3 × 2 × In Myself +

Di tengah rindangnya pepohonan yang kini terlihat basah. Pun kendaraan berlalu lalang dengan trotoar yang biasanya ramai kini terlihat sepi. Hujan masih merintik, namun tentu dengan kenyataan bahwa petrikor akan tercium sejemang oleh hidung. Tercium sesaat dengan begitu pekat, dan sesudahnya bak hilang. Itu karena hidung kita dapat dengan mudah beradaptasi.

Maka Hana sangat berharap ia dapat beradaptasi dengan kobaran api yang menguak dari dirinya sendiri. Akibat kekesalannya yang berkobar meminta segera dikeluarkan. Pria ini menyebalkan. Fisik memang tak menjadi titik terang untuk hal kepribadian.

Beruntung Hana selalu percaya hal tersebut. Maka kali ini dirinya tidak kaget hingga tremor akibat sikap gila nan menyebalkan Jeon Jungkook. Wajah yang manis namun dapat terlihat sexy. Rahang tegas namun dapat seringkali menguapkan pita suara para gadis yang melayang hilang karena berteriak histeris.

"Kau yang memintanya Jeon Jungkook!"

Tidak ada satu dua kata himbauan setelah kata tersebut. Segera gadis itu menyingsing kepalan tangan hingga terkatup sempurna. Melayangkan pukulan tepat di hadapan pria itu, tentunya dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang lambat. Lekas berhenti tepat di depan wajah paripurna Jungkook.

Lantas Hana berdecak sebal. Ya, permainan jantung, mungkin? Karena Hana hanya bertujuan membuat Jungkook barang terpingkal kaget. Namun tipuannya tidak berlaku bagi pria ini rupanya. Jujur untuk kecepatan pukulan Hana melayangkan kecepatan yang cukup baik. Tapi kenapa pria ini tidak bergeming sedikitpun? Menyebalkan!

"Tidak ada elakan 'kah? Tuan Jeon Jungkook," remeh Hana menyindir. Oh! Sekarang dirinya sudah bukan sosok sopan lagi omong-omong.

"Kau bukan orang bodoh yang akan bertindak seceroboh itu Nona Kim Hana," ungkapnya. Sementara Hana bergidik ngeri, namun wahahnya segera membentuk kernyitan dan tatapan penuh kejut.

"Jeon Jungkook, aku tidak ingat pernah mengucapkan namaku," tuding Hana. Maka tanpa menunggu detik kedua Jungkook sudah mengerti arah ucapan gadis Kim itu. Sedikit terkesiap. Ternyata gadis ini sangat teliti.

"Bodoh ya? Kau baru menangkan olimpiade sains 3 hari lalu. Namamu bahkan sering disebut guru-guru sains," tutur Jungkook. Tolong jangan bertanya lagi kenapa ia bisa ingat nama gadis Kim itu.

"Yah... aku juga tidak terlalu peduli jika kau mengenalku atau apapun itu." Hana melajukan tungkainya. Berjalan melewati jalanan kota Seoul ini yang sedang berada di bawah naungan gemericik. Berjalan gontai sebelum torso pria kekar bermarga Jeon itu tetiba hadir dihadapannya mendadak. "Apa maumu Jeon?"

Jungkook terlihat menyeringai. Apa ini benar Jeon Jungkook? Dari rumor yang selalu dibicarakan dengan volume tak rendah. Hana menyimpulkan bahwa pria ini sangat acuh, namun kenapa sekarang tampak seperti orang yang sangat suka mencampuri urusan orang lain?

Sepertinya pria ini mulai gila, pikir Hana.

"Jika aku berkata apa kau akan mengabulkannya huh?" tanya pria itu. Mencondongkan tubuhnya seraya membungkuk kecil guna menyamakan tinggi dengan gadis itu.

"Aku tak punya waktu, menyingkir! Aku harus bekerja," sahut Hana mulai merasa geram. Oh ayolah, kesabaran manusia itu bermacam-macam.

"Jika aku tidak mau?" tanya pria itu menimpali. Woah, wajah ini menjadi pengganggu bisa Hana dalam sekejap.

"Jika aku terlambat maka kau akan membayar untuk itu." Jungkook berangsur melebarkan seringaiannya.

"Bayaran tidak akan menjadi masalah bagiku," sahut Jungkook angkuh.

Hana berdecih keras guna mengalahkan percik air. "Memang tidak menjadi masalah bagimu. Tapi aku tidak butuh uangmu sama sekali. Jadi ... menyingkir." Tak menjadi titik jera seorang Jeon Jungkook. Ia justru memajukan tubuhnya.

Hana menghindar kesamping yang kini terbuka cukup luas dan segera berangsur pergi dengan cekatan pun tenang. "Berhenti menjadi keras kepala Jeon Bodoh Jungkook." Hana mengecilkan getaran suara pada kalimat akhir yang dipersembahkan sebagai umpatan untuk pria Jeon itu.

Hana seketika menghentikan langkahnya tanpa berniat berbalik barang sedikit. "Jangan terlalu lama hujan-hujanan. Aku tidak yakin daya tahan tubuhmu kuat untuk itu." Alunan suara yang Hana udarakan kentara sarkastik, namun pria Jeon itu kembali mematri senyum. Ah! Maksudnya─seringaiannya.

Apa gadis ini baru saja peduli padanya?

Dengan cara kasar dan sarkastik itu?

Hmph ─menarik

✾ H A✾Z A✾R D ✾

Ketukan jemari pada meja kayu berharga fantastis itu tak terhenti meski sudah berlangsung selama satu jam lamanya. Sosok pria berahang tegas dan perawakan tinggi dengan wajah tak kalah paripurna dengan artis top itu tengah gelisah. Sangat resah mengingat para pekerjanya tak dapat menemukan keberadaan anaknya.

Penyesalan selalu ada di akhir. Kini pria tua dengan pahatan wajah yang nyaris sempurna itu percaya. Percaya dengan pepatah itu. Karena ... dirinyatelah jatuh ke lubang penyesalan yang terlampau dalam. Hingga takut untuk melangkah, namun khawatir bila dirinya tak jua melangkah.

Semua bermula dari 10 tahun lalu ...

"Baiklah!" sahut pria gagah itu. Matanya berkilat-kilat memancarkan amarah.

"Jangan mencariku Limhe-ssi. Yang jelas aku akan jauh lebih bahagia ketimbang bersamamu! Hidup bersamamu membuatku sengsara. Kehilangan saham? Bodoh sekali!" Wanita itu bersahut tak kalah panas. Sangat kentara kondisi saat ini sangat dilingkup angkara yang sudah membuncah hebat. Hanya menunggu waktu hingga keduanya meluapkan semua amarahnya.

"Kau menikahiku hanya karena uang? Itu maksudmu Lee Seorin?" Lantas pria itu membalas ucapan dengan menggebu.

"Semua di dunia ini butuh uang. Cinta tak tentu membuatmu bertahan. Tapi jika kau memiliki uang kau bisa hidup tentram. Dan itulah hukum dunia Limhe-ssi. Sudah berapa lama kau hidup di dunia huh!?"

"Lebih lama darimu yang jelas. Dan aku tentu lebih berperasaan ketimbang dirimu Seorin-ssi!" Paduan suara saling menyahut geram terus bergema mengisi sudut ruangan. Maka satu hal yang pasti setelah ini adalah untuk tidak berjumpa satu sama lain lagi.

Bersumpah di hadapan Allah namun dengan mudahnya memutus dengan kertas yang hanya perlu ditandatangani dengan tinta hitam. Sangat luar biasa.

Pria itu mengacak rambutnya. Berharap hal tersebut dapat mengurangi rasa frustasi yang membubuhnya tanpa belas kasih. Menghela nafas berkali-kali. Bahkan ketukan pintu yang terdengar memekak berkali-kali pun terlihat tak cukup untuk mengeluarkannya dari lamunnya.

Maka pintu tersebut berakhir dengan terbuka kasar. Sedikit menggebrak dirinya untuk segera keluar dari alam lamun. Setelah memilih abai atau memang tak mendengar. Pria itu lantas berkata. "Hey, ketuklah pintu terlebih─"

"Aku sudah mengetuk. Berkali-kali." Pria bersetelan kemeja itu menyela sebelum Limhe sempat melayangkan protes salah terhadapnya. Berangsur berjalan guna duduk dengan santai di kursi yang berada didepan Limhe. Pun setelah menekankan pelafalan frasa terakhir.

Otak Limhe tengah terseok saat ini. Pria di depannya ini bahkan sangat malas untuk berjumpa demi menemuinya dan memilih berkencan dengan dokumen penuh data. Maka dengan aksen penuh kejut dirinya sedikit banyak memekik.

"Min Yoongi!?"

✾ H A✾Z A✾R D ✾

avataravatar
Next chapter