9 Selingkuh??

Pria dengan tampilan rumahannya itu tampak memfokuskan mata ke layar laptop di pangkuannya. Meneliti berderet-deret angka sembari memperhitungkan perbandingan untung-rugi. Suasana yang terasa ramai dengan banyak perbincangan yang memasuki telinganya, sekalipun tak membuat ia terganggu. Bertemankan secangkir kopi dan sepotong kue red velvet cukup membuatnya berkonsentrasi. Banyak sekali pasang mata kaum hawa yang menatapnya dengan penuh pengharapan untuk setidaknya mendapatkan tatapan balasan. Sayang, pria itu begitu cuek dengan sekitar.

"Maaf Boss, mengganggu."

Sebuah suara terdengar di dekatnya. Fokusnya terhenti dan memaksa kan kepala untuk menoleh ke sumber suara. Seorang wanita dengan senyum lebar menjadi target pandangnya. Wanita berseragam putih dengan rambut berkuncir ekor kuda itu terlihat sedikit gerogi dengan gerakan menggoyang-goyangkan tubuhnya pelan.

"Kenapa Lis, mau minta cuti?"

Pertanyaan itu membuat sang wanita menghela nafas. Mata teduh yang sekilas menatapnya itu kini kembali terfokus ke kegiatan awal. Wanita itu pun mengerucutkan bibirnya sampai suara tawa cekikikan membuatnya mengedarkan pandangan. Nampaknya suara tawa mengejek itu berasal dari empat orang wanita dengan pakaian modis yang terlihat mahal itu. Sial, nyali wanita bernama Lisa itu kini seakan jatuh berkeping-keping karena tampilan yang nampak kontras sekali dengan keempat wanita itu. Ia yang hanyalah seorang asisten koki tak mungkin bisa menarik perhatian boss nya itu.

"Tidak, aku hanya ingin memberi sedikit hadiah untuk boss," jawab wanita itu sembari meletakkan bungkusan kotak dengan pita bunga yang menghiasi.

Sejujurnya pria itu sedikit terganggu, konsentrasinya seketika buyar. Tapi menegur pegawainya itu di depan para pelanggannya yang begitu ramai hingga hampir seluruh meja telah terisi di cafenya itu tak mungkin untuk di lakukannya.

Melihat jam tangannya untuk melihat tanggal, besok ulang tahunnya, kenapa wanita itu memberi kado sekarang? Ia rasa semua pegawainya mengetahui itu, karena setiap ulang tahunnya pria itu selalu mentraktir mereka dengan uang tambahan untuk berbelanja sesuka hati.

"Besok ulang tahun ku, kenapa memberi kado sekarang?"

"Karena besok aku cuti, seminggu yang lalu kan aku sudah mengajukannya padamu," jawab wanita itu dengan rasa penuh kecewa. Nampaknya sinyal cinta yang diberikan pada boss nya itu sama sekali tak ditangkap. Padahal ia selalu berusaha nampak memberikan perhatian penuh, tapi kenapa itu sama sekali tak bekerja.

"Oh iya, maaf aku lupa!"

"Tak apa, semoga kau menyukai hadiah ku," ucap wanita itu sembari menaruh kotak di dekapnya ke atas meja.

"Terimakasih."

"Sama-sama."

Wanita itu pun pergi menuju ke dapur cafe tempat asalnya. Seperti tidak ada sedikit pun harapan untuk menggaet pria yang bahkan mengucapkan terimakasih tanpa balas menatapnya. Ia bukannya bermimpi terlalu tinggi untuk mendapatkan orang kaya, tapi hatinya ini begitu miris sekali saat debarannya malah semakin keras terasa untuk boss dinginnya itu.

Sedikit lelah karena pekerjaanya, pria yang sempat berbaring di sofa ruang kerjanya itu terbangun karena dering ponselnya. Mengucek mata untuk sedikit memfokuskan pandangannya, akhirnya pria itu terbangun dan menggapai ponsel yang diletakkan di meja.

Mata teduh itu seketika berbinar dengan senyum tipis terukir. Pesan masuk dengan menampilkan foto pria mungil yang memakai apron merah mudanya dengan kue yang dilengkapi lilin angka dua empat.

"Merayakan bersama."

Pesan lanjutan itu seketika membuat terbangun dari duduknya. Membereskan barang-barangnya dan segera meluncur ke tempat tujuan. Matanya melihat jam di lengannya yang menunjukkan pukul dua belas kurang seperempat. Perjalanan dari cafenya ke tempat pria itu lumayan dekat. Ya, ia sering kali menginap di cafenya itu meski hanya menidurkan tubuhnya di sofa yang tak terlalu besar tapi cukup untuk memuat tubuh jangkunnya. Hari yang semakin larut membuat jalanan sedikit lenggang memacu ia untuk terus menambah kecepatan.

Setelah sampai di apartement pria mungilnya itu, ia segera memasuki lift dan berjalan cepat kearah pintu yang dituju. Mengetuknya pelan hingga pintu terbuka menampilkan wajah yang terlihat menguap lebar. Matanya terlihat memerah tapi sedikitpun senyum miliknya tak luntur.

"Selamat ulang tahun, Aii...!"

Kalimat pertama yang terdengar ditelinganya itu seketika membuat pria yang dipanggil 'Aii' langsung memeluk erat tubuh harum itu. Bibirnya mengecupi pundak yang terbuka karena kaos yang digunakan terlalu besar dan meninggalkan bekas kemerahan.

"Bagaimana? Masih aku kan yang mengucapkan selamat ulang tahun paling awal?"

Pertanyaan pria mungil itu langsung dijawab nya dengan anggukan antusias.

"Hmm... Aku tak pernah bosan untuk keantusiasan ku mendengar ucapan selamat darimu di setiap tahunnya."

"Benarkah? Kalau begitu mari ku tunjukkan hadiah ulang tahun mu."

Lengan kecil itu menarik tamu istimewanya untuk memasuki ruangan. Pintu seketika tertutup akibat dorongan tubuh mungil kearahnya. Tanpa ragu pria bermata teduh itu menyambut ciuman manis yang lebih dulu memulainya. Mereka berciuman mulai panas dengan rangkulan yang semakin erat. Tubuh mungil itu nampak terangkat karena pria yang lebih besar itu menggendongnya. Membawa tubuh dalam gendongannya itu kearah kamar tanpa sedikitpun berniat mengurangi ritme ciuman mereka.

Melemparkan tubuh mungil itu ke ranjang empuk dan mulai menindihnya. Mata teduh yang semula nampak berbinar itu berubah menggelap, ia begitu bernafsu sekarang. Ia mulai kembali mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir yang terlihat mengkilap itu, tapi sebuah tangan menahannya di dada.

"Hei- heiiii... Kenapa kau malah mengungkungku di bawah tubuhmu seperti ini?" protes pria mungil yang kini sibuk mengacak rambut pria diatasnya itu. Ia begitu menyukai raut teduh dengan kombinasi rambut berantakan seperti pria jangkun ini.

"Memang mau apa lagi? Bukannya setiap tahun kita selalu melakukannya? Apa kau lupa saat aku menghampiri mu ke New York hanya untuk seks denganmu?" jawab pria di atas itu sambil secara tiba-tiba menyerang leher pria di bawah kendalinya itu. Mengecup, menjilat, dan menggigit dengan keras ia berusaha membuat maha karya di leher putih itu.

"Eungghh... Jangan meninggalkan jejak," cegah pria di bawah itu dengan menjambak rambut pria yang menindihnya. Baru disadarinya rambut itu sedikit memanjang sejak terakhir kali pertemuan mereka.

"Kenapa? Takut pacarmu marah?" tanya pria yang mendominasi itu sembari terus melanjutkan aksinya.

"Itu salah satunya, tapi hari ini aku ingin ulang tahunmu sedikit berbeda."

Pria jangkun itu sedikit tertarik, wajahnya yang semula menyerang leher putih pria mungil itu kini terangkat.

"Apa? Aku tak ingin hal yang macam-macam, cukup dengan kau menyerahkan lubangmu saja aku sudah sangat senang."

Dengan wajah bersemu merah pria mungil itu mencubit pipi pria di atasnya.

"Tidak aku ingin memberi hadiah yang beda dari sebelumnya," jawaban itu sedikit mengingatkan pria bermata teduh itu dengan pegawainya tadi siang, Lisa memberikan sebuah kado yang kini tercampakkan sendiri di ruang kerjanya.

"Apa?"

"Liburan, kau mau?"

Pertanyaan itu membuat pria jangkun itu suka cita, dengan gemas ia mengecupi pipi pria di bawahnya itu.

"Jelas aku mau. Aku bahagia sekali hari ini. Oh ya, kue ku mana, aku belum tiup lilin."

Secara tiba-tiba pria yang menindih tubuh mungil itu beranjak tangannya menarik tubuh dibawahnya tadi.

"Dasar anak kecil, kau begitu mudah dibujuk."

"Tak masalah, karena hanya kau yang sanggup melakukan itu pada ku, Rian Fahreza."

avataravatar
Next chapter