7 × 6 × Goodness +

Helaan napas panjang terdengar menggema di ruang lingkup sepi nan tenang ini. Pun salah satu tempat yang ada di gedung tinggi ini adalah kantor milik sang empu. Para karyawan yang sibuk bekerja dan memondar-mandirkan torso tubuh demi kelangsungan hidup. Maka sang pemilik hanya perlu menyumbang otak, harta, persetujuan, dan keberlangsungan.

"Apa dia mau menerimaku, Yoon?" tanya pria bertubuh tinggi yang mulai mengeratkan genggam pada ponsel pintar berharga fantastis itu.

"Bukanlah cukup dengan mencoba? Ditolak akan sakit namun tidak mencoba mungkin lebih menyesakkan Ahjeossi-ya," sahut suara tone pria di seberang sana.

Maka memberi jawaban dengan dehaman singkat adalah hal satu-satunya yang dapat Limhe lakukan di tengah kalut yang merangsek. Pun sosok bermarga Min di seberang sana turut berdesah kasar.

Jujur, Min Yoongi. Keponakannya yang satu itu memang memiliki sifat yang unik baginya. Maka berbagi berbagai masalah dan kabar baik akan sangat baik bila berbincang dengan pria Min itu. Selalu tahu cara bersikap sopan kendati keduanya sangat dekat layaknya teman sebaya.

"Cobalah, Ahjeossi. Jangan mengawali pikiran dengan hal buruk," tutur pria berkulit seputih salju itu.

"N-ne, Yoongi-ah. K-kapan aku bertemu dengannya?" tanya Limhe yanga sedari tadi merasa gundah akibat rasa senang yang juga bersinergi sempurna dengan khawatir. Sedikit bergerak untuk menyamankan simpuhnya. Dan menelan saliva kasar.

"Siang ini ahjussi,

─kau ingin bertemu dengannya, bukan?"

✾ H A✾Z A✾R D ✾

Gelenyar aneh mendadak memasuk paksa ke dalam tubuh ringkih itu. Pun merasa tak terima dengan kenyataan bahwa tubuhnya mendadak kelu dan kaku. Ingin membentak kasar namun tak mampu. Bahkan napas terengah Hana sudah bergiang apik dalam ruangan tersebut.

Netra kilatnya dipenuhi oleh angkara yang bertengger dalam rusuk hati. Mencoba mengingat lebih benar bagaimana pria di hadapannya mengejutkannya dengan satu gebrakan meja telak dan membuatnya berakhir dengan napas terengah dan wajah memerah akibat amarah yang tertahan.

"JEON JUNGKOOK SIALAN!!!" pekik Hana setelah terbangun utuh dari rasa kejut. "BEDEBAH!! KEMARI KAU!!!" pekik suara sopran itu memekak rungu. Sungguh pria Jeon ini sangat hebat dalam mengganggu waktu seseorang. Ini luar biasa.

"Woah... Hana-ya, segitu terkejutnya dirimu." Suara yang kentara dibuat seolah terkejut dengan dialog yang keluar sangat telat pun mengecam suasana hati Hana untuk menggencarkan langkah kaki.

Ini sudah di koridor.

Hana berdecak kesal. Ia bodoh, mau saja ikut berpartisipasi─terjebak ke dalam permainan Jeon Jungkook. Semua akan berakhir tragis baginya. Bak penyerap tenaga batin. Ya, Hana sedang menghadapi masa itu saat ini. Berharap bahwa bukan dirinya lah yang terlalu ... bodoh.

Maka dengan segera membalik langkah guna memutar dan berlanjut dnegan tapak tungkai hingga sosok dibelakang sana dnegan gencar memberi teriak yang meleking.

"KAU KALAH!!!" Dilanjutkan dengan suara kekeh mengejak di belakang sana. Segera berlari menuju torso gadis Kim itu dengan tungkai yang mulai mengikis jarak.

Bruk!

Suara debum tubuh yang mencium lantai kasar terasa mengudara lepas hingga rungu Hana terpenuhi tanpa celah.

Jeon Jungkook, pria itu tergelincir jatuh manakala gadis Kim itu menempatkan benda secara diam-diam di tengah jalan koridor yang menjadi jalur yang diperkirakan akan dilewati pria itu.

Gelegar kikikan dengan sedikit bubuhan air mata akibat tertawa terlalu lama terdengar kentara. Pun sosok pria yang terduduk kasar di lantai itu memberi tatapan nyalang. Yang dengan santai dibalas dengan tatapan menahan tawa oleh Hana.

"Jeon Jungkook, kau bodoh sekali, sungguh," tukas Hana menegaskan kesungguhannya. Membekap mulutnya dengan santai guna menahan buncah kikikan.

"Kim Hana, kau tidak memiliki perasaan." Hana membalas dengan tukikan apik salah satu alisnya. Memberi ucapan lewat sana, seolah berkata 'apa peduliku?'.

"Bokongku sakit, sumpah!" seru Jungkook kemudian mengusap sayang bokongnya yang masih menempel pada permukaan marmer dingin itu.

Maka sekali lagi kekehan apik menggelegarkan suara tak terlalu nyaring pun cukup untuk didengar rungu pria Jeon itu. Maka detik selanjutnya kekeh itu berakhir dengan uluran tangan porselen gadis itu.

Jungkook terlihat menimang-nimang akan mengambil uluran tangan itu atau tidak.

"Mau tidak?" cecar gadis itu mengintonasikan pelafalan dengan suara garang. Pun uluran tersebut segera diraih dengan wajah sang pria yang terlihat tak sudi dikatai seperti selang waktu lalu. "Jika kau tidak ingin kenapa tidak bangun sendiri, bedebah bodoh?" sewot gadis Kim mencibir seraya mendecih kasar.

Lantas Jungkook tersenyum─menyeringai afirmatif. Pun segera meraih tangan kurus itu. Tak lama setelah bertaut, suara pekikan tenor keras bercampur kesal terdengar kentara.

"Jeon Jungkook!" sahut gadis Kim itu mengeram. Tindakan pria ini sangat di luar nalar normal gadis itu. Mungkin sekarang Hana sudah menganggap pria Jeon itu gila karena kelakuan yang abnormal─baginya.

Pria itu menarik kasar tangan Kim Hana hingga gadis itu memekik singkat akibat terlonjak. Dan sekarang keduanya berhimpit di atas lantai koridor dengan posisi yang dapat dikatakan─intim? Bagaimana tidak? Jika tangan besar pria itu sangat dekat nyaris tak berjarak dengan gundukan gadis Kim itu.

"Shit! Jeon Jungkook, kau bernyali juga!" Kini geraman kedua berintonasi geram pun kembali mencekam keadaan. Hana mengernyit bingung tatkala pria itu malah memalingkan wajahnya di sekitar bawah lehernya. Mari berterus terang.

─di sekitar dadanya.

Hana mendorong tak memakai perasaan barang secuil dan segera beranjak bangkit berdiri. Menuding dengan jari telunjuk mengangkat pongah menunjuk Jungkook di hadapannya.

"Kau benar-benar punya nyali, Jungkook-ssi!" Lantas menghadiahi pukulan tak sirat sayang di kepala pria Jeon itu yang segera meringis sakit. Pukulan Hana tidak main-main.

"Dasar banteng! Kekuatan macam apa yang kau punya, huh?" Pria itu kembali meringis seraya mengusap sayang kepalanya yang dirasa akan membiru samar dalam hitungan menit.

Hana terbakar. Matanya sudah berkilat sarat emosi seolah berkata lewat tatapannya, 'sepertinya kau sudah siap mati hari ini'. Membuat Jungkook bergidik ngeri melihat rahang Hana yang terlihat bergemeletuk.

Oh god, habislah aku.

"Apa-apaan dengan tatapanmu tadi, brengsek! Aku tidak tahu bahwa Jeon Jungkook ternyata berotak mesum." Lantas Hana menyudahi dengan meringis jijik.

"Aku pria normal, Kim Hana. Kau boleh bertanya pada lelaki jika ada di posisiku," sahut Jungkook dengan gigih demi harga dirinya.

"Sekali mesum tetaplah mesum, tidak akan berubah." Hana mencebik apik. Pun Jungkook kini memilih apatis.

Tidak salah juga, pikir pria itu.

avataravatar
Next chapter