webnovel

2. Berjanjilah

Bagaikan daun gugur yang jatuh dan tak bisa naik ke atas dahan lagi.

Keesokan paginya, tubuhku mengalami pemberontakan, mungkin karena terlalu lama di infus dan akhirnya jantungku pun melemah.

Roh Dhifa kembali berjalan menuju koridor yang sepi yang dingin.

Aku sendirian benar benar terasa sendiri walau hanya rohku, namun hati ku tersiksa. Aku rindu ibu, aku rindu ayah, aku rindu kakak, dan aku sangat rindu melaksanakan kewajiban di setiap panggilan yang menyerukan nama-Mu, ya Rabb.

"Sudah 1 bulan, 30 hari, 720 jam dan 43.200 detik. Gadis ayah yang cantik, kapan kamu sadar nak. " ucap ayah.

Ayah kini nampaknya mulai putus asa, matanya meredup dan secercah harapan pun tak nampak lagi. Lalu suara adzan berkumandang, denyut jantungku mulai berdetak, rohku kembali ke tubuhku namun sayang saat mencoba bangkit. Lagi lagi tubuh itu masih terbaring.

Diluar koridor kamar. Seorang pemuda sudah lalu lalang. Kemeja berwarna Army dengan kaos putih didalamnya dan celana jeans hitam serta sneaker hitam converse. Nampaknya pemuda itu bermaksud menjenguk, namun masih ragu.

Ayah dan ibu Dhifa keluar dari kamarnya, mereka pulang untuk berganti baju.

Kahfi, pemuda itu tersenyum kepada kedua orang tua Dhifa. Lalu ia berdiri didepan pintu kamar Dhifa. Melihat dari balik celah kaca pintu.

"Itu anak yang semalem bukan sih?" Ragu Kahfi. Sembari kembali mengingat yang ia sempat lihat.

Orang tua Kahfi adalah salah satu orang penting di rumah sakit tempat Dhifa dirawat. Kahfi yang memang sering berkunjung kerumah sakit, sedang mengecek beberapa biodata pasien yang berada diatas meja ayahnya. Ia lalu pergi menuju kamar Dhifa, setelah melihat jelas biodata Dhifa dan terpampang nyata sebuah kartu tanda pengenal yang berasal dari sekolah menampakkan wajah Dhifa disana.

Saat sedang asyik memperhatikan, sang perawat datang dengan membawa Infus.

"Kahf? Ngapain?" Tanya suster Dian.

Kahfi yang terkejut akan kedatangan suster Dian, sampai kebingungan mau menjawab apa.

"Temen kamu? Masuk aja, nggak apa-apa. Bareng saya kok. " ajak Dian, yang tau bahwa Kahfi agak tertutup dengan teman wanita.

Kahfi mengangguk seakan menerima ajakan Dian, Kahfi memang belum pernah mendekati seorang gadis, ia lebih mementingkan bagaimana menjaga jarak dengan seorang anak perempuan. Ia takpernah pacaran, ia tak pernah berteman dekat dengan gadis, dan baru kali ini ia penasaran dengan Dhifa.

"Kahf? Suster tunggu didepan ya. "

Sementara Dian menunggu didepan, Kahfi pun mencurahkan kegelisahan hatinya.

"Oke, aku nggak kenal kamu. Aku nggak tau siapa kamu. Tapi aku harap, kamu cepet sadar. "

Dhifa yang masih dengan roh dan tubuh yang terpisah, memperhatikan setiap perkataan pemuda didepannya ini. "Ini cowok yang semalem bukan sih?"

"Berjanjilah, untuk sadar secepat mungkin. Dan semoga kamu, selalu dalam lindungan Allah subhanahu wa ta'ala. " ucap Kahfi.

"Aamiin..." ujar Dhifa yang kini tersenyum.

Kahfi kemudian pergi meninggalkan kamar Dhifa.

Dhifa berbaring diatas tubuhnya. Menatap langit-langit kamar rumah sakit. Sembari mencoba melantunkan surah-surah pendek.

Disisi lain, Kahfi pergi menuju kantin. Ia membeli makan siang lalu duduk sejenak. Ditemani ponsel dan jaringan seluler yang sangat kencang. Kahfi sedang membuka sosial media. Ia sedang melihat beranda laman instagramnya. Dan melihat beberapa insta story yang muncul dideretan terdepan. Ia lalu menemukan sebuah foto beberapa gadis SMA yang duduk di lapangan, dengan baju olahrga dan botol minum disampingnya. Kahfi baru menyadari bahwa diantara gadis-gadis SMA itu ada perempuan yang baru saja ia jenguk. Setelah ia melewati beberapa snapgram, ia kembali mengeser beberapa insta story yang sudah ia lihat. Dan benar.

Di foto itu, ada Dhifa dengan rambut yang di kuncir satu yang duduk diapit beberapa temannya.

"Kami merindukanmu Dhiiii ❤️" tulisan pengguna akun @Rebecca_17 didalam sebuah instastory miliknya.

Kahfi mulai penasaran dan mengetuk mention-an didalam akun tersebut.

Next chapter