2 Kenapa Harus Jadi Rahasia?

"Kamu berdosa banget, Vin! Bisa-bisanya dua tahun lebih kamu membohongi semua orang di kantor ini, terutama aku," kata Alin kepada Elvina dengan tatapan menghakimi.

"Kita udah sahabatan tiga tahun, sejak hari pertama aku kerja di sini. Tahun lalu kita bahkan beli gelang persahabatan bareng. Kirain kita ini udah sahabat sejati banget, tapi ternyata cuma aku yang merasa begitu."

Elvina tertawa ringan menanggapi protes Alin, salah satu teman dekatnya di kantor. Alin adalah editor fiksi remaja dan dia kerap menunjukkan sikap yang menunjukkan betapa dirinya menyukai romantisme khas anak sekolahan—setidaknya versi dia saat masih ABG dulu.

Lihat saja bagaimana perempuan berambut pendek sebahu ini bersikeras mengajak Elvina membeli gelang persahabatan. Alasannya sungguh picisan. Dia ingin seperti kebanyakan karakter dalam novel remaja yang biasanya punya aksesori serupa dengan sahabat mereka.

Tak cuma gelang, Alin dan Elvina bahkan punya dua pasang sepatu kembar yang juga disebut-sebut sebagai tanda persahabatan mereka. Keduanya pun kerap mengenakan baju dengan warna senada.

Tentu saja, itu semua ide Alin. Walau begitu, lama-lama Elvina terbiasa juga dan membiarkan orang-orang menyebut dirinya dan Alin sebagai pasangan kembar beda rahim.

"Kamu curiga aku bakal ngomong ke semua orang tentang hubungan kalian, ya? Ya, ampun, Vin. Walau hobi gibah sana-sini, aku nggak akan sampai hati bikin kamu sama Agha kena masalah, Vin."

Elvina kembali dibuat tertawa dengan ekspresi kesal sahabatnya, apalagi setelah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Alin.

"Empat bulan lalu, kamu janji semacam itu sama Wira. Kamu bilang nggak bakal nyebarin curhatan dia soal ibu muda yang menawarkan diri jadi sugar mommy, tapi nggak sampai seminggu kemudian, orang sekantor udah tahu semua."

Omongan Elvina bikin Alin seketika kicep. Apa yang barusan dibeberkan Elvina adalah fakta. Pada suatu pagi, entah bagaimana Alin bertindak ceroboh saat Elvina mengeluh soal betapa banyak naskah bertema sugar daddy yang masuk ke email redaksi.

Sebenarnya wajar bagi Elvina untuk mengeluhkan hal semacam itu. Sebagai editor fiksi dewasa, menyeleksi naskah yang masuk sering kali terasa melelahkan, terlebih jika temanya cenderung seragam.

Kebetulan, hari itu Elvina merasa jenuh setelah membaca 10 sinopsis novel dari penulis pemula yang berharap karyanya bisa diterbitkan Sagara Pustaka. Semua berkisah tentang lika-liku asmara pria tampan dan mapan dengan label 'sugar daddy' dalam menemukan cinta sejati dari seorang perempuan yang awalnya hanyalah berstatus sugar babby bagi mereka.

Nah, Alin tanpa sadar mempertanyakan mengapa tidak ada naskah yang mengangkat kisah sugar mommy. Sebab, nyatanya ada pula fenomena seperti itu. Buktinya adalah apa yang dialami Wira, salah satu editor fiksi di Sagara Pustaka juga.

Sialnya, kala itu Alin dan Elvina tidak hanya duduk berdua di ruang santai kantor. Ada Amanda yang juga sedang bersama mereka. Gosip tentang Wira yang ternyata diam-diam mempunyai sugar mommy pun tersebar begitu saja tanpa bisa terkendali.

"Bahkan setelah empat bulan berlalu, orang-orang masih yakin banget kalau aku beneran jadi simpenannya mami-mami. Setiap kali ada orangtua penulis yang datang dan penampilannya rada glamor, orang mikirnya langsung ke arah sana. Makasih, lho, Lin."

Sambil tetap mencoba fokus memeriksa beberapa ilustrasi buku anak yang jadi tanggung jawabnya, Wira akhirnya angkat bicara. Sebagai korban, dia merasa berhak menyampaikan kekesalannya.

Wira sendiri merupakan editor fiksi anak. Lingkup kerjanya bukan hanya menangani buku anak yang dibuat penulis dewasa, melainkan juga karya penulis yang memang masih anak-anak.

Mengingat usia mereka yang masih begitu belia, tentu saja sangat wajar jika penulis anak mendapatkan pendampingan khusus. Bukan hanya dari Wira yang notabene merupakan editor mereka, melainkan juga orangtua si penulis itu sendiri.

Para orangtua biasanya sangat bersemangat saat mengantarkan anak mereka ke kantor penerbit, misalnya untuk membahas kontrak eksklusif. Dianggap sebagai orang yang sangat berjasa dalam karier penulis cilik, Wira kemudian sering mendapatkan perlakuan istimewa dari para orangtua.

Biarpun Wira selalu berkata bahwa dirinya tidak bisa menerima hadiah dalam bentuk apa pun karena tak ingin dinilai menyalahgunakan profesi, tetap saja dia adalah primadona di kalangan orang tua.

Elvina telah bekerja sekitar empat tahun di Sagara Pustaka dan dia sudah empat kali juga melihat betapa meja kerja Wira selalu dipenuhi hadiah beraneka rupa di hari ulang tahun seniornya itu.

Elvina juga sering sekali mendengar para orangtua, terutama ibu-ibu, mengatakan kepada Wira, "Nak Wira, kalau ada apa-apa atau butuh sesuatu, bilang saja sama saya. Jangan malu-malu. Khusus untuk Nak Wira, apa pun yang diminta, saya usahakan bisa."

Bukankah rangkaian kalimat semacam itu sangat mengundang jiwa gosip setiap insan yang mendengarnya di kantor? Di sisi lain, sikap ramah Wira juga rentan memicu salah paham. Padahal, dia hanya berusaha bersikap profesional sebagai editor fiksi anak.

"Emang udah paling bener kamu nggak bilang ke siapa pun soal hubunganmu sama Agha. Ya, walaupun kalian berdua selama ini tetep mencurigakan banget, sih," ujar Wira sembari menulis catatan khusus pada bagian ilustrasi yang menurutnya kurang sesuai untuk sasaran pembaca anak.

Meja di ruang editor ditata dengan sistem kubikel. Walau dipisahkan sekat-sekat yang lumayan tinggi, bukan berarti orang-orang tidak bisa bekerja sambil mengobrol, apalagi jika posisinya berdekatan seperti Elvina, Alin, dan Wira.

Elvina memang duduk bersebelahan dengan Alin, sedang Wira ada di meja yang berhadapan dengan Elvina. Sebelumnya, Agha menempati meja di depan Alin, tapi dia sekarang sudah punya ruangan sendiri. Ingat, kan? Agha sudah naik jabatan jadi pemimpin redaksi.

"Pas awal jadian, tuh, sebenarnya aku nggak merasa butuh merahasiakan ini dari siapa pun, sih. Aturan perusahaan, kan, intinya cuma nggak boleh nikah sama temen sekantor karena dianggap bisa memengaruhi kinerja dan profesionalitas. Berarti, kalau baru pacaran, nggak masalah, dong. Iya, kan?"

"Nah, iya, Vin! Di kantor kita banyak yang terang-terangan pacaran, kok. Kenapa kalian harus main rahasia-rahasiaan?" tanya Alin tak sabar.

Pertanyaan Alin adalah sesuatu yang mungkin ingin diketahui hampir semua karyawan Sagara Pustaka. Kenapa Agha dan Elvina memilih merahasiakan hubungan asmara mereka? Padahal, keduanya juga tidak mungkin bakal dipecat cuma karena ketahuan berpacaran.

"Ada dua alasan. Pertama, hubungan yang dirahasiakan itu konon terasa lebih seru dan mendebarkan," ungkap Elvina.

"Ternyata emang iya, lho. Seru banget pura-pura cuma sahabatan di depan orang sekantor, padahal aslinya hobi sayang-sayangan di belakang," imbuh Elvina sambil senyum-senyum ambigu.

Alin tampak menahan jengah setelah mendengar ucapan Elvina dengan memutar bola matanya malas. Wira juga akhirnya merasa tak bisa fokus pada pekerjaannya lagi karena merasa terganggu dengan alasan yang dilontarkan Elvina.

"Kayak begini, nih, efeknya kalau kebanyakan baca naskah cerita romansa kantor," gumam Wira.

Walau pelan, Elvina masih bisa mendengar komentar Wira, tapi bersikap masa bodoh. Dia malah lebih penasaran dengan reaksi Alin dan Wira terhadap apa yang ingin dia katakan selanjutnya.

"Kedua, kami pacaran diam-diam karena Agha malas ditagih pajak jadian."

Elvina secara bergantian memandang wajah Alin dan Wira sambil tersenyum. Dua orang itu jelas tampak tak habis pikir dengan informasi yang baru saja mereka dengar.

"Sialan, Agha pelit banget," kata Wira kesal. "Malam ini berarti kita harus makan enak dan mahal. Judulnya jangan pajak jadian, tapi syukuran naik jabatan."

"Setuju!" sambut Alin dengan semangat membara.

avataravatar
Next chapter