1 Rutinitas Pagi (Rachel)

"Racheeel! Bangun!" teriak wanita paruh baya itu, dengan nada yang melengking tajam.

Sedangkan yang dipanggil Rachel itu. Dia seakan tuli. Panggilan itu terasa alarhm-nya yang bertalu-talu memanggilnya.

"Mama hitung sampai tigaa ... kalau kamu tidak bangun. Air dingin ini akan mengguyur wajahmu yang ileran itu," ancamnya.

Sudah beberapa menit wanita paruh baya itu menunggu putrinya. Namun, gadis yang baru saja memasuki dunia perkuliahan itu masih saja belum juga menunjukkan perubahan gerak badan.

"Eh, masih tidak mau bangun! Lihat hadiah dari Mamaa ini...," lanjutnya.

Wanita paruh baya itu melangkah dengan pasti menuju kamar mandi putrinya. Lalu mengisi satu ember penuh air dingin. Sesuai ancamannya tadi.

Garis bibir wanita paruh baya itu terangkat sedikit sembari ekor matanya menitik targetnya yang masih di atas kasur besar.

Tapi, sebelum wanita paruh baya itu datang.

Perempuan berusia 20 tahun itu membuka satu mata kirinya sedikit.

Menatap punggung wanita paruh baya itu yang perlahan menghilang di balik bilik yang selalu Rachel pakai untuk berdiam berjam-jam setelah berkutat di kantor papanya.

Rachel segera bangun dari tempat tidurnya. Lalu menata sesempurna mungkin triknya agar terlihat seperti dirinya yang masih tertidur.

"Sempurna!" Rachel menjentikan jemarinya.

Ekor mata Rachel kembali melirik ke arah pintu berwarna pink miliknya. Rachel mendengar langkah kaki mamanya sudah mendekat. Bahkan semakin dekat.

Dengan langkah seribu kaki. Rachel memutuskan untuk bersembunyi di balik almari tingginya miliknya.

Posisi ini bisa sangat strategis. Rachel bisa memantau mamanya, namun wanita paruh baya itu tidak dapat melihat dirinya.

Perfecto! gumam Rachel dalam hati.

Hari ini adalah hari pertama Rachel berkuliah. Meskipun terlambat dua tahun. Tapi, itu tidak menjadi masalah bagi Rachel. Karena keluarganya kaya dan Genius, tentunya.

Rachel merasa dirinya tidak membutuhkan pelajaran tambahan. Karena sejak umur Rachel 10 tahun, Rachel sudah mendapatkan materi yang seharusnya didapatkan oleh orang dewasa.

Rachel sangat malas masuk kampus milik keluarganya. Karena pastinya. Mamanya akan memantau setiap gerak-geriknya.

Perempuan berumur dua puluh tahun itu memang pemalas. Tapi, jangan ditanya mengenai kinerja otaknya. Super Genius. Hanya satu penyakitnya yaitu super pemalas.

Suara bunyi langkah kaki perlahan mendekat ke arah Rachel. Lebih tepatnya kearah ranjang Rachel.

Rachel melebarkan matanya, melihat mamanya yang akan segera terkena prank-nya.

"Maafin Rachel ya, Ma. I love you Mama, " ucap Rachel pelan seraya terkikih sendiri di balik lemari tinggi miliknya.

Rachel mencodongkan tubuhnya matanya melirik ke arah celah lubang. Dan terlihat kaki manusia yang mulai melangkah.

"Anak itu masih saja pemalas! jangan mentang-mentang kampus itu milik papanya sendiri. Sehingga anak itu tidak paham aturan," gumamnya di setiap langkahnya. Dengan kedua tangan memegang pinggiran ember hitam kecil.

Kaki wanita paruh baya itu sudah berada di dekat ranjang Rachel, mata wanita paruh baya itu langsung memicing tajam.

Tusukan tajam dari sorot mata wanita paruh baya seakan ingin melumpuhkan targetnya.

Kepalanya menggeleng kesal. Ia pikir putrinya memang tak bisa dibangunkan.

Perempuan macam apa yang semalas Rachel? Bagaimana bisa suaminya berniat ingin menikahkan anak semalas dan senakal, Rachel.

Bisa jadi apa suami dan anaknya nanti. Jika ibunya semalas Rachel.

Mengurus dirinya saja, Rachel tidak bisa. Apalagi suaminya kelak. Bisa-bisa suami dan anaknya busung lapar. Karena tidak diurus Rachel.

"Jangan pikir Mama main-main!"

"Byuurr!"

Guyuran air itu langsung menyiram guling yang telah dimodifikasi Rachel, menyerupai dirinya.

Wanit paruh baya yang sering dipanggil Martha itu langsung mengernyitkan dahinya. Dia merasa heran.

Kenapa putrinya tidak memberi respon apapun. Padahal air itu adalah air dingin, yang tidak di sukai Rachel.

"Kenapa anak ini belum bangun juga?" gumamnya penasaran. Mama Martha melihat heran. Sungguh pikirannya kini menjadi buruk.

Tapi, sewaktu dirinya mengancam Rachel. Anak itu masih menggerakkan tubuhnya sedikit. Meskipun hanya sedikit. Namun sekarang. Kenapa jadi sekaku itu?

Rachel terkekeh melihat ekpresi keheranan mamanya dari balik benteng tingginya. Seperti permainan. Perempuan cantik itu sedang mengindik targetnya.

Rachel tertawa pelan supaya keberadaannya tidak terlihat oleh mamanya.

"Haduh... bagaimana ini? Anak ini tidak mempunyai riwayat penyakit apapun. Tapi, kenapa tubuhnya masih saja belum bergerak?" tanya mama Martha dalam dirinya sendiri.

Dengan langkah takut bercampur khawatir. Akhirnya ia memberanikan diri untuk menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh replika Rachel. Mama Martha ingin melihat kondisi putrinya seperti apa.

Rachel yang tidak mau prank-nya terbuka dulu. Dengan perlahan, Rachel melangkahkan kakinya keluar dari persembunyiannya.

Di saat mamanya akan menarik selimut tebal itu.

Tubuh Rachel telah berada di belakang mama Martha.

"Mencari siapa Nyonya besar?" tanya Rachel sembari memperagakan suara berat dari body guard yang selalu standby di sisi Rachel.

"Mencari Rach ...," belum sempat Mama Martha melanjutkan balasannya. Ia sadar bahwa itu adalah suara putrinya. Meskipun suaranya telah diubah menjadi seberat itu.

Rachel memang jahil. Seberat apapun suara perempuan menirukan suara berat pria ... tetap saja, tidak bisa menyamai persis seperti suara pria.

Kepalanya memutar. Ketika menyadari jika itu memang suara putrinya. Tapi, mama Martha ingin memastikan kembali dugaannya.

Dan benar! Suara itu memang berasal dari putri nakalnya.

"Rachel!" pekik Mama Martha, bernada meninggi. Menandakan wanita paruh baya itu tak lagi sedang bercanda.

Rachel menahan tawanya, seraya masih menirukan badan kekar dan tegak bodyguard nya.

"Maaf Nyonya. Saya bukan Rachel. Tapi, Marcho!" balas Rachel yang masih dengan suara beratnya menirukan pemimpin bodyguard-nya.

Suasana di kamar Rachel sudah mulai kacau semenjak perempuan muda itu masih tertidur. Karena Rachel bukanlah putri raja yang terkenal anggun dan menjaga pola lakunya. Dia jauh darisemua itu.

Ceroboh, jahil, dan pemalas. Itulah gambaran sesungguhnya dari Rachel. Anak sang sultan. Jika mengikuti trend jaman sekarang. Yang kaya yang akan menjadi sultan.

Begitupula dengan Rachel. Dia terlalu pantas dipanggil sebagai anak 'Sultan.'

Mama Martha mendengus kesal. Dia tak habis pikir dengan kelakuan putrinya ini. Dan lagi, dia menjadi bahan 'Prank' putrinya. Yang sudah sekian kali.

"Berhenti main-main! Di mana kameramu?! Di mana, hah?" tanya wanita itu. Biasanya memang Rachel memasukkan ide gila itu di akun media socialnya. Sehingga kali ini Martha memang patut curiga.

Rachel yang mendengar itu langsung memutar matanya jengah. Ia mengusap permukaan wajahnya dengan kasar.

"Mamaaa! Stop negative thinking padaku. Kakak saja yang selalu aku masukan kesana tidak pernah protes. Biar jadi selebgram. Fans Mama pasti akan bertambah,"

"Tapi, kali ini. Aku lupa dengan kameraku. Astaga." Rachel menepuk jidatnya. Sembari mata kirinya melirik kearah mamanya.

"Dasar anak nakal!"

Rachel langsung berlari dengan kencang menghindari serangan dari sekutu. Rambut hitam panjang Rachel hingga berantakan menutupi sebagian wajahnya.

"Ngidam apa aku dulu. Bisa-bisanya mendapat anak senakal itu. Ya Tuhan, berkahi hamba lagi."

Hanya satu tujuan di otak Rachel.

Kamar, Delon! ya, kakaknya yang baru saja pulang dari Amerika.

Tanpa mengetuk. Rachel langsung saja masuk. Karena kamar mereka memang bersebelahan. Dengan baju tidur hanya sejengkal lingkaran paha. Sehingga membuat Rachel begitu seksi pagi itu.

Bukan karena Rachel tidak memiliki sopan santun. Tapi, sejak kecil Rachel memang suka keluar-masuk tanpa ijin kekamar Delon.

"Kak, Delon!" teriak Rachel yang terperangah saat melihat Delon hanya terbalut handuk kecil di pinggang kekarnya.

avataravatar
Next chapter