28 Psikopat

Aleandra meronta, dia juga mulai kehabisan napas. Max tidak main-main, dia memang bukan orang yang memiliki belas kasihan pada siapa pun sekalipun tawanannya adalah wanita. Dia bahkan tampak menikmati saat melihat wajah kesakitan Aleandra.

Aleandra berusaha memukul lengan Max, dia tidak menyangka pria itu akan langsung mencekiknya seperti itu tanpa basa basi. Dia harap pria itu bisa diajak bicara dan mau melepaskannya.

"Please, dont kill me," Aleandre berusaha memohon agar Max mau melepaskannya.

Max tidak peduli, gadis itu harus mati dengan perlahan. Max masih mengangkat tubuh Aleandra dan setelah itu, tubuh Aleandra di baringkan di atas meja dengan kasar.

Aleandra berteriak tertahan, sakit. Tubuh bagian belakangnya sakit karena benturan dinding dan sekarang harus membentur meja. Tapi walau sakit, dia tidak bisa melakukan apa pun.

"Apa kau tahu apa kesalahanmu?" tanya Max dengan sinis dan dingin. Cekikan di leher Aleandra sedikit dilonggarkan karena dia memberikan kesempatan pada gadis itu untuk bicara.

"Tolong jangan bunuh aku!" mohon Aleandra lagi.

"Aku tidak akan melepaskanmu dan aku pastikan kau tidak akan mati dengan mudah!"

"Sebenarnya apa yang kau inginkan? Aku benar-benar tidak sengaja berada di bangunan tua itu dan melihat apa yang kau lakukan!"

"Apa hanya itu kesalahan yang kau lakukan?" Max masih tidak melepaskan leher Aleandra. Darahnya terasa mendidih melihat wajah kesakitan Aleandra. Rasanya kurang puas, rasanya ingin mencabik wajah Aleandra saat itu juga untuk memuaskan hatinya.

"Aku tahu seharusnya aku tidak mencuri uangmu tapi aku terpaksa," Aleandra mencoba membela diri. Mungkin saja dia bisa membujuk pria aneh itu tapi sayangnya, dia tidak tahu siapa Maximus Smith. Dia berbeda dengan yang lain, darahnya akan mendidih melihat wajah kesakitan korbannya dan jiwa psikopatnya akan berkobar. Dia tidak segan mengeksekusi lawan di mana pun dia menangkap lawannya dan saat ini, tangannya sudah gatal ingin mencabik wajah Aleandra dengan pisau yang ada di dapur.

"A-Aku hanya mengambil uangmu dan akan aku kembalikan!" ucap Aleandra, kini Max kembali mencekik lehernya.

"Apa kau pikir semua akan selesai setelah kau mengembalikannya?" bentak Max.

"Please, kita bicarakan baik-baik," pinta Aleandra. kedua tangannya masih menahan tangan Max, dia harap Max memiliki sedikit belas kasihan padanya tapi hal itu tidak terjadi bahkan Max semakin mencekiknya dengan kuat dan dia sudah tidak sabar mematahkan leher Aleandra setelah mencabik wajahnya.

"Tidak ada tawar menawar denganku dan kau? Harus mati!"

"Arrgghh!" Aleandra berteriak saat Max kembali mengencangkan cekikannya. Tenaganya terasa habis, bahkan bola matanya sudah terangkat ke atas dan dia semakin kesulitan bernapas.

Maximus tidak menunjukkan belas kasihan sama sekali, dia bahkan tertawa dengan keras melihat wajah kesakitan Aleandra. Aleandra berusaha memberontak dan memukul lengan Max. Pria itu benar-benar psikopat yang tidak memiliki belas kasihan. Rasanya sudah tidak ada harapan, sepertinya ini memang sudah ajalnya.

Tawa Max semakin keras, dia sangat puas melihat ekspresi kesakitan yang ditunjukkan oleh Aleandra tapi tawa itu terhenti ketika dia melihat Aleandra tersenyum. Hal itu mengusik hatinya dan membuatnya tidak senang.

"Kenapa kau tersenyum?!" bentak Max, matanya menatap Aleandra dengan tajam.

Aleandra tidak menjawab, tidak karena untuk bernapas saja sudah terasa sulit apalagi Max tidak melonggarkan cekikannya.

"Jawab aku!" bentak Max lagi. Aleandra memukul lengan Max, dia akan meminta pria itu segera menghabisi nyawanya. Max masih menatapnya tajam, cekikan pun melonggar karena Aleandra seperti ingin mengatakan sesuatu.

"La-Lakukan," ucap Aleandra dengan pelan. Dia benar-benar sudah pasrah. Dia juga sudah lelah menghadapi semuanya. Seandainya dia bisa pergi dari sana pun, dia akan tetap menjadi buronan dan entah siapa yang akan menangkapnya terlebih dahulu. Apa dia akan berakhir di tangan Maximus atau orang-orang yang mengejarnya, siapa pun yang menangkapnya terlebih dahulu hasilnya akan sama saja jadi lebih baik dia mati di tangan Max hari ini juga agar pelariannya berakhir dan dia tidak perlu bersembunyi dari siapa pun lagi.

"Bunuh aku sekarang!" pinta Aleandra. Dia berharap Max segera membunuhnya tapi pria itu tampak tidak senang.

Aleandra memejamkan mata, dia sudah siap mati. Dia kembali tersenyum, akhirnya penderitaannya berakhir dan dia bisa segera bertemu dengan ayah dan ibunya. Walau dia sudah berusaha tapi pelariannya sampai di sana saja. Dia harap Max melakukannya dengan cepat tapi Max semakin terlihat tidak senang.

Baru kali ini ada korban yang hendak dia bunuh tersenyum bahkan terlihat senang. Dia tidak suka melihatnya, korban yang akan dia bunuh selalu menunjukkan rasa takut dan memasang wajah kesakitan tapi kenapa gadis itu tidak? Ini pertama kali ada korban yang hendak dia bunuh berekspresi seperti itu dan dia benar-benar tidak senang.

"Kenapa kau tidak jadi membunuhku?" tanya Aleandra karena Max diam saja.

"Aku benci melihat ekspresi wajahmu!" ucap Max sinis.

"kenapa? Apa aku harus bernyanyi menghadapi kematianku? Atau aku harus tertawa bahagia?"

"Aku ingin kau memohon, aku ingin kau menunjukkan ekspresi takut saat aku mencekik lehermu. Aku ingin kau menangis saat menghadapi kematianmu jadi jangan menunjukkan wajah seperti itu seolah-olah kau tidak takut mati!"

"Aku memang tidak takut mati. Setelah apa yang terjadi padaku, aku tidak takut mati lagi. Aku sudah lelah dengan semua ini, aku sudah lelah berlari dan bersembunyi jadi sekarang, kau bisa mengakhiri penderitaanku. Apa yang kau punya? Pistol? Atau pisau? Lakukan dengan cepat, aku tidak keberatan mati di tanganmu. Dengan begini semua penderitaanku berakhir," ucap Aleandra.

Max menatapnya dengan tajam, apa maksud ucapan gadis itu? Kenapa dia terdengar begitu menantikan kematian. Apa dia sudah melewati hal berat selama ini?

"Lakukan, bunuh aku sekarang. Aku tidak akan menyimpan dendam padamu. Lebih baik mati di tanganmu dari pada di tangan mereka. Aku benar-benar tidak takut mati lagi!" Aleandra memegangi tangan Max, berharap pria itu kembali mencekik dan mematahkan lehernya.

Max semakin kesal dibuatnya, korbannya harus takut saat menghadapi kematian. Dia tidak suka melihat korban yang ingin dia bunuh justru mengharapkan kematian dan memintanya untuk segera membunuhnya. Selama ini korbannya selalu meminta pengampunan darinya tapi gadis itu, justru berharap dia membunuhnya.

"Bunuh aku sekarang, Maximus Smith!" teriak Aleandra. Dia berharap pria itu melanjutkan niatnya untuk membunuhnya.

Max kembali mencekik leher Aleandra, dia pasti akan membunuh gadis itu. Tubuh Aleandra kembali di angkat. Dia meronta tapi tidak masalah, dia sudah siap mati. Cekikan Max tidak berkurang, air mata Aleandra jatuh perlahan. Ternyata seperti itu rasanya saat kematian akan datang. Mata Aleandra menutup, akhirnya dia mati tapi tanpa dia duga, Max menurunkan tubuhnya dan melonggarkan cekikannya.

Entah kenapa dia jadi tidak berminat melanjutkannya. Leher Aleandra dilepaskan, tubuh gadis itu jatuh di dalam pelukannya karena Aleandra sudah tidak sadarkan diri. Max kembali mengumpat, ada apa dengannya? Kenapa dia jadi tidak berminat sama sekali untuk membunuh gadis itu?

Semua di luar perkiraan. Ini pertama kali dia melepaskan korbannya, perasaan ingin membunuh Aleandra sirna begitu saja. Dia benar-benar sudah tidak berminat membunuh gadis itu lagi.

Max menggendong tubuh Aleandra yang masih tidak sadarkan diri menuju sofa. Tubuh gadis itu dibaringkan dengan perlahan dan setelah itu dia melangkah pergi. Dia bisa menghubungi Jared untuk datang dan membawa Aleandra ke markas lalu melemparkan gadis itu ke kolam buaya. Semuanya akan beres tapi dia benar-benar sudah kehilangan minat untuk membunuh Aleandra.

avataravatar
Next chapter