37 Pernyataan (2)

Beberapa jam kemudian, setelah semua kejadian pembodohan yang penuh emosi, salah paham, candaan, hinaan, dan pukulan yang menghasilkan korban jiwa, tibalah waktu untuk menyelesaikan masalah konyol yang benar-benar mubazir untuk dibahas untuk beberapa chapter ini.

Dan di tempat yang sudah dijanjikan, 4 orang yang daritadi hanya berdebat mengenai masalah sepele dan lebay saat membahasnya itu mulai menjalankan rencana mereka, yaitu di mana si Alpha (Akbar), Bravo (Mona), dan Cos (Lisa) akan memberikan dukungan moral kepada Princes (Mona) untuk menjalankan rencananya menyatakan cinta kepada El-Dorado (Jupri).

"Hei, apa-apaan si Alpha, Bravo dan lain-lainnya ini? Kenapa kau tidak menulis nama asli kita saja? Dan lagian juga buat apa kau membuat beginian ha?!" kata Akbar yang tidak paham dengan proposal 1 lembar yang dibuat Nita itu.

"Ya biar terasa formal dan keren dong, kan membosankan kalau kita melakukan hal biasa terus-terusan," jawab Nita dengan bangganya.

"Sepertinya aku ingin menanyakan sesuatu, tapi karena aku merasa jawabannya tidak akan berguna, aku akan memilih diam," kata Akbar yang sudah tahu apa yang akan terjadi jika dia menanyakan pertanyaannya.

"Kalau begitu bolehkah aku yang bertanya, apa yang terjadi dengan muka tampanmu itu kak Akbar?" tanya Lisa yang hanya tercengah melihat banyak plester dimuka Akbar.

"Aku jatuh dari tangga," jawab Akbar simple.

"Aku tidak ingin bertanya, tapi karena aku penasaran, aku akan bertanya, apa nama tangganya adalah Mo…"

"Ya," jawab Akbar yang bisa meramalkan massa depan itu.

"Sudah cukup main-mainnya kalian berdua, apa kita tidak bisa focus untuk menolong kakakku yang pertama kalinya dalam seumur hidupnya akan menyatakan cintanya itu?" kata Lisa yang agak kesal dengan sikap 2 makhluk yang suka bertengkar itu.

"Membantu? Ayolah, dilihat dari sikapnya yang siap ngajak bertarung itu, memangnya apa yang bisa kita bantu?" kata Akbar sambil menunjuk kearah Mona yang berpose ala preman yang menunggu musuhnya datang dengan berdiri tegak sambil menyedapkan kedua tanganya.

"Aku setuju dengan kak Akbar, lagipula kak Mona itu bukan tipikal culun yang takut dengan masalah seperti ini lho Lis, pasti dia sudah sangat siap untuk menyatakan cintanya lho," kata Nita yang sangat optimis.

"Maaf saja aku mengaganggu fantasi kalian berdua, tapi ini pertama kalinya aku melihat ada orang yang ingin menyatakan cinta, tapi malah terlihat seperti ingin menyatakan perang lho, apa kalian yakin tidak ingin membantunya?"

Mendengar ucapan Lisa barusan, Nita hanya menggeleng-gelengkan kepalanya karena dia merasa Lisa terlalu berlebihan memikirkan tentang nasib kakaknya itu, tentu saja sebagai teman sebangkunya, diapun memberikannya nasihat.

"Pfft, kau terlalu paranoid Lis, itu sebabnya terkadang kakakmu sering jengkel denganmu, sekali-kali cobalah untuk berpikir terbuka dengan kakakmu itu," kata Nita yang malah menceramahi si Lisa.

"Kampret! Kalau kita tidak disini untuk mendukungnya seperti membuat suasana jadi lebih meriah atau sejenisnya seperti acara di TV-TV itu! Lalu untuk apa kita ada disini ha?! Apa kita hanya akan melihat saja proses kakakku akan tertolak atau diterima?" tanya Lisa kemudian.

"Ya tentu saja bego, memangnya kau pikir apa yang bisa kita lakukan saat ada orang yang mau menggungkapkan perasaannya kepada orang lain? Jadi pemandu sorak dengan bilang "terima!-terima!-terima!" seperti bocah begitu?" jawab Akbar dengan tegas.

?!

"(Eh bangsat! A..aku kira kita memang akan melakukan hal itu)" kata Nita yang sempat shock karena perkiraannya salah.

"Dengar kalian berdua, aku tidak paham bagaimana pola pikir para perempuan soal hal masalah cinta-cintaan karena aku tidak punya dada, tapi yang pasti ini adalah moment privasi yang tidak boleh diganggu oleh siapapun, kalau kita ingin membantu, yang bisa kita lakukan adalah menghiburnya saat dia ditolak nanti atau mengucapkan selamat jika dia diterima, hanya itu saja, kalian paham?"

"Ah, i..iya kapten, aku paham (padahal aku sudah menyiapkan bunga-bungan di sakuku untuk memberikan semangat pada kak Mona, tapi ucapan kak Akbar masuk akal juga sih, jadi aku gunakan kalau dia diterima saja deh)" kata Nita sambil memberikan salam hormat yang agak kecewa karena rencananya gagal.

"Huuuf, baiklah aku mengerti, tapi aku tetap khawatir lho dengan apa yang akan terjadi dengan kakakku, karena ini adalah pengalaman pertamanya dalam masalah percintaan, aku malah khawatir dia akan merusak moment penting dalam hidupnya karena tidak punya pengalaman sama sekali," kata Lisa yang menjelaskan kenapa dia khawatir berat dengan kondisi kakaknya.

"Ayolah, kau berlebihan, apa kau tidak melihat sikap kakakmu itu? Untuk ukuran orang yang akan melakukan suatu hal yang belum pernah dia lakukan, dia sangat tenang sekali tahu, jadi aku yakin cewek sadis itu sudah sangat percaya diri 100% kalau dia akan berhasil, malahan aku bisa menebak kalau sekarang dia pasti sedang berpikiran "halah, masalah kecil begini saja kok sampai perlu mengajak si Akbar, buang-buang waktu saja aku ngomong dengannya tentang masalah….", eh kampret! Kalau bukan karena aku! Kau pasti tidak akan pernah bisa mendapatkan moment ini tahu! Karena aku yang mengirimkan surat cinta kepada Jupri yang tidak akan pernah bisa kau lakukan itu woi! Jadi paling tidak traktir aku nasi goreng buat biaya operasional sialan!" kata Akbar yang tiba-tiba saja bicara sendiri sambil menunjukan jari tengahnya kepada imajinasinya.

"Sempak! Kenapa kakak menunjukan jari tengah ke aku?! Aku tidak salah apa-apa kampret!" kata Nita yang langsung saja menampar Akbar yang tidak sadar kalau orang yang dia tunjuki jari tengahnya itu adalah Nita.

"(Kenapa mereka jadi gila sendiri begini? Tapi semoga saja ucapannya itu benar sih, karena aku tidak ingin kakak merusak moment berharga dalam hidupnya ini)" kata Lisa yang masih memandang cemas kakaknya dari kejauhan.

Tapi, sayang sekali, ucapan Akbar yang biasanya tepat dan akurat itu 100% salah besar, karena yang dipikirkan Mona yang sedang bersikap tenang bagaikan bos premana pada saat ini adalah…

"(Cuuuuuuuuuuuk! A...aku garus gimana sekarang bangsat?!!!)"

Hanya karena penampilan luar si Mona terlihat sangat tenang, tapi di dalam hatinya dia sangat kacau dan gusar, karena memang yang diucapkan Lisa itu benar, kurangnya pengalaman dalam masalah percintaan membuat dirinya bingung memikirkan apa yang harus dia lakukan saat si Jupri sudah datang, apa dia harus bersikap formal saat bicara dengan bapak-bapak, ataukah dia harus berkata santai seperti saat dia nongkrong dengan teman-teman lakinya di rental PS saat tengah malam.

"(Sumpah, i..ini pertama kalinya untukku menyatakan cinta kepada laki-laki lho, dan a..apa memang benar kalau perempuan yang harus menyatakan cintanya bukan si laki-laki?! Ka..kalau ternyata salah, a..apa aku bakal terkutuk karena melakukan hal tabu? Tapi bagaimana ka..kalau si Jupri menerimaku? A…apa aku akan dikutuk punya anak laki-laki saja? Ta..tapi aku inginnya anak perempuan! A..apa itu artinya aku harus mengadopsi saja dari panti asu …."

!!!

PLAAAKK!!

Sadar bahwa dirinya menjadi "halu" terlalu jauh sampai tidak bisa berpikir sehat, langsung saja Mona yang kembali sadar ke kenyataan itu menampar mukanya keras-keras lagi sambil mengutuk dirinya sendiri.

"(GOBLOKKK!! BA..BAGAIMANA KAU BISA MIKIR SEJAUH ITU DASAR CEWEK TOLOL!! APA KAU LUPA KALAU SI JUPRI BISA SAJA MENOLAKKU WOII?! KARENA INI PERTAMA KALINYA DIA BERTEMU DENGANKU TAHU?! DAN MEMANGNYA DIA AKAN SEMUDAH ITU APA MENERIMA CINTA DARI ORANG YANG PERTAMA KALI DIA TEMUI?! JAWABANNYA 100% ENGGAK MUNGKIN DASAR TOLOL!!!)" kata Mona.

Sedangkan itu dari kejauhan, 3 manusia menyebalkan yang melihat kelakuan Mona yang tiba-tiba menampar dirinya sendiri berkali-kali seperti orang kesurupan itu mulai merasa heran dengan perbuatannya.

"Anu kak Akbar, kenapa kak Mona tiba-tiba menampar dirinya sendiri seperti itu?" tanya Nita yang terheran-heran.

"Entahlah, mungkin dia terlalu ngantuk dan dia berusaha untuk menghilangkannya?" tebak si Akbar.

"Kak Akbar, kakak tidak mengajarkan kakakku ritual-ritual aneh untuk menyatakan cinta atau sejenisnya saat kalian berduaan saat tadi siang kan?" tanya Lisa yang curiga dengan si Akbar.

"Hei, aku memang suka membalas perbuatan buruk seseorang dengan hal buruk karena itu sifat alami manusia, tapi aku tidak pernah sekalipun mengajarkan dia yang aneh-aneh tahu," kata Akbar yang lupa kalau dirinya mengajarkan sesuatu yang lebih "aneh," kepada Mona karena dirinya yang kurang peka itu.

"Ok lah, kalau memang bukan tips, trick, atau sejenisnya, lalu memangnya apa yang kakak bicarakan dengan kak Mona saat kakak menyuruh kami keluar?"

"Hmmmmmmmmm, meluruskan kesalahpahaman?"

"(Ha? Apa maksudnya itu?)"

Lalu, kita kembali lagi ke Mona yang masih saja merasa galau dengan apa yang harus dia lakukan sebelum Jupri datang menghampirinya. Tapi, disaat dirinya sedang berpikir keras mengenai cara menghadapi Jupri, dia tiba-tiba teringat dengan Akbar dan sikapnya yang menyebalkan, dan karena itulah dia sempat menemukan suatu kesimpulan.

"(A…ah! Be..benar juga, a..aku kan baru tahu kalau Akbar ini a..anak yang suka jahil. Jadi tentu dia pasti sedang bercanda soal semua ini dan sedang mempermainkan aku, da..dan mungkin sebenarnya si Lisa yang menyuruhnya untuk menjahiliku karena tahu kalau Akbar itu masternya bikin orang kesal, ah…ahahahaha, i..iya pasti begitu, bo..bodohnya aku percaya dengan ucapan mereka, ahahahahahaha. O..ok, karena sudah tidak ada hal yang harus aku lakukan disini, sebaiknya aku pulang dan mempersiapkan rencana untuk menghajar si Akbar karena kejahilannya ini)" kata Mona yang mulai bersemangat kembali karena sangat percaya diri dengan pernyataan asal-asalan yang dia buat agar dia punya alasan untuk bisa kabur dari situasinya itu.

Namun sayang sekali Author tidak suka dengan akhir cerita yang klise seperti itu, sehingga di saat Mona baru saja menggerakan kakinya 0,5 cm dari tanah, Author mengirimkan orang yang Mona paling takuti.

"Anu, apa kau yang namanya Mona?"

"Eh, siapa…."

!!!

O

M

G

"(WAAAAAAAAH!!! DIIA BENERAN MUNCUL LHO BANGSAAAAT!!)" kata Mona yang mulai panik jiwa dan raganya itu sampai tidak bisa bergerak.

avataravatar
Next chapter