7 Yang Dinanti

Akbar keluar dari rumah Hayati pelan, setelah dia pamit kepada Mama Hana.

"Benar kata Mama, Akbar adalah anak yang baik dan bertanggung jawab. Tidak salah jika aku memilih dia sebagai pendamping hidupmu dan menantu," kata mama Hana.

Hayati hanya terdiam, dia memang sudah merasakan apa yang mamanya katakan.

"Jangan hanya diam saja," ucap Mama Hana.

"Iya, Ma. Iya.." Hayati terus melangkahkan kakinya ke kamar.

"Kalau ada orang tua ngajak bicara itu duduk dan dengerin, bukan langsung kabur begitu saja," ujar Mama Hana.

"Aku mau mandi, Ma." Teriak Hayati.

Setelah selesai mandi, Hayati kembali memegang ponselnya dan melihat-lihat postingan yang ada di status Wa-nya.

'Akbar ternyata baik juga, tidak heran jika banyak yang mengidamkan nya.' pikir Hayati sembari melihat-lihat postingan Akbar.

'Dilihat-lihat juga, dia begitu rupawan.' Hayati sudah mulai terbuai oleh wajah Akbar.

Lagi asik Hayati stalking, Akbar mengirim pesan.

'Hayo... Lagi ngapain?' pesan Akbar.

'Lagi bengong, he...' belum selesai Hayati mengetik pesan, tiba-tiba pesan itu terkirim dan Mama Hana memanggil.

"Hayati, makan malam dulu," ucap mama Hana dari ruang makan.

"Iya, Ma." Hayati langsung jalan menuju ruang makan.

Hayati berjalan dengan perut keroncongan, dia juga sudah tidak tahan ingin makan.

"Sepertinya makanan malam ini enak nih," kata Hayati ketika dia sudah sampai di ruang makan.

"Pasti enak, masakannya siapa dulu dong? Mama gitu," jawab Mama Hana sembari meletakkan masakannya di atas piring.

Seperti biasanya, mama Hana selalu menyiapkan makan malam. Sepiring untuk Hayati, sepiring untuk papa Sandi dan sepiring lagi untuk mama Hana.

Hayati begitu lahap menyantap masakan mama Hana, Hayati yang tidak bisa memasak justru di ledek oleh papanya.

"Gak kayak Hayati, yang bisanya cuma makan. Hehee... Bagaimanapun, kamu harus bisa masak. Agar nanti kalau sudah nikah sama Akbar tidak bingung," ujar papa Sandi sembari mengunyah.

"Iya, Benar kata papa," imbuh Mama Hana.

"Iya, ya. Nanti saja kalau sudah nikah belajarnya." Hayati menjawab dengan santai.

"Terserah Hayati saja, yang jelas mama senang. Ketika melihat Hayati akrab dengan Akbar seperti tadi, so sweet gitu," ucap Mama Hana penuh harap.

"Mama, apa-apa an sih." Hayati begitu kesal.

"Sudah, jangan pura-pura menolak begitu. Jujur saja, sudah mulai menyukai Akbar kan?" Papanya lanjut meledek.

"Mama dan papa, tidak seru." Seketika itu Hayati pergi ke kamarnya.

Hayati kembali menggenggam handphonenya, Hayati kembali stalking Akbar.

Beberapa menit kemudian, Hayati mendengar suara Mama dan Papanya berbicara.

"Hayati dan Akbar, sebentar lagi akan di nikahkan." Suara Mama Hana.

Hayati yang mendengar akan hal itu kemudian dia berkata.

'Apakah aku tidak salah dengar?' Ada kebahagiaan yang Hayati sembunyikan mendengar kabar itu.

"Hayati, ayo siap-siap. Lima jam lagi akan ada penghulu ke rumah, untuk menikahkan kamu dan Akbar," ucap Mama Hana.

"Iya, Ma." Hayati langsung memakai gaun pengantin yang selama ini disimpannya.

Dekorasi dalam rumah begitu indah, para tamu undangan juga sudah hadir. Semua makanan juga telah di hidangkan, sahabat-sahabat Hayati juga sudah siap menjadi saksi di hari pernikahan Hayati. Hayati begitu senang, hal terindah dalam hidupnya kini sudah dia dapatkan. Tinggal menghitung menit menjadi jam, Hayati akan sah menjadi istri Akbar.

'Rasanya hatiku, tidak menentu.' Hayati bergumam sembari membenarkan jilbabnya.

"Ciye... yang mau nikah, selamat ya." ledek Marwah ketika dia masuk ke dalam kamar Hayati.

"Cantik sekali ya, sahabat kita ini," imbuh Sofia.

"Iya, tidak aku sangka juga akan berjodoh dengan Akbar," ucap Marwah.

"Doakan ya, sahabat-sahabatku. Semoga lancar dan tidak ada halangan apapun." Hayati tetap saja berias.

"Aku sudah cantik?" tanya Hayati.

"Iya, Cantik," jawab Marwah.

"Senang juga melihat kamu seperti itu, jadi pingin nikah juga, uuuuuu..." Sofia kini mulai baper.

Tidak terasa, lamanya mereka bercanda membuat waktu begitu cepat berlalu. Lima jam sudah terlewati, penghulu juga sudah siap di pelaminan. Akbar dan keluarganya juga sudah ada di tempat acara, Hayati keluar dari kamar dengan gaun yang begitu indah. Gaun pengantin warna putih sudah menghiasi tubuh wanita imut itu, dengan jilbab berwarna putih juga. Hayati terlihat anggun dan begitu menawan, Akbar yang melihat akan hal itu terpelongo kagum.

"Kamu begitu cantik," ucap mama Ara, ketika dia merangkul Hayati menuju ke pelaminan.

"Terimakasih, Ma." Hayati berjalan dengan rasa yang semakin percaya diri.

Tamu undangan juga sudah duduk di kursi masing-masing, terlihat juga para teman-teman dan guru ikut menyaksikan hari bahagia itu.

'Aku masih tidak menyangka, hal ini bisa terjadi.' Hayati masih berpikir-pikir.

Hayati sudah sampai dan duduk di kursi bersebelahan dengan Akbar, pak penghulu juga sudah menggenggam tangan Akbar dan kemudian berkata.

"Saya nikahkan dan kawinkan, Akbar bin bapak Iyan dengan saudari Hayati binti bapak Sandi. Dengan seperangkat alat sholat di bayar tunai..."

"Saya terima nikah dan kawinnya Hayati binti bapak Sandi dengan mahar tersebut di bayar tunai...." Akbar dengan yakin mengucapkan ijab qobul.

"Gimana para saksi, Sah?" tanya pak penghulu.

Para tamu undangan spontan berkata.

"Sah....."

Hayati juga berkata dengan di ulang-ulang.

"Sah....sahhh... sahhhh..."

Tiba-tiba ada air jatuh menimpa wajah Hayati.

"Sah... Sah... Apanya yang sah?" tanya mama Hana setelah dia mengguyur wajah Hayati dengan Air putih.

Hayati langsung terbangun, dia belum sadar dan bertanya.

"Kok sepi, Ma? Pada ke mana tamu undangan?"

"Tamu undangan apa? Kamu lagi mimpi apa? Cepat mandi, sudah adzan subuh." Mama Hana menarik tangan Hayati.

"Ternyata cuma mimpi," Hayati berbicara sendiri.

Hayati kemudian mandi dan sesegera mungkin pergi ke mushola, mushola yang tidak jauh dari rumahnya. Hayati masih kepikiran akan mimpinya tadi, dia tidak menyangka harus menikah dengan cowok yang semula di bencinya.

'Akankah hal itu akan menjadi kenyataan,' gumam Hayati.

Hayati lantas belajar untuk tidak lagi memikirkan akan hal itu, dia harus punya tujuan dahulu sebelum dia resmi menikah dan menjadi seorang istri.

Seperti biasanya, Hayati mulai membersihkan rumah dan membantu mamanya memasak sarapan. Hayati yang sudah diajarkan memasak dari kecil, membuat dia begitu lihat membolak-balikkan spatula.

"Berangkat sekolah nanti bareng Akbar, soalnya Papa buru-buru ke kantor. Mang Asep juga masih izin pulang kampung, Akbar sudah menuju ke sini. Akbar sarapan di rumah ini." Mama Hana berbicara dengan Hayati, ketika di dapur.

"Tapi ma...." Belum sempat Hayati melanjutkan pembicaraannya, Mama Hana berkata.

"Tidak ada tapi-tapian, kamu harus mau."

Kali ini perintah mama Hana tidak bisa di ganggu gugat, Hayati terpaksa mengiyakan meski sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir ketahuan.

'Bagaimana nanti? Kalau para fans Akbar mengetahui akan hal ini? Sahabat-sahabatku juga.' Hayati terus saja berpikir dengan hal-hal yang akan terjadi nanti ketika dia sampai di sekolah.

avataravatar
Next chapter