3 Semua kenangan dari masa lalu

Pagi ini seperti yang sudah direncanakan, Minho datang ke toko bunga untuk menjemput Hwa. Pria itu tak langsung masuk ke dalam, melainkan mengintip melalui jendela. Netranya merekam semua keindahan dari balik kaca bening itu, gadis cantik dengan rambut sebahu yang terurai, dikelilingi oleh bunga-bunga indah menambah kecantikannya. Tanpa sadar sebuah senyum menghiasi wajah Minho.

Setelah merasa cukup melihat gadisnya dari luar, pria yang kini memakai kaus putih dengan luaran jas berwarna hitam itu masuk ke dalam toko. Mendengar dering bell tanda pintu terbuka, Hwa mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan mendapati Minho berdiri di sana.

"Apa aku datang terlalu cepat?" tanya Minho.

"Tidak, aku sudah selesai merangkai kedua bouquet nya, lihatlah… indah bukan? Yongbok dan Seunghoon pasti suka." Hwa menunjukkan kedua bouquet yang telah selesai dirangkai. Minho mengangguk tanda setuju sambil tersenyum.

"Kalau begitu, ayo pergi," ajak Minho.

Hwa merapikan kembali beberapa peralatan yang telah dia pakai. Setelah memastikan bahwa tokonya telah terkunci, gadis itu segera menghampiri Minho yang tengah menunggunya di mobil.

"Sudah lama sekali aku tidak naik mobil," ucap Hwa tatkala telah duduk dan memakai safety belt.

"Masih agak takut?" tanya Minho sedikit khawatir.

"Tidak mengapa, aku percaya padamu. Tolong bawa mobilnya dengan hati-hati." Hwa tersenyum pada Minho.

Setelah memastikan Hwa duduk dengan nyaman, Minho mulai menjalankan mobilnya. Perjalanan kali ini memakan waktu kurang lebih satu jam untuk sampai ke makam kedua teman mereka.

Dalam perjalanan Minho melihat Hwa terus gelisah dan tidak tenang. Terkadang gadis itu berusaha terlihat baik-baik saja dengan melihat keluar jendela, tapi terlihat jelas bahwa gadis itu sedang gelisah dan cemas tatkala dia meremas kedua tangannya.

Minho mengambil satu tangan Hwa, lalu menggenggamnya, "Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja. Aku berjanji kita akan sampai dengan selamat." ucap Minho dengan pandangan lurus kedepan fokus pada jalan.

Setelah melalui perjalanan selama satu jam, mereka sampai di sebuah pemakaman dimana kedua teman mereka dimakamkan. Hwa turun dengan membawa bouquet bunga hydrangea, sedangkan Minho dengan bouquet bunga matahari.

Pertama mereka pergi ke makam Yongbok. Minho meletakkan bouquet bunga matahari kesukaan Yongbok di atas makamnya.

"Aku merindukanmu. Tolong maafkan aku karena tidak bisa menyelamatkanmu. Maaf Yongbok-aa…" ucap Minho lirih.

"Yongbok-aa… aku yakin kamu pasti baik-baik saja di atas sana, tapi tidak denganku… aku merindukan brownies dan cookies buatanmu. Aku akan menepati janjiku padamu, bahwa aku akan hidup dengan baik." kata Hwa sambil menatap nisan teman dekatnya itu.

Setelah selesai dari makam Yongbok, keduanya pergi menuju makam Seunghoon. Hwa meletakkan bouquet bunga kesukaan Seunghoon di atas makamnya.

"Seunghoon-aa… sekarang sudah tidak sakit lagi kan? Aku berharap kamu bisa menemukan kebahagiaan di atas sana… akhir-akhir ini aku hidup dengan baik dan menemukan seseorang yang mirip denganmu… aku merindukanmu." Hwa berucap lirih sambil mengusap nisan sahabat masa kecilnya.

Di belakangnya Minho menunggu gadis itu selesai. Hwa menghampiri Minho yang tengah mengulurkan tangan padanya. Tak perlu menunggu lama tangan itu kini telah digenggam erat oleh Hwa.

Sebelum pulang mereka memutuskan untuk pergi ke pantai sambil menunggu matahari terbenam. Hwa duduk di atas pasir lembut dan menghadap ke arah laut. Gadis itu memejamkan matanya menikmati angin yang menerpa wajahnya. Begitu pula dengan Minho, pria itu kini tengah memejamkan kedua matanya dan menikmati deburan suara ombak yang mengisi kekosongan di antara mereka.

Hwa membuka kedua matanya, menatap ke arah Minho yang masih terpejam sembari menikmati terpaan angin. Gadis itu tersenyum, tatapannya tak bisa lepas dari pria di sampingnya itu. Sampai akhirnya Minho membuka matanya dan berbalik menatap Hwa dengan tatapan yang lembut diikuti senyuman tipis di wajahnya.

"Seunghoon," Hwa membuka pembicaraan, "dia adalah teman semasa kecilku, dia memiliki mata yang indah sama sepertimu, dan terkadang suka menjahiliku," lanjutnya.

"Dahulu, aku berpikir akan bisa melewati hari-hari yang indah bersamanya. Namun, sayangnya Seunghoon di diagnosa terkena penyakit leukemia. Saat itu kami masih duduk di kelas dua SMP. Wajahnya yang selalu tegas dan sikapnya seolah tak peduli padaku, padahal aku tau bahwa dia sangat peduli padaku," tutur Hwa.

"Perlahan aku melihat dia mulai melemah dan wajahnya berubah menjadi pucat. Dia mulai tak masuk sekolah dan dirawat di rumah sakit. Setiap pulang sekolah aku selalu pergi kerumah sakit untuk melihatnya dan membawakan bungeoppang untuknya. Sampai hari itu tiba, dimana saat aku datang ke ruangan tempat Seunghoon dirawat, aku tak lagi menemukannya. Sahabatku itu telah pergi untuk selamanya. Bagiku itu adalah perpisahan pertama kali yang kurasakan. Setelah itu aku mulai takut untuk berteman, bukan karena tidak ingin, tapi karena aku takut akan kehilangan lagi." Hwa menceritakan tentang Seunghoon pada Minho, dan pria itu dengan tatapan lembut terus menyimak semua kisah Hwa.

"Apa aku semirip itu dengannya?" Minho bertanya penasaran.

"Matanya mirip denganmu, dan beberapa sifatnya juga mirip denganmu. Tapi, bagiku kamu dan Seunghoon punya tempat masing-masing dalam hatiku. Kamu adalah Lee Minho, orang yang menggenggam tanganku sekarang disaat aku merasa cemas, dan orang yang berhasil merengkuhku disaat aku hampir menyerah pada kehidupan. Kamu ada dimasa sekarang dan menemaniku saat ini. Sedangkan Seunghoon adalah bagian dari masa laluku yang indah. Kali ini aku tak ingin kehilanganmu, seperti dulu saat aku kehilangan Seunghoon." tutur Hwa.

Minho tersenyum puas mendengar penuturan Hwa. Sama seperti Hwa, bagi Minho gadis itu juga punya tempat tersendiri di hatinya. Tempat dimana dia selalu merasa nyaman saat bersama Hwa. Minho pun sama, tak ingin kehilangan Hwa.

"Apa kesalahpahaman antara kamu dan Chris oppa belum selesai?" Sekarang giliran Hwa yang bertanya.

"Entahlah, bukankah kamu tau sifat Chris? Aku tak bisa berbuat banyak," jawab Minho.

"Aku harap hubungan kalian segera membaik seperti dulu," kata Hwa.

Hwa mendekat kearah Minho dan masuk ke dalam pelukannya. Gadis itu menaruh kepalanya pada bahu Minho. Mereka menikmati sisa hari ini, semburat kemerahan yang indah di langit sisa dari kepergian sang mentari. Sebelum akhirnya semua hilang ditutupi kegelapan malam.

Namun, malam tak selamanya gelap bukan? Ada malam yang indah bertabur bintang dan terangnya rembulan yang menyinari dalam gelap. Semuanya tergantung bagaimana cara kita melihatnya.

Minho mengantarkan Hwa pulang ke rumah, walaupun masih ada perasaan cemas saat mengendarai mobil, tapi Hwa sudah bisa mengatasinya. Hwa melambaikan tangan pada Minho dan menunggu hingga mobil yang dikendarai pria itu hilang.

Hwa membuka tuas pintu rumahnya, dan kini yang tersisa hanyalah keheningan. Saat Hwa masuk ke dalamnya rasa sepi mulai menyelimutinya lagi, dingin dan gelap di ruangan yang seharusnya terasa hangat.

avataravatar
Next chapter