

Sepertinya AC di ruang ini bermasalah lagi. Bajuku mulai basah kuyup dialiri keringat yang asik mengikuti alur pori-poriku.

"Duh, benar-benar apes hariku" Gadis 24 tahun berkulit putih di sampingku menatapku kemudian tersenyum mendengar gumamanku.

"Lembur lagi Mba?" Aku hanya mengangguk menjawab tanyanya tanpa sedikitpun berpaling dari laptopku.

"Kata orang-orang pak Denis itu pemilih lho Mba" lanjutnya.

"Hanya yang dianggap berkualitas yang bisa berlama-lama dekat dengannya"

"Kalau Ena-enaan lama-lama sih enak Cin, nah ini, melototin PC 24 jam perhari, apa ga loncat keluar nih mata" Cintya tergelak mendengar umpatanku.

"Jadi Mba mau ya, berminat kalau diajak Ena-enaan sama pak Denis? masih bujang lho"

"Najis mugoladoh dah, empet gue denger napasnya aja"

"Empet atau empetan dong dah ga tahan nih"

"Apaan sih lu Cin? Norak, ga nyambung"

Sumpah ni anak kalo aku ga butuh keahliannya ngedit gambar sudah aku kasih kopi sianida campur disinfektan deh.

"Emang buat kapan sih Mba ni laporannya? perasaan launching produk ni baru mau rilis 2 bulan lagi deh kata pak Setyo..."

"Buat makan siang bosmu kali, dia kan cemilan nya grafik, tabel dan kurva, nah menu utama nya proposal dan surat kontrak, makanya eek nya, mas kuning 24 karat"

"iikh...Mba jorok, lagi gini ngomongin gituan"

"Emang lu lagi makan ya?"

"Engga tapi kan aku jadi ilfil ntar kalau mas Reno ngasih aku cincin lagi"

e busyeet ni anak otaknya terbuat dari campuran apa sih? kok jadi nyambung ke situ?

"Nih dah selesai Mba, aku transfer ke laptop mu ya" Aku mengangguk sambil tersenyum. Cintya memang selalu bisa aku andalkan untuk urusan begini.

" Aku makan siang dulu ya Mba, mas Reno dah misscall terus nih"

"Iya, makasih ya, bilang Reno kali-kali ngasih hadiahnya mobil gitu jangan batu akik mulu, ntar bisa-bisa kamu buka counter perhiasan"

"Hahahaha....Mba bisa aja, bilang bebeb Mba, makannya lain kali mie instan aja jangan tender proyek mulu" Cintya lari secepat kilat melihat tatapan kesal mataku. Asem nih anak dah mulai berani ngelawan. Xixixixi, ga apalah daripada si manusia tak berhati, berotak robot itu. Denger namanya aja dah enek. CEO muda terganteng, hueeeeek apaan? tuh hoax.

Semua derita ini berawal dari ulah pak Setyo, atasanku langsung yang merekomendasikan aku sebagai salah satu anggota tim di proyek launching produk baru. Awalnya ini kuanggap kesempatan emas buat jenjang karirku dan takdirku. hehehe. Tapi sepertinya takdir tak selucu Kadir Srimulat. Aku terjebak dalam siklus bos dan bawahan. Setiap hari ada saja titah sang prabu yang mewajibkan aku pulang diluar kebiasaan..

Tuuuut.....

"Mba Kayla, ditunggu di ruangan pak Denis sekarang" sekretaris bersuara seksi itu sudah memberi tanda agar aku siap tempur.

Kulangkahkan kaki menuju lift khusus direksi. Selang beberapa saat pintu lift terbuka dan membawa semilir harum segar bunga crysan. Lantai ini hanya terdiri ruang rapat, dapur, ruang sekretaris dan tentu saja ruang sang Prabu. Wajah oriental, dengan rambut dicepol, riasan ala Korea style yang lagi hit dengan setelan blazer casual warna pastel jadi satu-satunya pemandangan yang menentramkan. Sisanya kekakuan dan otoriter yang tak berprikemanusiaan.

"Eh mba Kayla sudah datang, langsung masuk mba, sudah ditunggu, saya istirahat dulu ya" Aku mengangguk sambil tersenyum. Jam makan siang yang akan terlewatkan lagi. Kuketuk perlahan pintu yang sedikit terbuka itu.

"Masuk Kay....." hmmm, kalau saja aku tak tahu siapa si empunya suara semerdu Justin Timberlake itu, mungkin jantung ku sudah melonjak.

"Ini hasil revisinya pak" amplop merah marun itu berpindah tangan. Lelaki itu sebenarnya amat kharismatik. Garis wajahnya tegas menampakkan kejantanannya. Rambutnya yang hitam dengan sorot mata tajam namun meneduhkan sangat menambah pesona nya.

o...tidaaaak. kenapa aku jadi melantur begini?

"Sepertinya lebih berfaedah kamu lahap makanan di meja bar itu Kay, ketimbang kau cicipi wajah imut ku"

whaaatss???? omongan apa itu? Heloo manusia narsis, kamu pikir yang punya tampang ganteng cuma kamu?

Itu cuma teriakan di kepala ku saja ya, jangan harap aku punya keberanian untuk mengungkapkannya. Gaji di tempat ini taruhannya. Bagaimana aku bisa menghidupi Bunda dan 2 adik kecilku kalau aku ditendang dari perusahaan sekelas tempat ini? Alih-alih berdebat, aku ikuti saja sarannya, masih butuh sekitar 5 sampai 10 menit buat sang Prabu menganalisis hasil revisiku. Lagipula cacing di perutku sudah demo sejak tadi pagi.

Aku memang bukan orang yang suka sarapan pagi, tapi hari ini segelas kopi susu saja tak sempat ku sentuh gara-gara aku bangun kesiangan. Dan ya, kamu betul itu ulah sang Prabu tadi malam yang memaksa aku mengumpulkan data kuisioner hasil sampel test produk yang sedang aku tangani. Paham sekarang kenapa aku begitu membencinya? Sudah hampir seminggu aku lupa bagaimana rasanya empuk kasur spring bed hasil aku nyicil saat masih bekerja di kantor lamaku. Apa memang sebegini malangnya orang-orang kaya yang biasa aku lihat di infotainment? Segila ini mereka bekerja demi koin emas? Aku? ingin sih punya pundi-pundi macam mereka, tapi kalau harus mengorbankan waktuku bersama keluarga, lebih baik aku hidup cukup saja. Cukup punya rumah mewah di kawasan elit, cukup punya kendaraan roda empat plus sopir seganteng Jonathan Prizi, cukup punya deposit tujuh turunan dan cukup angkat telpon buat nambah kekayaan. Hahahaha. .

Kulirik wajah serigala berbulu domba di hadapanku. Masih fokus. Baguslah, semoga tak perlu ada revisi lagi. hmmm, coba kita lihat apa yang dia punya di dapur pribadi nya. Ahaaa,. Brownis Skat yang lagi hit dan yang lagi pengen banget aku cicipi. Kebetulan yang menyenangkan. Belum disentuh dan masih hangat. Apa dia belum makan juga? Pantas saja tubuhnya tak segempal pak Setyo, kue selezat ini saja ga disentuh nya. Kuambil satu piece sambil berpikir dalam keraguan. Makan jangan ya? sopan ga ya? aah...bodo amat, kan dia bilang tadi aku harus melahap makanan di sini daripada memandang wajahnya. hap...hap....hap.....

satu persatu potongan kue itu meluncur diantara usus 12 jariku. sedaaaap.

"Sudah cukup energimu sekarang?"

uhuuukkk ...uhuuuk...

Aku tersedak. Dan mencari botol minum untuk melancarkan tenggorokanku. Sudah berapa lama dia berdiri di hadapan ku? Bawahan macam apa aku ini yang asik mengunyah cemilan atasannya sementara pemilik nya sibuk menilai hasil kerjanya. Sebotol air mineral dan map merah marun disodorkan nya.

"Lumayan...." apa? Lumayan? itu lebih dari setengah otakku yang kau peras tahu?

"Pastikan berkas ini sampai ke tangan pak Setyo dan bilang padanya kamu nanti jadi pendamping nya di gala diner bersama Tabitha"

Aku menatap nya tak percaya.

"Maksud bapak saya ikut perjamuan itu?"

"Apa harus aku pake undangan resmi? kamu kan cuma mau meninjau dan membangun chemistry dengan calon brand ambassador kita Kay. Jangan berharap di istimewa kan, ni saja sudah lebih dari cukup kemurahan hatiku" Songong ya ni anak. Umur paling beda 2 tahun sama aku, cuma nasib doang yang membedakan. Apa ga ada materi sopan santun ya di sekolah nya?

"Bukan begitu, pak. Justru saya jadi merasa tidak enak hati, itu perjamuankan buat para direksi dan pejabat penting lainnya. Saya cuma kebetulan di percaya jadi kepala proyek ini" Aku berusaha berujar sebijak dan selembut mungkin.

"Makanya, dandan yang sepantasnya yang menampilkan dan mewakili ke profesionalan perusahaan kita, paham?" Ada penekanan ada kalimatnya. Aku hanya mengangguk sambil berusaha tersenyum.

"Jam 7 malam pastikan sudah di tempat atau mundur dari proyek ini kalau kamu tak punya keberanian" Aku cuma bisa menggigit bibirku dan berusaha tersenyum semanis mungkin. Kedua tangan ku mengepal menahan emosi yang kian meningkat.

Baru tiga langkah dia berjalan, tiba-tiba badannya membalik dan hampir menabrakku yang mengikuti nya di belakang.

"Satu lagi, cari cara agar kebiasaan mu makan tidak membuat klien kita ilfil dan menganggap perusahaan ku tak menggaji cukup karyawan nya buat beli makan pokoknya, oke?"

Jemari itu mengusap lembut sudut bibirku.

Deeg....

Jam berhenti sepersekian detik.

"Masih belum puas mengagumi ketampanan ku?"

byaaaar.....

Buyar sudah lamunan ku. Aku gelagapan, menyeka sudut bibirku, lalu mengambil tempat tisu dan menyerahkannya dengan rasa malu yang amat sangat.

"Maaf pak, kuenya sangat enak, sampai ga sadar sudah habis beberapa potong" Aku tertunduk tak mampu menatap nya.

"Beberapa potong? Sepertinya yang tersisa hanya 2 piece, yakin tadi kamu datang sendiri ke ruangan ku?"

Ya Tuhan, mau di taruh dimana muka ku?

"Anu,,,,pak,,, maaf saya tidak sempat sarapan tadi , jadiiii...."

"Jam 7 malam jangan buat saya kehilangan tender ini Kay" Dia berlalu meninggalkan seulas senyum yang sedikit aneh dan tak biasa.

Aku merutuki ketololanku. Aduh, bagaimana ini? Kesan yang buruk baru saja aku ciptakan. Kupukul beberapa kali mulutku. Aduh, kenapa juga dia menyimpan kue selezat itu? mana ada kucing menolak asin? Kue seharum dan seenak itu kan mubazir di tolak. Tapi tadi itu apa ya? Dia hapus sisa makanan di bibirku? Kok tangannya lembut dan mengalirkan aliran listrik gitu ya? Kemana Mr Denis sang Prabu yang angkuh? Dan senyum itu? Apa dia mengejekku? menghina kebutaan ku soal etika? wooy, kamu yang ijinkan aku makan tadi eh bukan kamu perintah aku makan. Memangnya aku bakal milih lihat wajah dinginmu ketimbang makanan. Sorry, perutku lebih berharga dibanding harus jadi katarak lihat senyum palsu mu. senyum.....pal.....ah...itu tadi apa ya?

Senyum yang tidak biasa. Persis seperti senyum Reno ketika Cintya merajuk minta es krim. Mirip senyum Tanteku waktu Beth pertama kali jalan. Senyum itu.....

"Kenapa masih bengong di situ? mau ikut tidur siang denganku Kay?"

Astaga suara di belakang ku yang kupastikan milik sang Prabu Denis Galang Radika menghentak ku dan membuat ku segera berlalu tanpa berani menoleh.

"Permisi, pak . Selamat siang!"

Ku harap ini kesialan ku yang terakhir.