6 Nite Bar

Rasa sakit di kakinya semakin lama semakin terasa, alice mulai memperlambat larinya mengatur nafas sesekali dia menoleh kebelakang, merasa tidak ada yang mengejarnya ahirnya alice berjalan, hari itu langit sudah menjadi gelap, pandangannya tidak jelas tertutup kacamata hitam, hanya lampu jalanan yang membantunya melihat di balik kaca mata hitam,

orang yang berpapasan selalu melihatnya heran, apakah gadis ini sudah gila? Memakai pakaian yang begitu minim dengan bertelanjang kaki serta topi dan kacamata hitam, apakah dia pekerja prostitusi yang kabur dari kejaran pihak berwajib, begitu pikiran setiap orang yang melintas. Alice sadar apa yang ada dipikiran mereka tapi alice tidak punya pilihan lain, kalau dia membuka kacamatanya nanti akan lebih banyak prasangka yang akan orang buat karna lebam di sekitaran matanya begitu mengerikan.

berjalan tak tentu arah alice ternyata tiba di ujung jembatan besar, sunyi sepi hanya ada dia seorang, dia menghentikan langkah kakinya dan mulai duduk bersender di dinding jembatan tersebut, tangannya mulai merambat ke kaki-kakinya, membersihkan kerikil- kerikil tajam yang tadi di injaknya dan tersangkut didalam telapaknya… darah segar mengalir sedikit demi sedikit dari telapaknya, alice meringis dan kemudian tertawa, mendongakkan kepalanya melihat langit malam

"hah… hahaha apa ini belum cukup tuhan? Apalagi yang ingin kau ambil dari hidupku!? Tidak bisakah kau ambil aku juga? Kenapa hanya orang tuaku yang kau ambil !!" air mata mengalir deras di pipinya.

Beberapa saat kemudian alice mulai memanjat dinding jembatan itu, badannya bergetar takut tapi dia tetap berusaha berdiri di atas dinding itu. Merentangkan kedua tangannya dan melihat kebawah.

Apakah aku bisa mati dengan terjun dari jembatan ini? Dasarnya sangat hitam gelap. Disana pasti dingin sekali, kalau aku mati apakah aku bisa bertemu bunda dan ayah?

Bunda bolehkah aku mengahirinya sekarang???

Jantungnya bedetak dengan kencang… alice sesekali menarik nafasnya dalam-dalam memejamkan mata dan akan segera melompat ke bawah jembatan itu.

Saat ingin melompat sebuah suara dan genggaman tangan seseorang menarik menghentikannnya.

"kakak apa yang sedang kamu lakukan diatas sana?" anak lelaki kecil itu menarik rok pendek alice seakan ingin alice turun dari atas dinding jembatan itu.

Alice mengalihkan pandangannya menuju arah suara di belakangnya, yang dilihatnya seorang anak lelaki kecil kurus dengan pakaian kumal dan gitar ukulele yang diselempangkan di belakang punggungnya. Kira-kira anak berumur 6 tahun.

"oh… kakak sedang menikmati pemandangan adik kecil, apa yang kamu lakukan disini?" alice segera turun dan mengurungkan niatnya melompat, dia takut jika anak itu melihatnya bunuh diri dia akan ketakutan dan trauma.

"aku?... seperti biasa sehabis mengamen aku akan istirahat sejenak di jembatan ini sambil menunggu teman-temanku. Biasanya kami akan pulang bersama dan titik berkumpulnya di jembatan ini kak," senyum merekah tergambar dari wajah lusuhnya.

"ow begitu,… apakah kau akan menunggu lama disini?"

"tidak juga.. sebentar lagi mereka akan datang" senyum anak lelaki itu begitu hangat di balik mukanya yang lusuh. Alice melihatnya begitu dalam dan tanpa sadar memeluk anak itu dan bergegas pergi.

Anak itu hanya diam melihat alice yang berjalan tertatih semakin menjauh.

Kak, jangan mencoba bunuh diri lagi, aku tau kau akan melakukan sesuatu seperti yang ibuku lakukan dahulu meninggalkanku sendiri. aku tak mau ada orang yang bodoh seperti ibu lagi. Makanya aku selalu ada di jembatan ini setiap malam.

Aku akan menunggu hingga malam semakin gelap, mungkin saja anak itu sudah tidak disana dan aku akan segera menemui bunda ayah. Begitu pikiran alice kala meninggalkan anak kecil tersebut.

Beberapa menit dia berjalan dia semakin lelah dan memutuskan mencari tempat untuk sekedar duduk, alice melihat dari kejauhan sebuah bar bertuliskan nite bar.

Sepertinya itu tempat yang cocok untukku dengan pakaianku seperti ini, jika aku pergi ke toserba pasti aku akan di usir karna dandanan ini. Baiklah aku akan kesana

Alice mulai masuk ke bar yang tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil itu, kesan megah namun tidak berlebihan tergambar dari dalam bar yang dia masuki dia mengira tempat itu akan sama seperti club malam dengan wanita murahan, music keras dan asap rokok yang tebal. Tapi tidak ternyata sangat elegan, cahaya lampu orange yang sedikit redup, music yang tenang membuat suasana menjadi hangat. Meja-meja bundar terletak berbaris rapi, para pelanggan terlihat sangat tenang. Tempat ini sepertinya layak untuk membuat orang melepaskan penat dari bekerja dan hanya ingin ketenangan.

Alice yang bertelanjang kaki memberanikan diri masuk mendekati sebuah meja yang panjang nan elegan khas bar kelas atas disebrang meja terdapat 2 bartender yang tampan dengan dinding dipenuhi botol botol alcohol yang mahal membuat mereka semakin tampan, alice tidak memperhatikan dengan jelas kedua bartender tersebut, dia langsung segera duduk di salah satu kursi. Alice melepaskan topi hitamnya tapi tidak dengan kacamatanya dia tidak mau mereka melihat memar di pelipis matanya dan juga mungkin eyeliner yang diberikan wanita di club sudah luntur oleh tangisannya tadi.

Tanpa disadari semenjak alice masuk kedalam bar, salah satu dari bartender itu memperhatikannya terus, dia leon salah satu bartender dengan ketampanan yang di atas rata-rata terus melihat alice. dia sedikit terkejut bukan hanya aneh melihat wanita yang bertelanjang kaki masuk bar tapi seperti keterkejutan melihat orang yang ahir-ahir ini dia cari dan ternyata sekarang ada di depannya. Pria itu mengatur ekspresinya lagi menjadi tenang. Dia menarik temannya yang tadinya hendak menghampiri alice. Pria itu ingin mengambil alih alice untuk dirinya sendiri, mengerti isyarat temannya dia mulai menjauh dari alice dan menghampiri wanita yang sangat cantik dan sexy yang tadi menggoda leon, melihat leon menghampiri alice, wanita sexy itu tidak percaya seorang leon yang selama ini dia perjuangkan susah payah sampai sekarang malah mendekati wanita lain, itu bukan seperti sifatnya.

"hai.." leon menyapa alice sambil mengambil gelas dan mengisinya dengan minuman yang alice tidak tau itu apa. Ini pertama kalinya bagi alice masuk ke bar dan melihat minuman alcohol yang banyak. Sejak dulu dia tidak pernah diizinkan orangtuanya mendekati dunia malam seperti itu.

"ini? Tapi aku belum memesan apapun"

"khusus untuk wanita cantik sepertimu, spesial dariku" senyum leon mengembang membuat siapapun yang melihatnya terpesona. Leon sengaja memberikan minuman dengan kadar alcohol yang sedikit,

Alice meneguk minumannya sejenak raut mukanya masam karna merasakan pahit dan juga manis di waktu bersamaan. Leon menuangkan kembali gelas yang kosong itu. Alice hanya meminum lagi dan lagi. Ini sudah gelas kelimanya sekarang.

"nona cantik.. sepertinya anda sudah cukup, sepertinya anda akan mabuk jika melanjutkannya.."

ya benar saja yang leon katakan, muka alice yang putih pucat mulai memerah gerakannya mulai sempoyongan.

"tidak aku tidak mabuk haha lihat aku masih bisa tertawa hahaha…" kata-kata alice mulai meracau. Efek alcohol begitu cepat di serap tubuh alice karna hanya itu yang ada di lambungnya sejak 3 hari lalu tidak diisi makanan apapun. Leon hanya memperhatikannya di dalam hati dia melihat alice begitu manis hingga ingin mencubit kedua pipi alice.

Sadar bahwa leon memperhatikannya, alice menyandarkan kepalanya dengan tangan kirinya dan menatap leon, dia baru menyadari bahwa bartender yang melayaninya itu begitu tampan di balut dengan kemeja pendek berwarna putih tanpa kerah dan celemek kulit di pinggangnya … posturnya begitu sempurnya dengan tinggi sekitar 185cm, bahu yang lebar,hidung yang mancung, tulang rahangnya terlihat tegas berpadu dengan bibir tipisnya namun bervolume dan bersudut kecil yang apabila tersenyum akan sangat manis dan apabila terdiam akan menimbulkan kesan sangat maskulin, matanya… ntahlah dari kacamata hitamnya dia tidak bisa melihat warna mata pria tampan itu. Ntah kenapa di benak alice sosok itu sangat familiar seakan mereka sering bertemu.

"hai tampan.. aku tidak mabuk, kenapa kau terus memperhatikanku? Apa kau penasaran kenapa aku memakai kacamamata hitam ini di malam hari hick"alice meracau dengan sedikit cegukan saat berbicara

Leon hanya diam sambil sedikit tersenyum

"baiklah baiklah.. karna kau yang meminta aku akan membukanya he.. he.. he.." sepertinya alice benar-benar sudah mabuk dia bahkan berbicara sambil sedikit tertawa menggoda, dia membuka kacamatanya dan setelah itu terlihatlah wajah cantiknya dengan kulit putih pucatnya dan bibir kecilnya yang merah merona.

semua orang tekejut begitu juga dengan leon, tapi dia langsung menguasai dirinya. Leon melihat mata alice yang sudah penuh dengan eyeliner yang berantakan dan juga memar besar di pelipis matanya.dengan lembut jari leon mengusap memar dimata alice dan berkata "apa kamu baik-baik saja?"

alice diam sejenak. Dia menunduk menarik napas dalam dan kembali menatap leon sambil tersenyum

"aku? Hmmm … Aku baik-baik saja hahaha… ini.. tidak sakit lagi pula aku akan segera meninggalkan dunia yang berengkek ini. Memar ini tidak masalah untukku" dengan sempoyongan alice mencoba berdiri dan meninggalkan bar tersebut

"bye tampan, trimakasih untuk minumannya, semoga kita bisa bertemu lagi… di surga"

leon memperhatikan alice pergi sambil terhuyung-huyung

apa yang sebenarya terjadi padamu alice? Setelah menghilang 3 hari ahirnya aku bertemu denganmu lagi dengan penampilanmu yang seperti itu, tunggu …. Bukankah dia tadi bilang meninggalkan dunia? Dan surga? Apa , maksdunya? Jangan katakana kalau kau akan mengahiri hidupmu.

Leon tersentak sesaat, hatinya mulai sakit. Seluruh badannya memanas. Sambil melepaskan celemek dia mulai mengikuti arah alice pergi.

"bos apa yang akan kamu lakukan?" suara dean terdengar dari tempatnya tadi berdiri

"urus semuanya disini, ada yang harus aku kerjakan" teriak leon dari pintu bar meninggalkan dean dan wanita sexy itu.

Sheren si wanita sexy itu tampak tidak senang mulutnya masih menganga tidak percaya karna leon mengacuhkannya.

avataravatar
Next chapter