4 Mengaku teman

"Hei, kau mau rokok?" Tawar Nathan setelah berhasil meniupkan asap ke udara. Ia merasa bosan, lebih dari lima belas menit dan mereka hanya duduk bersisihan tanpa sepatah katapun. Ajakan Max untuk memisahkan diri dari perbincangan canggung para orang tua nyatanya sama sekali tak membantu. Nathan masih saja merasa bosan.

          

"Kau perokok?"

Pertanyaan itu sepertinya hanya sekedar basa-basi, tapi Nathan tetap menyahuti sesopan mungkin.

           

"Ya... Tapi di saat-saat tertentu saja," ucap Nathan dengan sedikit pun tak ada niatan untuk mengalihkan tatapan membalas pria di sampingnya itu.

            

"Memangnya sekarang saat yang seperti apa hingga membuat kau merokok?"

            

"Ehmm.... Kau tak suka ada yang merokok di sampingmu? Ya, kalau begitu akan ku matikan," ucap Devan seperti menilik ketidaksukaan Max pada perilakunya saat ini.

"Lanjutkan saja. Tapi aku penasaran, apa nikmatnya batang kecil yang kau hisap itu?"

Ucapan itu seketika membuat Nathan terbatuk, asap rokok itu seperti menyumbat dadanya, bahkan matanya sampai memerah. Batang kecil? Kenapa Nathan memikirkan 'Batang' yang lain?

Pikiran Nathan tak sepenuhnya salah, tatapan tajam Max lah yang membuat ia seakan digiring kearah lain. Mata itu seakan menelanjanginya, meneliti setiap jengkal tubuhnya dan berakhir dengan seringai meremehkan. Nathan pun segera membuang muka dan meneguk ludah kasar. Nathan yakin pria menyebalkan itu sedang menertawai kebodohannya.

"Sebenarnya aku tidak terlalu sering. Merokok, hanya kebiasaan dari SMA saja," balas Nathan setelah berhasil meredakan pikiran kotornya. Sesekali ia akan menghisap rokok dengan aroma mentol dan menghembuskannya perlahan.

Tapi mengingat hal kotor seperti itu memang selalu mengingatkannya dengan Rian, lenguhan dan rintihan kesakitan saat ia menghajar lubang kecil itu dengan kasar. Bokong bulat yang akan memerah kala ia meremasnya gemas. Ahhh... Nanti malam sudah Nathan putuskan untuk merealisasikan imajinasinya itu.

"Melihat kolam renang, rasanya ingin sedikit merelaksasi badan. Hari minggu pagi rasanya akan sangat pas jika aku berkunjung lagi. Kita tanding siapa yang lebih jantan."

Perbincangan canggung di gazebo dengan menatap tenangnya kolam renang di malam hari itu nyatanya membuat Nathan sampai tak bisa terlelap barang sedetikpun. Pikirannya pun mulai menjalar ke hal-hal yang sama sekali tak pernah terbayangkan sebelumnya. Mempunyai pacar memang baru pertama kali dan ia langsung dengan seorang pria. Tapi Nathan juga tak bodoh dengan mengartikan tatapan Max yang tajam itu. Persis seperti Rian yang dulu mengejar-ngejarnya. Semua hanya perkiraannya. Tapi satu hal yang pasti, kenapa sekarang Nathan merasa tubuhnya panas?

Satu-satunya cara membuat hari minggu itu tak terlalu canggung adalah dengan mengundang keempat kawannya. Ya, lagipula mereka sudah lama tak berkumpul semenjak peristiwa di klub malam waktu itu. Nathan sangat bersyukur saat semua kawannya menyanggupi undangannya.

"Wow! Aku sangat tak menyangka bisa memasuki rumahnya Pak Boss!" Canda Tommy sembari pura-pura menyeka air mata.

"Kau menyindirku atau bagaimana, sih?" jawab Nathan sambil menoyor kepala Tommy. Ini memang kali pertama keempat kawannya itu berkunjung ke rumahnya bahkan semenjak mereka SMA dulu. Orangtua Nathan memang sangat membatasi pergaulannya. Mereka selalu menganggap kawan-kawan Nathan itu adalah anak berandal. Tapi tak bisa dipungkiri dengan kebenarannya, di sisi yang positif mereka adalah kawan yang menyenangkan dan tipe yang setia.

"Rumornya keluarga Adikusuma ini sangat kaya raya. Kau anak tunggal lagi, Nath! Bilang padaku kalau harta warisan mu nanti tak habis-habis. Sebagai kawan yang baik, aku siap bantu untuk menghabiskannya. Hahaa..." timpal Aki sambil merebahkan tubuhnya di ranjang kebesaran Nathan.

Sedangkan Ilham, Tommy, dan Galang sudah berpencar untuk menjelajahi kamar Nathan. Ia merasa geli saat kawan-kawannya itu terlihat begitu kampungan meski kenyataannya mereka juga orang yang cukup berada. Nathan menganggap itu hanyalah sebuah kekonyolan mereka saja.

"Kolam renang, asik nih!" seru Tommy sambil menaik turunkan alis kanannya. Seolah saling memahami, mereka pun kompak melecuti pakaian hingga menyisakan celana pendek dalaman. Berlari menuruni tangga secepatnya seolah sedang berlomba. Menatap beningnya air kolam membuat mereka serentak meloncat. Menyelam pada kubangan air jernih, sejenak membuat mereka menggigil karena hari masih pagi. Tommy yang anaknya memang jail, menyipratkan-nyipratkan air sampai semua menjadi heboh ikut membalas.

"Gila! Rasanya seperti ini saja sudah sangat menyenangkan. Sekarang baru menyesal karena dulu menuruti orangtua untuk menjadi remaja pendiam dan hanya berteman buku," seru Nathan membuat yang lain sejenak terdiam.

"Kenapa mendengar mu memancing haru membuat ku malah jijik ya, Nath? Hiks... Kau sih, Nath... Kalau aku menangis tersedu, bagaimana?" celetukan Tommy memang selalu bisa mengembalikan suasana. Nathan kembali tersenyum dan mengikuti kawan lain yang sudah berenang sesuka hatinya. Abaikan sikap mesum yang sudah mendarah daging itu. Nyatanya dari kawan lain, Nathan dari dulu memang paling dekat dengan Tommy.

Setelah cukup lama berendam, Nathan pun berinisiatif untuk menyiapkan sarapan untuk kawan-kawannya. Ia naik dan menyunggar rambut basahnya kebelakang. Nathan melangkah sembari sedikit membenahi celana pendeknya yang terangkat dan menjiplak pas bagian privasinya, tanpa tau tatapan mata tajam yang sekalipun tak berniat untuk mengalihkan perhatian lain.

"Aku bahkan baru datang tapi kau terlihat sudah basah dengan hanya selapis celana pendek, tak menungguku?"

Suara berat itu membuat Nathan mengangkat pandangannya. Tubuh tinggi kekar dengan balutan kaos hitam pendek dan celana selutut itu membuat Nathan nampak begitu kontras jika harus di bandingkan dengannya.

"Tuan Max mencari anda tuan. Saya permisi untuk menyiapkan minum," sela wanita paruh baya yang biasa di panggil Nathan, Bik Sum dengan nada sopannya.

"Oh, sekalian siapkan sarapan untuk kawan-kawanku, bik. Terimakasih."

Wanita paruh baya itu pun menunduk hormat dan menyisakan kedua pria berhadapan itu dengan keadaan canggung.

"Tuan Max silahkan duduk dulu. Saya akan ganti pakaian sebentar."

Tanpa menunggu sahutan, Nathan langsung berlari ke lantai atas tempat kamarnya berada. Membilas tubuhnya sekilas dan langsung mengambil pakaian sekenanya.

"Kenapa ganti pakaian? Nggak lanjut lagi, renangnya?" tanya Galang saat berpapasan dengan Nathan di ujung bawah tangga. Kawannya itu tampak mengenakan bath robes dan langsung melangkah kearah kolam renang.

"Kalau masalah makanan paling cepet ya, kalian," sindir Nathan sembari mengulas senyum tipis. Saat ini ia sudah kembali mendekat dan berkumpul dengan kawan-kawannya.

"Hehe... Karena Max kita jadi meninggalkan mu," balas Aki sambil melahap sandwich di tangannya.

"Kalian sudah kenalan?"

"Ya, lah! Keterlaluan sekali, kau ninggalin kawan masa kecil mu sendiri di ruang tamu," celetuk Tommy sambil menepuk bahu kekar Max beberapa kali.

Hari mulai sore, satu per satu kawannya pun mulai pergi hingga menyisakan dirinya dan Max yang untuk kesekian kalinya dalam keadaan canggung. Pria itu nampak tak ada tanda-tanda untuk mengundurkan diri malah semakin terlihat menyamankan diri dengan bersandar di tumpukan bantal. Matanya masih saja terfokus pada ponsel. Ya, Mereka hanya berdua di kamar pribadinya. Di atas ranjang yang sama, berdua!

Nathan amat kesal sekarang, rencana untuk menghabiskan waktu dengan kekasihnya lagi-lagi gagal. Belum lagi keadaan yang begitu senyap membuatnya sungkan untuk memberikan pergerakan yang berlebihan. Dan bisa ditebak, mata sendu Nathan akhirnya menutup perlahan tanpa tau seintens apa mata tajam itu beralih untuk mengawasinya.

avataravatar
Next chapter