3 Pertemuan

TUUUUT!

TERIMA KASIH

Suara mesin berbunyi ketika Rachel meletakan ibu jarinya pada mesin scan absensi yang menggunakan sidik jari. Alat yang digunakan untuk mengabsen kehadiran para pegawai itu disimpan di depan pintu setiap divisi. Setiap pegawai diwajibkan untuk mengisi absen itu disaat mereka datang maupun pulang kantor.

"Rachel!"

Rachel menghela nafas panjang dan kemudian berbalik, menatap malas Cassie yang memanggil nya dengan suara yang cukup kencang. Padahal jarak mereka kali ini tidak lebih dari tiga meter. Bukan apa-apa, ia hanya malas melihat tanggapan orang-orang disekitarnya yang selalu menatap Rachel tajam jika salah satu diantara temannya berbicara kencang atau berisik.

"Let's party babe. Aku tahu kamu stress."

Rachel mendelik malas, "No, thanks." Gadis itu berjalan cepat keluar ruangan dan segera meninggalkan Cassie.

"Rachel!" Cassie buru-buru meletakan ibu jari nya di mesin absensi dan langsung berlari mengejar rekan kerja nya saat mesin itu mengucapkan 'Terima Kasih'.

Rachel masih terus berjalan cepat, mengabaikan suara Cassie yang menggema di sepanjang lorong memanggil namanya.

"Rachel, astaga!" Cassie menyesuaikan langkah nya saat sudah berjalan disebelah gadis itu, "Come on, baby. Aku tahu kamu stres gara-gara dikejar deadline closingan sialan itu."

"Cass, Jaga bicara kamu. Kita masih di kantor." Rachel melirik sekitarnya, takut-takut jika ada senior yang mendengar percakapan mereka.

"Kalau kamu mau party ya sana, party aja sendiri. Aku udah ada janji."

Cassie memutar mata, "Janji sama ranjang tempat tidur maksudnya? Ayolah, Chel. Aku tahu kamu lagi galau. Kamu baru putus dari pacar kamu yang brengsek itu, kan?"

Rachel menghentikan langkahnya, membuat Cassie ikut berhenti juga. Ah, iya. Cassie mengingatkan Rachel akan satu hal. Ia memang baru saja mengakhiri hubungannya dengan seorang pria yang sudah menemaninya selama satu tahun ini. Hubungan mereka berakhir karena pria yang selama ini Rachel percaya kebaikan hatinya kepergok sedang bermesraan dengan wanita lain. Dan yang lebih parahnya lagi kalian tahu apa? Pria itu bilang Rachel mempunyai postur tubuh yang biasa-biasa saja jika dibandingkan dengan wanita yang kini bersamanya.

What the h— Dasar pria brengsek!

Rachel menghela nafas panjang, "Cass, aku lelah. Aku butuh istirahat."

"Aku ga terima penolakan, nona Rachel." Cassie menarik tangan Rachel dan membawanya keluar gedung kantor melalui lobby utama.

.

.

Dan sekarang disini lah Rachel, berakhir di sebuah bar yang cukup terkenal di kota ini yang bernama Shutter. Ia duduk sendirian di salah satu counter bar, memandang malas Cassie yang sedang asyik menari di tengah sana di iringi hentakan musik yang sangat keras.

Bar ini menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman seperti bar pada umumnya. Banyaknya jenis minuman tersebut terkadang membuat kita bingung untuk memilih jenis minuman seperti apa terutama untuk orang yang baru pertama kali mencoba minuman di bar.

Rachel meminum coctail nya dengan tenang sampai seorang pria yang baru saja datang dan menempati kursi kosong di sebelahnya mencuri perhatiannya. Seorang pria dengan paras tampan menyimpan— ah lebih tepatnya membanting ponselnya kasar di atas meja.

Dilihat dari penampilannya, Rachel yakin pria itu seorang pekerja kantoran. Ia terlihat kacau. Lihat saja rambutnya yang berantakan, juga lengan kemeja yang ia gulung sampai siku, belum lagi ekspresi kesal yang ditunjukan pria itu.

"Dre, aku mau yang biasa."

Rachel tebak, sepertinya pria itu sudah sering kesini. Terbukti dengan sang bartender yang mengangguk mengerti ketika mendengar permintaan dari pria itu dan langsung menyiapkan segelas minuman yang Rachel tidak tahu apa saja isinya.

Sang pria melirik Rachel melalui ekor matanya. Merasa diperhatikan, pria itu menoleh pada Rachel, "Ada yang salah, nona?"

"Ah!" Rachel langsung menegakan tubuhnya dan salah tingkah ketika terpergok sedang memperhatikan pria itu, "Maaf."

Rachel kembali mengalihkan pandangannya pada gelas dihadapannya, sambil merutuki kebodohannya karena bisa-bisanya ia terpesona dengan ketampanan pria asing disebelahnya.

Tak lama, Rachel beranjak dari tempat duduk dan berjalan mencari Cassie yang mulai tidak terlihat batang hidungnya. Sudah cukup, ia sudah bosan. Bukankah tadi Cassie mengajaknya berpesta? Tapi malah gadis itu berpesta sendiri.

"Dia baru ya disini?" Sang bartender memberikan minuman yang dipesan nya tadi.

"Iya. Aku juga baru lihat dia." Jawab bartender itu sambil memperhatikan Rachel dari jauh, "Tumben jam segini kamu udah datang, pulang ngantor langsung kesini?"

Yang ditanya hanya mengangguk sambil meneguk minuman nya.

Pria itu melepas name tag kantor yang masih tergantung di leher dan memasukan ke dalam saku kemejanya. Dilihat dari logo perusahaan di name tag yang ia pakai tadi, pria itu satu kantor dengan Rachel. Hanya saja aku tidak melihat jelas ada dibagian mana dia bekerja.

"Kamu kelihatan lebih kacau dari biasanya, Arka. Kenapa?"

Tunggu. Apa dia bilang tadi? Arka? Arka yang mana maksud mu?

Arka yang tambun idola satu kantor itu? Tapi yang ku lihat dia bukanlah pria tambun yang sering dilihat Rachel, kecuali... selama ini Rachel salah mengira?

Lagipula, ada berapa banyak staff yang bernama Arka di perusahaan tempat Rachel bekerja? Tidak mungkin kan Arka yang tambun tiba-tiba menjadi pria sempurna hanya dalam waktu beberapa jam saja?

Arka meneguk minumannya santai, "Semua cewek sama aja. Matrealistis. Brengsek."

BRAK!

Baik Arka maupun sang bartender sedikit terkejut ketika tiba-tiba Rachel kembali ke kursinya sambil membanting tas nya cukup keras.

"Katakan itu buat diri kamu sendiri, tuan." Rachel mendaratkan bokongnya di kursi yang sempat ia duduki sebelumnya, "Kita ga akan jadi brengsek kalau kalian ga brengsek juga."

Terlihat sekali raut wajah Rachel sedikit kesal karena tidak menemukan Cassie dimanapun, terlebih ketika kembali dan mendengar ucapan pria asing di sebelahnya. Apa tadi dia bilang? Semua perempuan brengsek? Lalu mereka apa?

Arka melirik Rachel sekilas, "Oh lihat siapa yang lagi membela kaum nya."

Pria itu tidak mempedulikan gadis yang duduk disebelahnya yang kini menatap tajam kearahnya.

"Terus apa namanya kalau bukan brengsek? Ninggalin orang yang udah berjuang mati-matian buat dia cuma gara-gara ada perempuan yang lebih cantik. Dasar rendahan." Ucapan Rachel berhasil mengalihkan perhatian Arka.

Pria itu menaikan sebelah alisnya, tidak mengerti dengan gadis asing disebelahnya yang tiba-tiba curhat seperti itu.

"Bukan salah kita sebagai laki-laki, harusnya kamu intropeksi diri. Kamu aja yang kurang menarik." Ujar Arka santai, "Lebih rendah lagi kalian yang ninggalin kita karena ga bisa selalu menuhin semua permintaan kalian. Ninggalin kita demi laki-laki kaya meskipun umurnya jauh berbeda. Dasar matre."

Rachel kembali menatap pria di sampingnya dengan tatapan merendahkan, "Asal kamu tahu, tuan. Ga ada yang namanya perempuan matre di dunia ini."

Rachel kembali berdiri dari tempatnya, "Kamu nya aja yang kurang kaya." Gadis itu tersenyum remeh, lalu berjalan meninggalkan counter di iringi delikan tajam dari Arka.

Arka jadi penasaran, sebenarnya siapa gadis itu?

.

.

To be continued

avataravatar
Next chapter