69 Teman-teman Baru

Percakapan ringan yang terjadi siang itu tidaklah penting. Bulan masih merasakan deburan ombak yang saling mengejar tiap kali secara sengaja ataupun tidak, saat pandangan mata mereka bertemu..Dhimas sangat pandai membawa diri walau tetap dengan nuansa militer yang kental. Berbanding terbalik dengan Bagaskara, yang cenderung pendiam dan dingin walau ia tetap mengikuti arah setiap perbincangan mereka. Hanya urun komentar sebentar..atau sesekali ikut menimpali pendapat Dhimas. Dan Bulan terlambat menyadari bahwa kenyataan di balik itu.. gerbang antara mereka berdua telah terbuka.

Setuju untuk menjalin pertemanan dengan kedua pria tamu nya..Bulan sedikit merasa kecewa atas pengkhianatan oleh hatinya sendiri. Tidak seperti biasanya.. degup jantungnya tidak bisa berkompromi. Ini menyiksanya hampir 1 jam lamanya. Sampai ketika Dhimas dan Bagaskara minta izin pulang.

Dalam hati, Bulan meragukan hasratnya untuk ingin mengenal lebih jauh salah satu pria teman barunya. Ia berusaha menekan keinginannya itu yang sempat ia yakini hanya sebatas kekaguman atas kilau cahaya sesaat. Bukankah saat melihat barang baru yang indah, mata kita akan mudah silap. Kekaguman sesaat yang biasanya akan memudar oleh berjalannya waktu? Walau sama sekali tidak yakin sepenuhnya, Bulan tau..hari-hari berikutnya..akan sedikit mengganggu.

Ting..ponsel nya berbunyi, tanda pesan singkat masuk.

Dhany 💌, " Sayang, apa kau sudah makan siang?"

Bulan 💌, " Hai..Belum."

Dhany 💌, " Aq sedang keluar bersama teman kantorku. Sepertinya tidak bisa makan siang bersama mu."

Bulan 💌, " its ok. Aq akan makan siang di sekitar sini saja."

Dhany 💌, " Well then.. aq pergi dulu ya."

Bulan 💌, " Enjoy your time."

Bulan menghela nafasnya. Mungkin ia memang harus membiasakan sendirian di sini. Yaah..aq harus menjelajahi kota ini sendiri. Di pusat keramaian kota nya saja. Lagi pula ini kota kecil. Bulan memutuskan untuk hanya berjalan kaki menelusuri jalan, berharap menemukan tempat makan yang nyaman untuknya siang ini.

Matahari bersinar terik. Bulan sudah cukup kelelahan, tidak menyadari telah berjalan cukup jauh dari yang ia perkirakan sebelumnya. Dan pikirannya sudah mulai ke mana-mana, antara memikirkan schedule boutique nya yang sebentar lagi harus dicek ulang keseluruhan sediaan barang, penyesuaian diri nya pada kota baru nya, hati nya yang ia sadari tidak menjaga kesetiaannya lagi, dan tentu saja rasa laparnya yang makin melilit.

Kaget setengah mati saat tiba-tiba sebuah sepeda motor melaju di sebelahnya, dekat sekali. Dan Bulan langsung terhenyak saat menyadari bahwa pengendara sepeda motor itu menarik tas selempangnya dan memutusnya..

Di bawah rasa keterkejutannya, Bulan ikut tertarik, terhuyung jatuh tanpa sempat berteriak. Namun beberapa pejalan kaki yang tidak jauh darinya lah yang kemudian berteriak-teriak meminta bantuan. Ada yang mulai berkerumun membantu Bulan yang terjatuh, dan ada pula yang mecari bantuan keamanan. Saat itu Bulan masih shock. Ia merasakan telapak tangan dan sikunya terluka. Dan sepertinya kakinya terkilir. Namun ia sempat melihat ada beberapa pengendara sepeda motor yang mengejar pelaku penjambretan pada Bulan. Bulan dibawa masuk ke sebuah pelataran toko terdekat, pemiliknya berbaik hati memberikannya segelas air teh hangat untuk menenangkannya. Beberapa orang masih berkerumun mengitari Bulan yang bersimbah keringat dingin. Setelah beberapa tegukan teh hangat nya, ia pun mulai memperhatikan, tidak ada cedera parah. Hanya lecet dan terkilir saja. Namun tas nya, selain dompet dan ponselnya, tidak ada barang berharga lainnya. Oh, ya ampun..kenapa aq ceroboh sekali.

Pemilik toko, " Nona, tinggal di mana? Sebaiknya kami antarkan nona ke kantor polisi untuk melakukan pelaporan."

"Apa di dalam tas nona ada barang-barang berharga? Sebaiknya segera diurus saja."

Tiba-tiba dari arah luar toko terdengar beberapa suara sepeda motor dan mobil yang diparkir. Ada 2 orang polisi yang berjalan masuk. " Selamat siang, kami mendapat laporan terjadinya penjambretan." Salah seorang polisi menanyakan kepada kerumunan. " Betul, Pak. Pelakunya menggunakan sepeda motor, 2 orang laki-laki. Nona ini korbannya." Pemilik toko menjawab dan diamini yang lain. Kedua polisi itu mendekati Bulan yang masih duduk dan sedikit pucat. " Nona, saat ini para pelakunya telah kami amankan di kantor. Tadi kebetulan beberapa petugas berpakaian preman sedang melewati TKP (Tempat Kejadian Perkara), dan langsung mengejar para tersangka. Nona kami harap ikut kami ke kantor sekarang. Apa Nona terluka?" Kedua polisi memeriksa kondisi Bulan. Namun selain wajah pucat yang diakibatkan shock dan luka-luka kecilnya, Bulan terlihat baik-baik saja. " Saya tidak apa-apa, Pak. Hanya kaki saya.. sepertinya terkilir sedikit." Bulan berusaha menggerakkan kakinya dan mengerang menahan nyeri.

Tiba-tiba seorang pria menyeruak masuk. " Akbar, nona ini teman q. Biar aq yang membawanya ke kantor." Bulan menoleh dan mendapati Bagaskara mendekati kemudian memeriksa kondisi nya. "Apa kau bisa berjalan, Bulan?"

"Ya..aq kira aq bisa berjalan pelan-pelan." Bulan mengangguk.

Bagaskara memegangi tubuh Bulan, membantunya untuk berdiri. Kemudian memapahnya pelan-pelan menuju mobil. Kedua polisi itu meminta keterangan dari beberapa pejalan kaki yang menjadi saksi atas penjambretan yang dialami Bulan. Beberapa dari mereka bersedia untuk dijadikan saksi dalam kejadian ini untuk pembuatan laporan polisi. Karena sepertinya ke dua pelaku memang sudah menjadi target oprasi polisi, sudah beberapa kali melakukan tindak kejahatan, namun baru kali ini tertangkap. Semua pihak yang diminta menjadi saksi pun sangat bersemangat dan kooperatif.

Bagaskara membantu Bulan masuk ke dalam mobil SUV hitam miliknya. Setelah memastikan Bulan duduk dengan aman dan nyaman, ia pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor polisi terdekat yang kebetulan hanya terletak beberapa blok dari TKP.

Beberapa kali melirik Bulan karena khawatir. " Aq baik-baik saja. Hanya lecet-lecet dan terkilir sedikit." Bulan menunjukkan lecet di telapak tangan dan siku nya.

" Kamu mau ke mana? Berjalan kaki sendirian." Bagaskara menatap mata Bulan sesaat sambil tetap melajukan kendaraannya.

"Hmm..aq berniat makan siang..belum mendapatkan tempat yang cocok." Bulan menjelaskan.

" Kenapa berjalan sendirian?" Bagaskara mengulang pertanyaan nya lagi.

" Lalu aq harus mengajak siapa? Lagi pula aq ingin berkeliling, melihat-lihat sekeliling. Aq baru saja pindah ke sini, belum tau banyak." Bulan sedikit merasa aneh pada Bagaskara..apa salahnya jika aq berjalan sendiri?

" Jika ingin berjalan sendiri, perhatikan penampilan mu." Bagaskara melanjutkan. " Kau sudah cukup menarik perhatian tanpa tas mahal dan high heels mu. Jika ingin berjalan-jalan sendirian di sini, pakailah baju biasa, tas biasa, dan sandal yang biasa-biasa saja."

" What?..oh..right then..jadi semua ini terjadi karena penampilan q? Aq pikir outer blazer putih dan celana jean biru q ini cukup sopan. Tas q juga biasa saja. Dan mengenai sepatu q, apa masalahnya jika aq memakai wedges putih favorit q? Sekedar informasi, sepatu ini namanya wedges." Bulan sedikit kesal karena dikomentari soal fashionnya. Dan saat ini mobil mereka memasuki parkiran kantor polisi. Cukup besar. Bagaskara segera menemukan tempat parkirnya, dan menghentikan mobilnya. " Bulan..apa kau tidak menyadari, kau sangat berbeda dengan orang kebanyakan di sini. Walau menurutmu penampilanmu biasa-biasa saja, tetapi bukan itu yang q maksud. Bahkan hanya melihat sekilas saja, orang-orang akan bersedia mengulang pandangan mereka padamu lagi dan lagi. Apa kau mengerti maksud q?" Bagaskara keluar mobil dan membantu Bulan keluar dari mobil. "Lain kali..jangan bepergian seorang diri, Bulan. Jika tidak ada yang menemanimu, kau bisa hubungi aq. Selama aq sedang lepas dinas, aq usahakan bisa.." Bagaskara terdiam sesaat. " Pokoknya jangan bepergian seorang diri. Apa kau mengerti?"

Bulan terdiam..kemudian mengangguk. Ia merasa heran atas perilaku Bagaskara terhadapnya. Namun ada rasa senang yang menghinggapi hatinya mendapati kenyataan bahwa Bagaskara mempedulikannya.

avataravatar
Next chapter