Buk!
Rafida terkejut. Terlebih saat mendengar degup jantung Mr.Wil yang cukup kencang. Rafida mengangkat kepalanya dan menatap wajah Mr.Wil yang memerah menahan sesuatu yang bergejolak tak berarturan.
"Ah maaf," ucap Rafida sembari berdiri. Said membantu Mr.Wil dengan menariknya bangun.
"Kau sengaja hah?" tanya Mr.Wil dengan wajah yang sangat kesal.
"Payah, bagitu saja masa sudah jatuh. Hei ayo kita bermain dengan taruhan. Siapa yang menang meluncur sampai tiang itu, maka dia menang," tantang Rafida percaya diri.
"Gak tertarik," tolak Mr.Wil dan kembali melangkah pergi.
"Baiklah. Kalau memang gak bisa main ski ya bilang aja," sindir Rafida dan menghentikan langkah Mr.Wil. Entah kenapa jiwa persaingannya bergemuruh berontak.
"Siapa yang tidak bisa hah? Kalau saya menang apa yang akan kau lakukan?" tantang Mr.Wil balik.
"Aku? Hmm ... Aku akan turutin permintaan Mr.Wil. Satu permintaan. Apapun," jawab Rafida tanpa pikir panjang.
"Baiklah. Aku juga akan melakukan yang sama," jawab Mr.Wil menerima tantangan Rafida.
Mr.Wil pun memakai perlengkapan ski dan dengan wajah ketus bersiap akan ke garis star. Namun, baru satu langkah Mr.Wil sudah terjatuh karena berat nyasepatu yang ia gunakan.
"Pfft!" Rafida tidak bisa menahan tawanya. Mr.Wil melirik sinis seperti harimau yang akan menerkam mangsanya.
"Apa kau yakin bisa berseluncur mister?" goda Rafida dan mulai berseluncur ke garis star.
Mr.Wil menatap penuh ambisi. Ia pun bangkit dan memasang papan skinya. Menarik tongkatnya dan mulai berayun menelusuri jalan bersalju itu.
Shin Yoo Jung yang melihat ketiganya merasa senang ia bahkan melihat jamnya dan sudah lebih dari sepuluh menit Mr.Wil berada di lokasi ski tersebut.
"Berikan mereka minuman hangat dan kudapan saat selesai bermain," perintah Shin Yoo Jung dan berlalu dari sana.
Mr.Wil mulai mencoba berseluncur dengan tertatih.
"Ternyata sangat sulit dan berat. Heran bagaimana mereka bisa berseluncur dengan mudah seolah sedang memakai roda ugh," ucap Mr.Wil mengeluh.
Rafida sudah berputar-putar menunggu Mr.Wil terbiasa dengan alat ski itu.
"Padahal Mr.Wil paling anti bermain-main ditempat seperti ini," ucap Said yang ternyata sangat lihai dan benar-benar lentur. Seolah dia sudah terbiasa menggunakan alat ski.
"Wahh kau hebat Said. Mungkin kau yang akan menjadi pemenangnya," seru Rafida senang.
"Hahaha ... Aku tidak ingin main," tolak Said dengan tersenyum lebar. Ia bahkan merentangkan kedua tangannya mencoba menghirup udara.
"Apa yang kau katakan sih?"
"Aku tidak ingin mengabulkan permintaan dari kalian atau menyebutkan permintaanku. Hal yang aku butuhkan adalah kebebasan saat ini. Aku akan istirahat selama sepuluh menit. Silahkan bersenang-senang!" teriak Said dan melambaikan tangan pada keduanya. Ia pun meluncur jauh dari keduanya.
Rafida menatapnya dengan bingung.
"Hahh ... dia bilang apa?" ucap Mr.Wil yang sudah sampai di samping Rafida dan berbicara seolah setengah berbisik. Mengejutkan Rafida dan menoleh kesal.
"Astaga ... jangan berbisik seperti itu! Kau membuatku merinding. Dan jangan dekat-dekat!" ucap Rafida dengan mengusap kedua tangannya seolah kedinginan dan melangkah menjauh. Mr.Wil menatapnya kesal.
"Ayo kita mulai. Aku gak mau berlama-lama berada di sini," ucap Mr.Wil dengan semangat.
"Oke ... siapa takut," ucap Rafida pun mulai bersiap dan mengambil aba-aba.
"Dalam hitungan ketiga kita mulai yaa," ucap Rafida. Keduanya pun mulai ambil posisi. Mereka pun saling tatap penuh dengan ambisi.
"Satu!"
Rafida melirik ke arah Mr.Wil dengan senyuman jail tersungging dari wajah cantiknya itu. Mr.Wil serius menatap ke depan.
"Tiga!" Rafida langsung meluncur tanpa menghitung nomor dua.
Mr.Wil terkejut dan mencoba meluncur mengejar Rafida yang sudah cukup jauh.
"Kau curang!" teriak Mr.Wil tidak terima. Mereka hanya berjarak setengah meter.
"Biarin wee ..." ledek Rafida dan mengayunkan dirinya lebih kencang lagi. Mr.Wil pun tidak mau kalah. Ia pun mengambil ayunan yang cukup besar dan mulai terbiasa. Bahkan saat ada anak kecil yang meluncur dihadapannya. Mr.Wil pun bisa menghindarinya dengan sangat lancar.
Rafida terus menatap ke depan dengan sesekali menoleh ke belakang. Memastikan Mr.Wil jauh dari dirinya.
"Jangan menoleh terus!" teriak Mr.Wil yang menyadari sikap Rafida itu.
"Apa? Aku gak dengar," teriak lagi Rafida dan tertawa lebar menoleh lagi ke belakang. Tanpa menyadari seseorang meluncur ke hadapannya.
Mr.Wil yang menyadari hal itu pun mempercepat luncurannya. Rafida menoleh ke depan dan terkejut. Ia bahkan terpatung dan bingung harus melakukan apa.
"Waa ..." teriak Rafida dengan memejamkan matanya dan tak sengaja menjatuhkan tongkatnya.
"Hahh ... merepotkan saja," gumam Mr.Wil dan berkelok ke sana ke sini melewati orang-orang yang juga meluncur melintasi keduanya. Hingga akhirnya Mr.Wil berhasil mendekati Rafida saat orang yang akan bertabrakan dengannya dengan santainya berbelok dan melewati Rafida yang masih berseluncur dengan cepat.
Rafida membuka matanya dan semakin panik. Ia merentangkan tangannya dan mengayunkannya membuat luncurannya semakin cepat. Mr.Wil pun kembali tertinggal.
"Hei Rafida! Diam lah, jangan banyak bergerak!" teriak Mr.Wil.
"Bagaimana caranya? Waaa ..." Rafida semakin berteriak dengan sangat ketakutan. Mr.Wil berhasil menarik tangan Rafida dan berguling bersama. Ia melilndungi kepala Rafida dengan memeluknya erat.
"Hahh ... haah ..." keduanya berhenti tepat sebelum tiang garis finish. Keduanya menarik napas dengan terus tersenggal.
Rafida bahkan tak berani membuka matanya. Mr.Wil membuka matanya dan tiang finish benar-benar ada di atas kepalanya. Mr.Wil menoleh ke garis finish. Ia pun merentangkan tangannya dan menyentuh garis itu.
"Aku menang," lirih Mr.Wil.
"Apa?" ucap Rafida tak mendengar. Ia membuka matanya dan mengangkat kepalanya.
Posisinya yang berada di atas tubuh Mr.Wil membuat Rafida bisa melihat wajah Mr.Wil dengan sangat jelas.
"Aku bilang aku menang. Hahh ... Jadi, hosh ... Kamu harus kabulkan permintaanku," ucap Mr.Wil dan membuat Rafida menoleh ke sana ke mari dan menyadari keberadaan keduanya.
"Bagaimana kau masih bisa menganggapnya sebagai perlombaan?" keluh Rafida merasa tidak adil.
"Pertama-tama apa kau bisa menyingkir dari tubuhku? Kau sangat berat tau!"
Rafida terkejut dan langsung bangkit duduk menghadap Mr.Wil yang masih tetap pada posisinya.
"Kedua, tanganku berhasil menyentuh garis finishnya dan-"
Rafida melirik ke arah tangan Mr.Wil yang terlihat terluka.
"Mister ... Kau terluka," teriak Rafida panik dan mengambil tangan Mr.Wil untuk melihatnya lebih dekat.
"Jangan panggil aku mister. Tapi panggil aku mas. Mas Wildan," ucap Mr.Wil mengucapkan permintaannya. Rafida yang sedang meniupkan luka di tangan Mr.Wil mengangkat wajahnya dan menatap wajah Mr.Wil yang tertutup matanya sambil tersenyum senang.
Waktu seakan terhenti. Rafida merasa takjub akan senyuman lega dan senang yang baru pertama kali Rafida lihat setelah sekian lamanya mereka bersama. Mr.Wil terus tersenyum lebar dan benar-benar merasa sangat bahagia.