1 1. Takdir Kejam

"Aku tidak ingin kita putus!" ucap Cecil.

"Dasar tidak tahu diri! Kalau aku sudah katakan padamu kita putus, kita harus putus!" bentak Abigail.

"Tapi..." suara Cecil sangat sulit untuk keluar dari tenggorokannya.

"Pulang dan jangan temui Abigail lagi. Ayah dan Ibuku sudah menyiapkan hadiah untukmu!" ucap Renata, yang tak lain adalah Kakak tiri Cecil.

"AAAAAHHHHHHH..." teriak Cecil ketika Renata mendorong Cecil keluar dari rumah Abigail hingga terjatuh.

Setelah kehilangan pria yang cintainya, pria yang selama 6 tahun menjalin hubungan dengannya, sekarang berakhir tanpa sisa. Pria yang selama ini menjadi teman mengadu saat batinnya tertindas, hilang seperti tertelan isi bumi.

Dinginnya air hujan membasahi tubuh Cecil yang malang. Kakinya terseok-seok menyusuri jalan malam di Greenwich, London.

Tok... Tok... Tok...

Dengan tangan yang gemetar dan pakaian yang basah kuyub, Cecil mengetuk pintu rumah di mana keluarga tirinya tinggal.

CEKLEK

"Kenapa baru pulang? Cepat masuk dan ganti pakaianmu. Aku akan mengajakmu untuk makan malam," ucap Tuan Sovies.

"Iya, Paman!" jawab Cecil dengan patuh.

Seorang Ayah yang seharusnya mencintai Putrinya, tapi yang terjadi adalah sebaliknya. Tuan Sovies melarang Cecil untuk memanggilnya Ayah.

Cecil masuk ke dalam kamarnya, membersihkan tubuhnya, mengganti pakaian terbaik yang dia punya karena untuk pertama kalinya, Tuan Sovies mengajaknya makan malam bersama.

"Paman, Bibi, aku sudah siap!" ucap Cecil yang sudah menghampiri mereka di ruang tamu.

Ekspresi mereka tetap dingin, kaku, penuh kebencian, dan tidak ada rasa cinta didalamnya meskipun hanya sebutir debu.

"Ayah, apapun yang aku lakukan, aku tetaplah orang lain untukmu!" batin Cecil.

"Cecil, aku mendengar hubunganmu dengan Abigail sudah berakhir. Apa itu benar?" tanya Tuan Sovies.

"Iya!" jawab Cecil tanpa banyak kata.

"Baguslah! Minggu depan aku akan menikahkanmu dengan bos besar."

"Ayah!" pekik Cecil.

"Aku baru saja putus. Bagaimana mungkin mereka melakukan hal ini padaku?" batin Cecil.

Rasa sakit yang mengiris hati membuat airmata Cecil keluar lebih deras. Hatinya kecewa, tapi di mana lagi Cecil mencari sebuah sandaran?

"Sekarang, kita akan makan malam bersamanya. Seharusnya Kakakmu yang menikah dengannya, tapi Kakakmu menolak karena sudah memiliki seorang kekasih."

"Tapi bukan berarti harus aku yang menggantikannya menikah, Ayah. Aku baru saja putus. Bisakah kalian tunjukan rasa simpati sedikit saja padaku?" teriak Cecil.

"Siapa yang mengijinkanmu memanggil Ayah? Kau hanya boleh memanggilnya Paman!" bentak Nyonya Rere.

"Aku menolak! Aku tidak mau mengikuti keinginan kalian!"

Tuan sovies mencengkram tangan Cecil lalu memaksanya masuk ke dalam mobil.

"Ayah, sakit! Lepasin Ayah!" pintanya.

"Diam!" bentak Tuan Sovies.

Cecil diam karena sudah terkurung di dalam mobil. Mobil yang di kendarai Tuan Sovies melaju cepat melewati beberapa kendaraan yang lain.

"Hiks... Hiks... Hiks... Ayah, bisakah dengarkan aku sekali saja?" Cecil masih berusaha untuk memohon belas kasihan Ayah kandungnya.

"Cecil, akan aku pikirkan," Nyonya Rere yang menjawab ungkapan permohonan Cecil.

"Setelah tubuhmu yang kotor itu terjual, sama seperti Ibumu yang menjual tubuhnya, kau tidak akan mengelak lagi," batin Nyonya Rere.

***

"Turun!" pinta Tuan Sovies.

"Aaaahhhhh..." pekik Cecil saat Nyonya Rere menarik lengannya dengan kasar setelah Cecil tidak bergerak ketika Tuan sovies memberikannya perintah.

Tuan Sovies tidak melepaskan tangannya dari lengan Cecil. Meskipun Cecil memohon dan kakinya terlunta-lunta mengikuti langkah Tuan Sovies yang melangkah terlalu cepat.

Di meja yang sudah dipesan sebelumnya, berdiri seorang pria muda. Pria itu terlihat begitu sopan.

"Tuan, Tuan Danu membutuhkan wanita sekarang. Apa Anda sudah membaca semua persyaratannya?" bisik pria itu.

Cecil tidak mendengar jelas apa yang pria itu bisikkan pada Ayahnya. Tiba-tiba saja, Tuan Sovies menarik tangan Cecil hingga Cecil terjatuh dalam dekapan pria yang tidak di kenalnya.

"Lepas!" Cecil berusaha melepaskan diri tapi pria itu menyeretnya semakin jauh dari Tuan Sovies.

"Ayahhhhh!" teriak Cecil.

"Apa seperti ini, peran seorang Ayah?" batin Cecil.

"Sayang, bukankah kita akan menikahkan Cecil dengan Tuan Muda? Kenapa kau memberikannya pada Tuan Danu?"

"Mereka tetap akan menikah. Kau tahu bukan, berapa banyak investasi Tuan Danu pada perusahaan? Syarat apa yang sudah dia ajukan juga, kau tahu. Apa kita bisa membantahnya?" jawab Tuan Sovies.

"Tapi, kenapa begitu kebetulan?"

"Sudahlah! Kita harus pergi."

***

"Selamat bersenang-senang, Nona!" pria asing itu melempar Cecil masuk ke dalam kamar.

"Bau alkohol?" batin Cecil.

BRAKKK... BRAKKK... BRAKKK...

Cecil berusaha mendobrak-dobrak pintu untuk melepaskan diri sebelum masadepannya hancur.

"Diam dan menurutlah!" pria dengan bau alkohol yang menyengat memeluk Cecil.

"Tolong, Tuan. Tolong jangan seperti ini," mohon Cecil sembari melepaskan diri.

Pria asing itu jatuh di atas lantai akibat terlalu banyak minum. Cecil menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri.

Cecil mengambil kunci kamar yang terletak di atas meja. Dengan segera, Cecil membuka pintu kamar lalu kabur.

Pria asing yang membawa Cecil, menyadari sebuah keganjilan. Pria itu memilih untuk melihat kondisi Tuannya, di bandingkan mengejar Cecil.

Cecil berlari ke arah mana saja sesuai dengan langkah kakinya.

"Jalanan ini sepi sekali? Huffff, setidaknya, aku sudah kabur dari pria itu," batin Cecil.

BRUMMM... BRUMMM... BRUMMM...

Suara mobil menderung dengan kecepatan tinggi namun tidak terkendali. Mobil itu hampir menabrak Cecil namun berhasil menghindar sehingga mobil itu memilih untuk menabrak pepohonan.

Asap keluar dari mesin mobil. Cecil bergegas mengetuk-ngetuk kaca namun tidak ada sahutan. Pintu mobil tidak terkunci, memudahkan Cecil untuk menolongnya.

"Tuan, apa Anda baik-baik saja? Mari saya bantu!" ucap Cecil menawarkan bantuan.

"Kyaaaaaaaaaaa..."

Pria asing itu menarik Cecil masuk ke dalam mobilnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu.

"Apa? Maaf, Tuan. Saya hanya ingin bertanggungjawab karena saya tidak hati-hati sehingga membuat Anda kecelakaan."

"Bertanggungjawab? Baiklah!"

Pria itu menurunkn kursi mobil mobil yang di pakainya untuk menyekap Cecil. Pria dengan tubuh sempurna itu, mengikat tangan Cecil ke atas dengan dasinya.

"Tuan, apa yang Anda lakukan?" teriak Cecil.

"Aku hanya menagih tanggungjawabmu!" jawab pria itu.

"Tuan, tolong lepaskan saya!" mohon Cecil.

"Aku berusaha pergi dari kandang macan, tapi aku terjebak di kandang singa. Bagaimana ini?" batin Cecil.

"Bantu aku!" bisiknya.

Dengan penerangan seadanya, Cecil tidak bisa melihat dengan jelas paras pria yang sudah melakukan hal menakutkan padanya.

"Tuan, lepas...." belum selesai bicara, pria asing itu mencium bibir Cecil sesuka hatinya.

Hiks... Hiks... Hiks...

"Apa tidak ada yang bisa menolongku?" batin Cecil.

"Gadis kecilku, jangan takut!" bisiknya.

"TOLONG... TOLONG... TOLONG..." teriak Cecil sembari meronta-ronta.

"Diam!" bentaknya.

"Tuan, tolong lepaskan aku! Bagaimana bisa Anda melakukan hal ini pada wanita asing?"

"Wanita asing, tetap juga seorang wanita!"

"TIDAK, TUAN! TOLONG... EMMMMMMM... EMMMMMM"

avataravatar
Next chapter