6 Tamu Tak Diundang

"Bagaimana rasanya? Kau suka?" Tanya Raynar kepadaku. Aku sampai lupa masih ada dia di depanku.

"Aku suka sekali, Kak. Ini enak sekali! Sungguh, aku tidak bohong!" Kataku sambil tersenyum.

"Syukurlah kau senang. Tunggu, anak perempuan kalau makan jangan sampai belepotan." Katanya sambil mengelap sisa saus pasta yang menempel di bawah bibirku. Sontak perlakuan Raynar membuatku memundurkan wajahku.

Aku sedikit malu dengan perlakuan manis Raynar yang mendadak itu. Ini seperti... kencan dengan kekasih.

Tapi, kencan macam apa ini? Kencan saat waktu hampir subuh? Dan hanya makan pasta di rumah? Hahahaha aku memang sudah gila! Mungkin karena terlalu sering membaca novel ataupun menonton drama romantis. Raynar tak mungkin seperti itu.

"Setelah ini, kau mau tidur?" Tanyanya seusai makan.

"Iya, Kak. Kalau Kak Rei?"

"Mungkin aku akan menyelesaikan pekerjaanku yang sedikit tertunda tadi malam." Ucapnya sambil mencuci piring. Sebenarnya aku ingin membantu, tapi dilarang olehnya.

"Baiklah. Aku masuk kamar dulu, Kak. Terimakasih makannya." Aku memutuskan untuk pergi ke kamarku kembali.

Ketika aku melangkahkan kakiku menaiki tangga, aku melihat Lingga sedang berdiri melihatku dengan tatapan tajam. Seakan tidak suka dengan segala yang aku lakukan.

Aku yang melihatnya segera mengalihkan pandanganku dan bergegas masuk ke dalam kamar.

Di dalam kamar, aku masih terbayang-bayang oleh sifat dua bersaudara yang sangat berbeda jauh. Yang satu sangat ramah tapi yang satunya jutek.

Ah, masa bodoh. Kututup seluruh tubuhku dengan selimut dan aku mulai tertidur kembali. Hawa dingin yang tertutup oleh hangatnya selimut dan perut yang terisi membuatku semakin terlelap.

******

Author POV

Matahari telah bergerak menjulang tinggi. Langit pun sangat cerah hari ini seakan melupakan kesedihan yang lalu. Sinar cerah itu menyilaukan bagi siapa saja yang mengenainya. Termasuk dengan seorang gadis yang masih asik bergelut dalam mimpi. Awalnya ia tak menghiraukan sinar mentari yang mengenainya lewat celah jendela. Namun, semakin lama sinar itu memberikan efek hangat di pipinya yang chubby itu.

Tubuhnya menggeliat menghindari sinar hangat itu. Kesadarannya pun kembali. Ia pun terbangun dan terkejut dengan hari yang sudah siang. Itu artinya ia sudah terlambat pergi ke kampus.

Segera ia merapikan rambutnya dengan kasar dan langsung pergi ke kamar mandi. Tapi, langkah kakinya terhenti dan ia mulai menyadari sesuatu. Ia kemudian memukul kepalanya pelan seakan tersadar bahwa ia sudah lulus dari kuliahnya beberapa hari yang lalu.

Kemudian ia kembali berbaring di kasur empuknya. Tapi kemudian ia bangkit lagi. Lalu ia bergegas mandi. Seusai membersihkan diri, ia kemudian berdandan tipis. Rambutnya yang hanya sampai di bawah telinga disisirnya sebentar.

Ia lalu menuju lantai bawah sambil mencari penghuni rumah yang lain. Entah siapapun itu. Diperiksanya dengan seksama, tak ada satupun penghuni rumah yang muncul. Hanya seorang wanita tua yang asik merawat bunga di kebun rumah yang ada di samping dapur.

"Mbok Romlah sedang apa?" Tanya Maya kepada asisten rumah tangga itu.

"Eeh Non Maya. Ini lho, Mbok sedang memberi pupuk buat bunga-bunganya Non Jenar." Kata Mbok Romlah kepada Maya.

"Maya bantu ya Mbok?" Tanya Maya. Tanpa persetujuan Mbok Romlah, Maya sudah mengotori tangannya dengan pupuk bunga.

"Eh jangan, Non. Entar tangan Non Maya bisa kotor." Kata Mbok Romlah sambil merebut pupuk dari genggaman Maya.

"Ah sudahlah, Mbok. Maya udah sering bantu-bantu kayak gini dulu. Waktu Ibu masih hidup." Kata Maya dengan tatapan menerawang. Mengingat kematian Ibunya yang mendadak membuatnya sesak dan ingin menangis lagi.

"Sekarang Ibu Non Maya sudah damai di sana. Maaf, Mbok cuma bisa mendoakan semoga amal baiknya dapat diterima di sisi Tuhan." Ucap Mbok Romlah dengan tatapan iba.

"Amin. Terimakasih banyak, Mbok. Hemmm ngomong-ngomong Mbok Romlah sudah berapa lama bekerja di sini?"

"Kira-kira hampir tiga puluh tahunanlah, Non. Pokoknya dari sebelum Non Jenar menikah dengan Den Fusena. Mbok sudah bekerja dengan Ibunya Non Jenar." Jelas Mbok Romlah yang diangguki oleh Maya.

Mereka pun merawat bunga dengan diiringi oleh suara gelak tawa. Canda dan tawa hadir di tengah-tengah suasana rumah yang hening itu.

"Lingga! Lingga sayang! I'm coming!" Teriakan seorang wanita sontak membuat Mbok Romlah dan Maya terkejut. Membuat mereka bertanya-tanya.

Maya dan Mbok Romlah pun bergegas memeriksa siapa wanita itu. Dengan tangan yang masih kotor, mereka berdua berjalan menuju ke sumber suara.

Dan mereka pun terkejut dengan wanita itu. Wanita dengan dandanan nyentrik itu melihat mereka berdua dengan tatapan menghina.

******

Author POV

Seorang wanita berambut cepak dan berpenampilan nyentrik tengah menatap Maya dan Mbok Romlah dengan tatapan menghina. Seakan yang di depannya itu adalah virus.

"Mbok Romlah kan? Mana Lingga?" Tanya wanita itu.

"Den Lingga ada di kamarnya, Non Ara. Silahkan Non Ara duduk di ruang tamu dulu, nanti saya buatkan minum. Non Ara minta minum apa?" Tanya Mbok Romlah dengan nada halus.

"Aku buatin jus jeruk dong, Mbok. Panas banget cuacanya." Sikap semena-semena Ara sontak membuat Maya sedikit tersinggung. Walaupun Mbok Romlah adalah pembantu di sini, tapi bukan berarti harus diperlakukan seenaknya saja. Bahkan majikannya pun tidak pernah berlaku demikian.

Mbok Romlah pun undur diri dan segera membuatkan minum untuk Ara. Sementara Maya masih berdiri dan tertegun melihat sikap Ara yang arogan. Seketika ia teringat alasan Jenar menolak keras hubungan Lingga dengan Ara.

Merasa diamati terus, Ara pun melihat Maya balik. Ia mengamati dengan tatapan jijik akan penampilan Maya yang dinilainya sangat tidak mengikuti tren dan terkesan culun.

"Kau! Pembantu baru di rumah ini ya? Apa kau anaknya Mbok Romlah? Wah! Aku semakin kagum dengan majikan kalian yang dengan baik hati mau menampung orang-orang seperti kalian. Sangat kampungan! Pergi sana!! Dan bersihkan tanganmu! Jangan sampai aku muntah setelah melihatmu!" Penghinaan Ara sontak membuat Maya semakin naik pitam.

"Maaf jika aku membuatmu tidak suka dengan penampilanku. Tapi perlu kuberitahu bahwa aku bukanlah pembantu di sini. Aku juga bukanlah anak dari Mbok Romlah. Namaku Maya dan aku adalah anak angkat dari Mama Jenar dan Papa Fusena! Ingat betul-betul, Nona Ara!" Ucap Maya dengan mata melotot dan kedua tangan yang mengepal.

"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" Tanya Lingga yang tiba-tiba muncul dari lantai atas kemudian turun melalui tangga menuju lantai bawah.

"Honey!! Apa dia pembantumu yang baru? Aku tidak suka dengan sikapnya kepadaku. Dia juga mengaku-ngaku kalau dia adalah anak angkat orang tuamu. Apa itu benar, honey?" Tanya Ara dengan memegang tangan Lingga seraya bersifat centil.

Maya yang melihat sikap centil Ara merasa jijik dan memperlihatkan ekspresi menghinanya kepada Ara.

"Dia memang pembantu baru di sini. Dan kalau dia mengaku-ngaku sebagai anak angkat Papa dan Mamaku itu hanya bohong dan akal-akalannya dia saja. Kau! Harusnya kau sadar diri! Sudah baik diterima di keluarga ini tapi malah mengacau!" Ucap Lingga dengan mata memicing mengarah ke Maya. Sontak Maya menjadi lebih marah namun ia tidak bisa membantahnya. Ia hanya terdiam dan sedikit menunduk.

avataravatar
Next chapter