1 Prolog

Azhka, pusat aktivitas perdagangan internasional di Kerajaan Varaashia. Ia adalah jantung perekonomian negeri ini yang mengalirkan berbagai kebutuhan pangan, sandang, papan, dan tentu uang menempati tahta teratas dalam piramida ini.

Kota ini menjadi milik Varaashia setelah ditaklukkannya Kerajaan Azkhaban, sebuah wilayah yang lepas dari tetangganya yang kini hanya sebagian kecil saja yang tahu nama dari kerajaan tersebut.

Kota ini dikatakan memiliki luas seperdelapan dari wilayah Varaashia, dan Varaashia memiliki luas seperdelapan dari bekas Kerajaan Sern yang dikuasai oleh Raja Agung Abserna di masa lalu. sekelilingnya dilindungi dinding raksasa yang membentang, dengan tinggi setengah dari tinggi istana Azkha dimana Raja beristirahat untuk beberapa hari. tidak lama lagi, mereka akan mengadakan malam perayaan dimana semua orang telah lama menantinya.

Sesuai perkataanku sebelumnya, kota ini adalah jantung perekonomian negeri ini. sehingga di setiap sisi kau akan menemukan setidaknya hampir seribu kios sepanjang gang dan jalan dengan berbagai macam kue-kue, bahan makanan, kebutuhan sandang, dan aneka perhiasan yang membuat setiap mata tak tega untuk berkedip walau hanya sesaat.

Tidak peduli itu hari bulan ataupun matahari, tidak ada kata sepi jika kalian bersedia menjajakan dagangannya di sini. tempat ini sangat ramai, baik dari kalangan masyarakat ataupun petualang jauh dari negeri seberang. tidak sedikit pula para pelayan dari saudagar-saudagar kaya merelakan waktu mereka lima hari lima malam berjalan kaki hanya untuk menyenangkan hati majikan mereka dengan menghadirkan barang-barang di sini di depan matanya.

Beberapa barang adalah produk asli, dibuat dan dijual langsung. tentu kau akan mendapat harga murah saat membelinya dan menjadi investasi yang menguntungkan untuk dijual lagi di negerimu sendiri.

"Berapa harganya?"

"Enam ratus lima puluh tiga keping saja."

"Sungguh? itu terlalu murah!"

"Jika kau pikir begitu, kau boleh membeli dengan harga lebih!"

"Hahah... tidak bisa Tuan, Tuanku akan memarahiku kalau demikian."

"Ya sudah, bayar saja sesuai harga!"

Pelayan itu melihat ke arah pinggangnya, sekejap membuatnya terlihat seperti orang linglung.

Dia sangat ingat sekali ia menggantung dompetnya di pinggang kanannya. saat ia sampai di sini pun, ia masih bisa merasakan kincringan keping logam yang cukup banyak.

Apakah ia lupa bahwa ini adalah tempat yang ramai? bagi sebagian orang, mungkin tahu bagaimana memanfaatkan keramaian tersebut?

Iya, uangnya telah dicuri orang lain.

"Bagus! aku kehilangan dompetku!! itu semua pemberian Tuanku untuk membeli ini."

"Salahmu sendiri, seharusnya kau berhati-hati. Jangan menggantung dompetmu di tempat sembarangan."

"Habislah sudah, kepalaku akan melayang!"

Ia berjalan memutar seraya menutupi wajah dengan kedua tangannya. rasa putus asa mulai menghinggapinya, karena ia tahu bagaimana ia akan berakhir jika tidak menemukan dompetnya lagi.

Bersandar pada sebuah kaki meja yang lebar, ia masih menutupi wajahnya. perlahan-lahan menjatuhkan pinggulnya dan mengambil posisi duduk. ia tidak tahu bagaimana harus berbuat? karena mencaripun rasanya sudah sangat mustahil.

Seraya menghadap langit, ia berharap mukjizat datang kepadanya. paling tidak, ada yang memungutnya dan menjadikannya sebagai seorang pelayan. hanya untuk bisa lari dari tanggungjawabnya. tetapi... itu mustahil, kecuali kalau ia mau menjual diri untuk dibeli oleh bangsawan di sini, mungkin ada peluang walau hanya sebesar butir pasir.

Tidak, orang-orang di sana hanya ingin pelampiasan. bukan seorang pria yang ceroboh dan pengecut seperti dirinya.

Pikirannya sudah jauh menembus angkasa, perlahan ia menjadi seperti orang gila.

Cring... cring

Apa itu? tanya dari mata orang itu menunjuk sebuah kantung yang jatuh di hadapannya.

Ia mengambilnya, dan isinya adalah kepingan-kepingan logam. ini adalah uangnya.

"Dompetku..."

Ia menengok ke arah seseorang di sana. memakai jubah hitam yang menutupi seluruh tubuh dan wajahnya, kecuali mulut, tangan dan sepatu yang ia kenakan serta tubuh bagian depannya yang berbalut kemeja putih elegan.

"Tuan yang mengembalikan dompet saya?"

Orang itu hanya membalas anggukkan tanpa menjawab sepatah katapun.

"Syukur Sang Penguasa, Tuan telah menyelamatkan hamba dari keputusasaan. Bila berkenan izinkan hamba untuk membalas Budi Tuan. Katakanlah, apa yang harus hamba lakukan untuk Tuan?"

Orang itu masih tak membalas, hanya mengangkat telapak tangannya setinggi dada dan menggelengkan kepalanya pelan-pelan.

Ini membuatnya tidak enak "Tapi Tuan..."

Orang itu membungkukkan kepalanya dan meninggalkannya.

Sang pedagang itu menghampiri.

"Kau tidak perlu khawatir, dia memang seperti itu orangnya."

"Tuan mengenalnya?"

"Dia adalah pelayan pribadi Yang Mulia Varaash, Gustaph Magenta Selvanas. Ia juga satu-satunya Slavian yang berhasil diselamatkan oleh Yang Mulia."

"Orang itu?! Slavian?!"

"Tenang saja, dia orang baik. meskipun banyak orang yang tidak menyukai kehadirannya karena membawa keresahaan, karena itu ia memakai jubah itu untuk menutupi hawa keberadaannya."

Iapun tersenyum dan meneruskan:

"Lagipula, ia adalah salah satu pelanggan setiaku. bagaiamana mungkin aku bisa menolaknya? siapapun pelangganku, tidak ada yang mereka bawa selain keuntungan besar!"

Pedagang itu tertawa keras, membahana hingga ke beberapa kios. orang-orang berjalan seraya memerhatikannya, membuat sang pelayan itu jadi malu.

*******

Pintu dari kayu jati menghantam kedua sisi dinding. suara nyaring hantaman keduanya memanggil orang-orang di sekitar berbaris menyambut kedatangan pahlawan-pahlawan mereka. semua aktivitas saat itu segera dihentikan. para ibu yang tengah membenahi rumah serta anak-anak yang tengah bermain, menghentikan kesibukkan mereka hanya untuk melihat menyambut pulangnya para ksatria dengan bangga menyampaikan kemenangan mereka.

Tidak hanya itu, tidak sedikit dari para warga memang memiliki hubungan dengan para pahlawan itu, entah itu suami atau seorang ayah. di antara rasa senang dan cemas mereka kumpulkan jadi satu dan berdiri melihat kedatangan para ksatria.

Seluruh ekspetasi setinggi angkasa dan harapan penuh asa mereka ingin luapkan dalam jeritan kegembiraan yang membahana balu di langit gelap....

Namun mereka lupa, cahaya surya itu tiba-tiba menghilang. tertutup awan hitam kelam.

Suara kuda melangkah terdengar keras, namun terasa sangat lemas. itu masuk ke dalam telinga orang itu dari kejauhan. di saat yang sama setetes air dari langit menggenggam telapak tangannya yang besar.

Ia berusaha menyampaikan suatu kabar.

Ketika senyum merekah dari wajah-wajah warga kota... semua itu layu begitu saja.

Prajurit itu memang memasuki kota, tetapi tidak nampak sedikitpun wajah kebahagiaan di antara mereka.

Ada banyak perban, bahkan di sana bisa terlihat menahan sakit ketika darah dapat mengalir menembus keluar. disertai rasa sedih, kecewa, putus asa, rasa sakit itu semakin menjadi-jadi... kekecewaan para warga jadilah pelengkap penderitaan mereka.

Semuanya terpukul... sedih.

Para prajurit yang mereka banggakan selama ini, kini tidak lebih dari penunggang kuda yang kehilangan arah dan tersesat. tapi, itu masih belum seberapa....

"Suamiku...."

Kereta kuda terhenti sejenak ketika seorang wanita parubaya menatap jasad suaminya terbujur kaku. lengan kanan dan kaki kirinya sudah tiada bersama dengan nyawa dalam jasad itu. tertidur abadi, berenang dalam kedamaian....

Melihat itu, Kepala Prajurit mulai terpukul. ia bahkan hampir tak mampu menahan kesedihan itu.

"Mana janjimu akan melindungi mereka dengan segenap jiwamu?! kau bilang akan melindungi kami, kan?!!! lalu mana?! kau tidak lebih dari merenggut nyawa suamiku!!! kau tahu, aku sedang mengandung calon putranya sekarang ini, dan nanti ia akan lahir sebagai seorang yatim!!!"

Tiada kata bisa diberikan oleh Kepala Prajurit, mulutnya bungkam seribu bahasa.

Kepala prajurit menengok ke arah seseorang di sana, hujan turun saat itu...

Apakah ia bisa melihat air mata orang itu di antara hujan deras ini?

avataravatar
Next chapter