8 × 7 × Hide +

"Kim Hana?"

Merasa namanya terpanggil Hana segera membalikkan torso guna menghadap. Mendapati sosok paruh baya dan seorang pemuda yang dikiranya tidak jauh umurnya dengannya. Dan tunggu ...

Pria ini terlalu muda untuk memakai jas, apa aku salah? benak gadis itu.

Lantas membungkukan tubuh penuh hormat. Pun segera memberi tatap penuh tanda tanya seolah 'Anda siapa?' Namun diurungkannya saat melihat pria tersebut sudah membuat ancang bicara.

Namun tak terduga baginya saat pria paruh baya itu memeluk erat nyaris mencekik pasokan udara yang harusnya bisa keluar masuk dengan lancar. Mendapati tindakan tak sopan Hana dengan sigap berusaha melawan sampai sahutan suara membuatnya tak bergeming.

"Aku Appa-mu Hana-ah. Maaf, maaf kau memiliki Appa jahat sepertiku, maaf..." Lirihan sendu menguar, pun memenuhi setiap sudut isi rungu Hana seakan tak percaya. Namun satu yang ia tahu. Perasaan ini terasa familiar.

Maka merasa tak asing lagi. Hana segera menghamburkan tangannya guna turut serta membalas pelukan hangat setelah tak terjalin sepuluh tahun lamanya. Pun sebelum memeluk erat linangan air asin milik Hana sudah tumpah ruah dalam satu kejapan mata.

Segera melahirkan isak tangis tersedu pun sebenarnya menyiratkan rindu. "A-appa...." lirih Hana. Pun membuat sang ayah mendadak stagnan di tempat. Segera membuat sang ayah ikut serta menumpahkan air mata yang selalu tak keluar kendati menyesali perbuatannya.

"Maaf Hana-ya. Maafkan Appa. Terima kasih, terima kasih." Hana menjauhkan wajahnya pun melepas perlahan pelukan itu dengan jarak yang masih terbilang sedikit.

"Tidak appa. Tidak akan kumaafkan." Pun suasana hati Limhe menegang seketika. Rasa takutnya sudah menjalar hingga ulu hatinya. "Tidak akan sebelum ayah mengecup kepalaku!" Pun Hana terkikik gemas melihat kekhawatiran sang ayah. Sedikit banyak mengerti perasaan sang ayah. Maka dengan sengaja membuat suasana agar tak terasa kaku.

Dengan cekatan Limhe mengecup berulang kali pucuk kepalanya. "Teri─" ucapan Limhe mendadak terhenti akibat suara yang menyahut apik.

"Jangan meminta maaf atau berterima kasih Appa. Tidak ada orangtua yang pantas berucap seperti itu pada anaknya. Hana yang berterima kasih. Terima kasih appa. Berkatmu aku bisa lahir di dunia. Aku bisa berjalan juga berkatmu. Aku bisa bernapas sebagai Kim Hana karenamu Appa. Terima kasih."

Limhe menitikkan air matanya untuk kesekian kalinya. Pun dua sosok yang memilih diam dengan kejadian di hadapan.

"Ini Min Yoongi. Sepupumu Hana-ya." Limhe masih sibuk mengusap genangan air yang masih tersisa. Pun Hana tersenyum afirmatif pada sosok yang ditujukan sang ayah.

Lekas membalas dengan senyuman manis pula. Min Yoongi. Pria itu menukikan sebelah alisnya pada Hana. "Pria itu... pacarmu?" Pertanyaan singkat itu cukup membuat Hana memerosotkan rahangnya jatuh. Lekas menggeleng hingga suara bariton bernada khas itu menyahut.

"Tentu saja. Min Yoongi ─pemilik perusahaan Min?" Nyatanya apa yang dikatakan Jungkook bukanlah pertanyaan melainkan pernyataan.

Yoongi menghela. "Jeon Jungkook. Kau bekerja di usia muda. Berhentilah untuk terus meminum pil tidur itu." Tuturan singkat itu membuat Hana nyarus mengeluarkan semua salivanya ─kaget. Oh! Pria itu hebat tidak overdosis hingga sekarang.

Tidak, tidak. Bukan itu yang terpenting. Apa katanya?

'Bekerja di usia muda'?

"Bekerja?" Hana menggumam singkat dan detik selanjutkan termenung sesaat. "Yoongi-ssi kau mengenalnya?" tanya Hana pada akhirnya.

"Panggil aku 'Oppa' Hana-ya. Sangat tidak sopan." Yoongi mencebik dengan senda gurau yang jelas tersirat dari nada bicaranya pun tangannya yang bersidekap didepan dada. "JK Corp. Perusahaan dan pengusaha mana di Seoul yang tidak mengenalnya Hana-ya."

Hana kembali menganga. Pria muda berumur 17 tahun ini bekerja menjalankan perusahaan besar? Yang benar saja! Jangan bercanda! Pun Hana merasa harus mememastikan sendiri.

Jeon Jungkook kau berhutang penjelasan!!

✾ H A✾Z A✾R D ✾

Derap akibat pijakan kaki yang menapak pada aspal jalanan terdengar menggema dikala dirinya hanya seorang diri di jalanan sepi ini. Akh! Maaf melupakan satu manusia itu. Ya, sesuai janji. Atau janji sepihak? Entahlah sebutlah dengan apapun itu. Yang jelas saat melihat taman di ujung sana batinnya mendadak berteriak.

Pun mulutnya tak henti berdecak kagum.

Hana merasa mulutnya tak berhenti mencerca guna mengagumi sekitarnya. Keindahan alam memang terbaik.

"Kau tidak menyesal ikut denganku bukan?" tanya sosok kekar itu. Pun terakhir kali dirinya menyeret Hana dengan paksa. Segala ancaman dan bulir paksaan keluar guna memaksakan kehendak yang di planning-nya.

Menghela sejemang, sedikit gusar ingin menjawab dengan seperti apa. Maka hanya mengikuti hati guna menjawab. "Iya dan tidak." Jungkook menjungkir naikkan alisnya. Lantas Jungkook berdiri tegak dengan tangan yang tersarang apik di sakunya. "Aku sangat menyukai tempatnya, tapi tidak dengan cara mengajakmu Tuan Jeon."

Bibir Jungkook mencebik di lawasan padang rumput dengan semak dan bunga pun beserta pohon dan beberapa hewan berkeliaran tak tertangkap mata. "Jika tak kupaksa maka kau tidak akan ke sini Hana-ya." Hana mengangguk membenarkan. Memang benar, sangat bahkan.

"Kau bekerja Tuan Jeon?" Hana yang sedari tadi gusar berpikir apa harus bertanya ataukah tidak.

Maka di detik selanjutnya Hana menyesal sudah bertanya manakala satu sudut bibir pria Jeon itu meninggi.

"Kau ingin menjadi asistenku Hana-ya? Kebetulan aku tidak memiliki asisten." Pun setelah Hana melirik alis pria itu naik-turun dengan kerlingan. Pun membuat hati kecil Hana bedenyut hebat, merasa diejek.

Jangan salah penilaian tentang Hana. Dirinya adalah wanita keras kepala dan teguh dengan jalan terbenar baginya. Bukan seperti remaja kebanyakan yang masih mengisi dengan santai dan hang out bersama teman. Maka Hana menjadi pengecualian untuk hal sederhana tersebut.

Terlalu memaksakan diri entah sampai mana batas lelahnya. Belajar di pagi hari hingga sore. Bekerja paruh waktu hingga malam. Dan belajar materi hingga tengah malam menjelang subuh. Beruntung pengatasan terhadap kantung mata selalu menerima jalan terbaik tanpa tebalnya riasan.

Sudah jelas apa yang Hana akan katakan sekalipun Si Jeon itu hanya bergurau. "Tidak, restoran masih memerlukanku."

Setidaknya Hana harap begitu adanya dunia yang benar-benar memerlukannya.

avataravatar
Next chapter