9 Bab 9

Gibran paham betul bagaimana sikap adik kesayangannya itu . Ia pernah kelihangan sepatunya saat kediaman Soeratmaja masih berada di Solo . Gibran pernah satu kali tidak mengantarkan Diana yang kala itu masih sekolah dasar pergi ke sekolah . Akibatnya Ia kehilangan sepasang sepatu kesayangannya . Diana kecil saat itu marah pada kakaknya melempar sepang sepatu milik kakaknya ke atas atap . Tanpa ada rasa bersalah Diana langsung pergi kesekolah menggunakan angkutan umum .

Berhari-hari Gibran mencari sepatu itu. Diana yang kala itu melihat kakaknya kebingungan , Ia hanya terdiam tanpa memberitahu keberadaan sepasang sepatu itu. Gibran sempat mengadu kepada Soeratmaja bahwa sepatu kesayangannya hilang . Seperti kebanyakan ayah yang tau sifat masing-masing anaknya . Soeratmaja hanya menanggapi Gibran dengan mudah . Ia berkata pada Gibran untuk bertanya pada adiknya . Ayah dua orang anak itu melihat Diana tertawa kecil disela-sela aduan Gibran . Soeratmaja menaruh rasa curiga terhadap tawa anak kecil bernama Diana itu .

Mendengar jawaban Ayahnya ,Gibran merasa bingung . Ia telah bertanya pada Diana berulang kali tetapi gadis itu mengatakan tidak mengetahuinya . Gibran mencoba bertanya sekali lagi pada Diana . Dan benar , jawaban Diana tidak berubah . Pada akhirnya Soeratmaja memutuskan untuk bertanya pada Diana mengenai keberadaan sepatu tersebut . Tebakan Soeratmaja tepat sekali dibalik tawa anak perempuannya itu . Diana kecil menyembunyikan sesuatu .

Butuh waktu seminggu agar sepasang sepatu tersebut turun dari atap . Setelah Diana mengonfirmasi keberadaan sepasang sepatu itu , Soeratmaja langsung bergegas mencari tangga . Dirinya naik ke atas atap untuk mengambil sepatu milik Gibran . Saat sepasang sepatunya berada kembali ke dekapannya Gibran marah pada Diana .

Kemarahan Gibran justru memicu kekesalan Diana.

Bak air mendidih , Diana mengungkapkan alasan dibalik mengapa Ia melempar sepatu tersebut ke atas atap . Gadis itu berteriak pada kakak laki-lakinya. Sambil menangis Ia berkata bahwa kakaknya jahat . Ia menuduh kakaknya tidak menyayanginya karena membiarkan dirinya menaiki angkutan umum . Membuat seorang Diana kecil tersesat dan terlambat masuk sekolah.

***

Diana selesai memenuhi keinginan perutnya yang kelaparan tadi . Kini dirinya berjalan menuju parkiran mobil . Sebelum Ia sampai ke mobilnya , Gadis itu melihat seorang ibu-ibu sedang kesusahan memungut buah yang berceceran di sekitar tempat parkir . Dengan sigap gadis itu berlari menghampiri ibu itu . " ibu , mari saya bantu "

" oh ya , terima kasih mba "

"ibu rumahnya dimana bu , mau saya antar sekalian bu ? "

"Terima kasih mba , tapi suami saya sudah ada di mobil depan itu "

"Kalau begitu saya antar sampai mobil ya bu "

"Iya mba "

Mereka pun berjalan menuju mobil yang ditunjuk ibu tersebut . Diana membawa sebagian besar buah-buah itu dengan plastik belanjaannya . "Ini bu saya masukan ke bagasi langsung ya bu " . Gadis itu membuka bagasi mobil . Tangannya memasukan belanjaan ibu tersebut .

" Sekali lagi saya ucapkan terima kasih , mba ... Kalau boleh tau mba rumahnya mana kok wajahnya enggak asing buat saya ??" Ibu itu memperhatikan Diana dari ujung rambut hingga ujung kaki . Matanya menyipit senantiasa menginggat memori tentang Diana .

"Saya tinggal di kompleks depan itu bu "

"Lohh sama saya juga mba , rumahnya blok berapa ?"

"Blok A bu , saya Diana Soeratmaja ... anaknya pak Soeratmaja yang baru pindah dari Solo "

" Ya ampun pantas saya tidak asing , saya bu laras mba .... rumah saya juga blok A nomer 10 , ternyata tetangga kita "

"Ohh iya bu , berarti ibu ini ibunya mas Rio ya ? "

" Iya saya ibunya Rio ,nak "

" Maaf bu saya baru tau " . Diana tersenyum malu saat mengetahui siapa identitas ibu yang Ia tolong tersebut. Ia menunduk malu . Kini wajahnya memerah bagai tomat .

" Iya gapapa , ibu duluan ya " . Setelah masuk kedalam mobil . Ibu laras melempar senyum pada gadis penolongnya . Kemudian mobil putih itu pergi meninggalkan Diana .

***

Wajah lesu bercampur dengan kesal terlihat di wajah Gibran . Ia berjalan menuju ruang tengah .Langkah kakinya teramat pelan . Sesekali laki-laki itu menghela nafas yang sangat panjang .Terlihat dari kejauhan sofa di ruang tengah itu penuh dengan taruna . Mereka masih asyik mengobrol sembari menunggu Gibran .

Bagas menyadari perbedaan raut wajah Gibran . Ia berdiri dari kursi menghampiri Gibran yang sedang berjalan . Bagas menepuk bahu laki-laki yang sedang murung itu." hey , bro ... ada apa kok wajahnya di tekuk gitu ? " . Kepalanya menoleh memperhatikan Gibran . Matanya dengan seksama menunggu jawaban kakak Diana tersebut.

Menghela nafas "Itu Diana buat ulah lagi !" . Gibran memijat pelipisnya . Kepalanya terasa pusing memikirkan tingkah adiknya .Ia merasa Diana tak pernah berubah menjadi dewasa di umurnya yang sekarang.

" Kenapa bro Diana , dia lagi keluar bukan ?"

" Iya keluar tapi sepatuku , dia lempar ke atas atap "

Mendengar jawaban Gibran , Bagas tertawa geli . Ia tak habis pikir mengapa Diana melempar sepatu kakaknya ke atas atap "hahaha ... Kok bisa , bro " . Kini pupil Bagas membesar pertanda rasa penasarannya semakin besar . Ia menunggu jawaban gibran atas dasar apa wanita cantik itu melempar sepatu kakaknya.

"Jangan ketawa , Ketawamu itu ngehina tau gas !!.... itu si Diana ngambek kemarin waktu dia pertama kali pindah ke Surabaya ,dia mau jogging karena belum tau jalan dia ajak aku , tapi aku malas jogging pagi-pagi ... Ngantuk tau !! " . Gibran kesal melihat reaksi sahabatnya itu. Wajah Gibran kini semakin terlihat murung . Ia kembali berjalan menuju sofa . Gibran meninggalkan Bagas yang masih tertawa mendengar penjelasannya .

"Eh ... tunggu bro , main tinggal aja " . Bagas berjalan menuju sofa . Ia mengikuti Gibran .Kini laki-laki itu berdiri di hadapan kakak Diana . Matanya menatap lurus Gibran yang sedang tertunduk . Kedua tangannya menggapai bahu gibran .

Gibran menengadahkan kepalanya menatap Bagas . Seakan bola matanya berbicara , Terlihat jelas bahwa Gibran sangat kesal pada sahabatnya itu . "Apa lagi gas, mau ngehina lagi ..!! ". Ia menyingkirkan kedua tangan Bagas dari bahunya .

"Ets... sabar bro , aku punya ide bagus ini "

" APA...!! "

" Gimana kalau Rio , kita suruh buat ambilin sepatu kau yang ada atap ... dia udah kenal Diana tanpa sepengetahuan kamu jadi harus kita kasih hukuman , bro "

Laki-laki itu terkekeh mendengar ide jahil dari Bagas . Ia melirik ke arah Rio yang sedang duduk di ujung sofa. "Ahh , bener juga ya " . Gibran menganggukan kepala ke arah Bagas. Anggukan itu pertanda dirinya menyetujui ide bagas.

Gibran menoleh ke arah Rio . Tanganya melambai ke arah laki-laki yang dari tadi duduk terdiam diantara para seniornya. "Rio sini bentar , ada yang mau aku omongin sama kamu "

Rio segera beranjak dari sofa . Ia berjalan menghampiri seniornya itu. " Siap , ada apa ya mas Gibran ?" . Ia berdiri tepat disebelah Bagas .

"Gini tadi kamu udah dengerkan kalau sepatuku di lempar sama Diana ke atas atap , kalau aku minta tolong buat ambilin sepaku bisa ? "

"Siap , bisa mas ... kalau boleh tau tangganya dimana buat saya naik ke atap mas ?"

" Ohh enggak bisa kalau pakai tangga terlalu tinggi atapnya , kamu nanti naik ke lantai dua , masuk kamar yang disebelah kanan ,itu kamarnya Diana . nanti kamu naik lewat jendela besar yang ada dikamar itu baru kamu bisa naik ke atap , mengerti !"

" Siap , iya mas "

avataravatar
Next chapter