6 Sedikit Curiga

"Sayang, kamu beneran nggak tahu anaknya Pak Krisna itu cowok atau cewek?"

"Aku nggak tahu apa-apa, Sayang," jawab Elvina. "Emangnya, cowok atau cewek?"

Agha pun segera menjawab, "Cowok."

Seketika rasa ingin tahu Elvina, Alin, maupun Wira bergejolak dan semakin penasaran dengan sosok anak kandung Krisna Sanjaya sebenarnya.

"Selama ini dia belajar di luar negeri beneran?" tanya Wira yang langsung ingat dengan salah satu rumor terpopuler di kantor.

"Pak Krisna tadi nggak ngomong apa pun soal itu, tapi dia bilang kalau anaknya udah belajar lumayan banyak soal bisnis penerbitan buku."

Biarpun masih samar-samar, penjelasan Agha berhasil membuat tiga orang yang duduk bersamanya semakin antusias.

"Namanya siapa, Gha?" tanya Wira. "Jangan bilang kalau namanya juga kayak yang selama ini jadi gosip di kantor."

Sambil memandang Wira, Agha mengangguk pelan, kemudian berkata, "Iya, ternyata namanya emang Sagara. Nama anaknya Pak Krisna ternyata beneran Sagara."

Situasinya mendadak hening. Agha benar-benar membikin semua orang syok.

Merasa butuh memastikan bahwa temannya tidak sedang bercanda, Wira sekali lagi bertanya soal apa yang baru saja dia dengar dan jawaban Agha pun sama. Agha menegaskan bahwa dirinya tidak bicara dusta.

Detik berikutnya, Alin tampak bertepuk tangan dengan tempo pelan sambil mengatakan, "Wah, inilah kenapa orang-orang bilang kalau gosip adalah fakta yang tertunda. Pada akhirnya, apa yang kita dengar dan bicarakan selama ini, ternyata bukan sekedar rumor ngawur, tapi memang bagian dari kisah nyata."

"Rasanya kayak lagi baca cerita bikinan penulisnya Elvina, tapi tokohnya tiba-tiba muncul ke dunia nyata. Wow! Keren!"

Agha tersenyum melihat reaksi Wira dan Alin, tapi senyumannya memudar saat melihat ekspresi Elvina. Alih-alih terkejut, perempuan itu lebih bisa dibilang tampak gelisah, seolah baru saja mendengar sesuatu yang tidak diharapkan.

"Kenapa, Sayang? Ada apa?" Agha pun bertanya sambil menyentuh bahu kekasihnya.

Elvina terlihat agak kaget hanya gara-gara sentuhan ringan Agha, tapi kemudian buru-buru tersenyum untuk menyembunyikan perasaan tidak nyamannya.

"Nggak ada apa-apa, Sayang," tutur Elvina. "Aku cuma beneran nggak menyangka kalau anaknya Pak Krisna, tuh, ternyata mungkin emang kayak yang kita gosipin selama ini. Hehehe...."

Tak hanya Agha, Wira dan Alin pun sadar kalau Elvina tampak aneh karena bersikap canggung di depan mereka.

"Nggak menyangka juga kalau ternyata nama anaknya Pak Krisna sama kayak salah satu mantan pacar kamu, ya?"

Pertanyaan Wira sungguh mengerikan dan membuat Alin kembali menunjukkan ekspresi terkejut luar biasa. Alin bahkan lebih dramatis kali ini karena tampak menutup mulutnya yang menganga dengan dengan kedua telapak tangannya.

"Seriusan, Vin?" tanya Alin dengan suara lirih sambil mencondongkan tubuhnya ke Elvina.

"Kalau bener kayak begitu, sekarang jadi lebih masuk akal, nih," imbuh Alin. "Soal Pak Krisna yang masih berharap kamu bisa jadi menantunya."

"Eh, kalian apa-apaan, sih? Aku cuma...."

Elvina tak meneruskan kalimatnya karena ponsel yang dia letakkan di atas meja bergetar. Mata Elvina jelas langsung tertuju pada layar gawai miliknya tersebut. Rupanya, dia ditelepon ibunya.

"Sorry, ya...," kata Elvina sebelum mengangkat panggilan telepon ibunya. "Halo, Bu. Iya, ini udah pulang kantor tapi masih makan sama temen-temen."

Elvina tidak beranjak dari kursinya saat menerima telepon dari sang ibu. Tidak seperti ketika bersama orang lain, Elvina memang merasa tidak perlu menyingkir saat harus mengangkat telepon dari teman atau keluarganya.

Elvina nyaman saya berkomunikasi dengan keluarganya di depan Wira dan lainnya, begitu pun sebaliknya. Dia baru akan melipir ke tempat lain jika suasana di sekitar mereka terlalu berisik sehingga sulit baginya untuk mendengar suara si penelepon.

"Ini di warung bebek kremes, Bu.... Iya, ceritanya ini sekalian lagi syukurannya Mas Agha...."

Mata Wira dan Alin memicing saat mendengar cara Elvina menyebut nama Agha saat berbicara dengan ibunya.

"Mas Agha?" Wira lagi-lagi melemparkan tatapan penuh tanda tanya kepada Agha.

"Wah, aneh banget dengar Agha dipanggil 'mas' sama Elvina," komentar Alin dengan suara pelan. "Kalian beneran sesuatu banget, ya."

Di antara mereka berempat, Elvina adalah editor termuda. Usianya baru akan menginjak 26 tahun, lebih muda empat tahun dari Agha. Wira seumuran dengan Agha, tapi dia lahir dua bulan lebih cepat, sedangkan Alin lebih tua satu tahun dari Elvina.

Walau begitu, empat orang ini sepakat tidak menggunakan atribut apa pun untuk memanggil satu sama lain. Sederhananya, Elvina tak pernah memakai 'mas', 'mbak', atau 'kak' saat menyebut nama Agha, Wira, dan Elvina. Tiga orang yang lebih tua, juga tidak menambahkan 'dik' di depan nama Elvina.

Itulah kenapa setelah perkara panggilan sayang tadi, saat ini Wira dan Alin juga merasa janggal mendengar Elvina membubuhkan kata 'mas' di depan nama Agha saat berbicara dengan ibunya.

"Sssttt...," Agha menyuruh teman-temannya diam dengan meletakkan jari telunjuk kiri di depan mulutnya.

"Nggak usah komentar-komentar terus. Aku ke kasir dulu. Kalau ibunya udah telepon, itu artinya kita harus cepet pergi dari sini," ujar Agha yang kemudian beranjak dari kursi dan berjalan menuju kasir.

***

"Saya sudah sejak lama ingin dia mulai belajar memimpin perusahaan, tapi dia terus saja mengatakan tidak siap. Padahal menurut saya, dia sudah belajar banyak soal bisnis penerbitan buku."

Siang tadi, Agha pun sempat kaget saat Pak Krisna entah kenapa bicara soal anaknya. Setelah sekian tahun cuma bisa menerka-nerka, dia akhirnya tahu bahwa sang bos memiliki anak lelaki yang merupakan pewaris tunggal Sagara Group.

"Dewan direksi dan lainnya sudah memberikan persetujuan. Jadi, dalam waktu dekat, dia bakal dilantik sebagai CEO untuk perusahaan ini," ungkap Krisna.

"Maaf, Pak Agha umurnya berapa tahun, ya?" tanya Krisna kemudian.

"Saya sudah 30 tahun, Pak," jawab Krisna yang dalam hati bertanya-tanya untuk apa sang bos bertanya soal umurnya.

Jawaban Agha membuat Krisna tersenyum lebar. "Nah, cocok! Anak saya lebih muda dua tahun dari Pak Agha, tapi bisa lah, ya, dianggap seumuran saja."

"Saya harap Pak Agha bisa berhubungan baik dengan anak saya. Dia punya banyak ide aneh tapi menarik di kepalanya. Gara mungkin akan sedikit menyusahkan Pak Agha, tapi semoga Pak Agha dan semua orang di sini bisa maklum."

'Gara? Jadi, namanya Gara?' batin Agha. Dia baru sekali ini mendengar Pak Krisna menyebut nama anaknya.

Krisna tampaknya menyadari sedikit perubahan mimik pada raut wajah Agha. "Oh, saya belum pernah bilang, ya? Sagara. Anak saya namanya Sagara. Seperti yang kalian duga selama ini, kan?"

Perkataan Krisna membuat Agha merasa bagaikan tukang gosip yang harus menahan malu karena ketahuan sering membicarakan orang lain di belakang. Memang bukan hal aneh jika sang bos bisa mengetahui gosip-gosip yang beredar di kantor, tapi tetap saja Agha merasa situasinya jadi super canggung.

"Maaf, Pak. Kami tidak seharusnya seenaknya membicarakan kehidupan keluarga Pak Krisna."

Permintaan maaf Agha disambut tawa oleh Krisna. "Nggak masalah, Pak Agha. Itu hal wajar, jadi saya bisa maklum. Hahaha...."

Tidak lama setelah itu, asisten pribadi Krisna mengetuk pintu ruangan Agha. Begitu dipersilakan masuk, sang asisten segera mendekati bosnya dan mengatakan bahwa sudah waktunya Krisna pergi untuk agenda berikutnya.

Agha pikir, setelah Krisna beranjak dari sofa, pria tersebut bakal langsung keluar dari ruangannya, tapi ternyata tidak. Bukannya pamit, Krisna malah membuka obrolan baru.

"Pak Agha dekat sama Elvina, ya?"

avataravatar
Next chapter