21 TAK BISA TAK MELIHATMU 2

Setelah urusan dengan kawan-kawannya selesai, Putra pun memutuskan untuk menemui seseorang. Ya, Kinan. Ada secercah rasa rindu yang harus terobati. Tadi gadis itu menghubungi, dan jawabannya benar-benar ia sadari memang sangat menjengkelkan. Ada Maya yang harus lebih diprioritaskan.

Putra sudah memarkirkan mobilnya di sisi pagar rumah Kinan. Lalu, tiba-tiba saja, ia tersentak. Apa yang diperbuatnya di sini? Bukankah seharusnya Kinan masih bekerja. Ini masih pukul satu siang.

Rumah itu memang tampak tertutup. Putra sudah mencoba menghubungi, tapi tak terjawab. Tak lama, Putra memutuskan untuk pergi dari sana. Ia sengaja memutar ke arah blok di depan rumah Kinan.

Dan ia melihat ada sebuah mobil hitam menuju blok K. Siapa yang datang? Putra melajukan mobil hingga ujung blok, dan melihat orang yang turun dari mobil hitam tadi. Seorang pria. Berpakaian rapi, menggunakan jas pula.

"Om Toni!"

Mata Putra membulat, kini ia benar-benar mendapatkan bukti. Tak lupa bidikan kamera HP canggihnya sudah menangkap sosok itu. Beberapa gambar, hingga penampakkan Kinan keluar membukakan pagar dengan stellan andalannya. Putra meremas ponselnya kuat.

Saat mobil hitam, yang sepertinya taksi online berlalu. Ia kembali memarkir mobil di sana.

"Apa security di luar sana nggak bilang gue datang ke sini?"

Putra bergumam sendiri, wajahnya benar-benar kesal. Ia kembali melirik ke dalam rumah yang tak terlihat betul dari dalam mobil. Meski hanya menampakkan pagar hitam yang cukup tinggi, Putra sudah bisa membayangkan apa yang dilakukan dua orang durjana di dalam sana.

Sepuluh menit berlalu. Ia tak bisa berdiam diri. Kinan, sudah waktunya keluar dari dunia laknat ini.

Putra turun dari mobil, dan membentur-benturkan gembok ke pagar, hingga menimbulkan bunyi berisik.

"Nan… Kinan…! Ini gue Putra. Buka pintunya!"

Teriakan Putra dari luar, membuat Kinan dan Toni gelagapan. Mereka sudah memulai adegan tak senonoh di dalam kamar si binal. Buru-buru Toni mengenakan kembali pakaiannya. Hasratnya yang tadi menggebu-gebu, mulai kehilangan gairah.

"Kenapa dia di sini?"

Tampak sekali kekesalan di wajah Toni. Seharusnya pertanyaan itu untuk dirinya. Kenapa di jam kerja begini, seorang Direktur Utama malah asik ena-ena dengan gadis jalang, sementara ribuan karyawannya tengah bekerja keras menaikkan laba perusahaan mereka. Biadab!

Kinan tampak pucat, ia juga sudah berpakaian kembali. Kali ini dengan celana panjang dan sweater. Gadis itu mengikat dan merapikan rambutnya.

"Kamu temui dan suruh dia pergi!"

Toni menarik lengan Kinan kasar. Ia sangat benci dengan keadaan yang menganggu kesenangannya begini.

Kinan mengangguk takut-takut. Sangat jarang Toni berprilaku begini kepadanya. Perlahan ia keluar sambil mengatur nafas. Toni menunggu di dalam kamar dengan perasaan kesalnya.

"Nan… Kinan…"

Suara Putra masih terdengar memanggil.

"Iya… bentar."

Kinan membuka pintu dan menyusul ke pagar. Ia tak berniat membukakan untuk Putra. Itu tidak mungkin, karena sedang ada Toni di dalam.

"Ng- ngapain loe ke sini?"

Tapi tetap saja kegugupan itu muncul secara alami.

Satu tangan Putra memegang pagar, dan sebelah lagi di pinggangnya. Ia menghela nafas berat.

"Gue mau masuk. Bukain pagarnya!" tegas Putra menyorot Kinan marah.

Kinan semakin terlihat gugup, dan Putra mengetahuinya.

"Eh, kenapa loe? Gue bilang bukain!"

Putra mengerutkan kening, tanda ia bertambah kesal. Ia sudah berdiri sambil berkacak pinggang.

Kinan masih tak bergeming, ia bingung harus berbuat apa.

"Ah, lama loe!"

Putra akhirnya memanjat pagar rumah yang tingginya dua meter lebih itu.

"Eh… eh… mo ngapain loe?"

Kinan gelagapan melihat aksi Putra. Tak menyangka pemuda itu akan senekad ini.

"Gue kebelet, mau numpang boker!"

Mulut mungil Kinan menganga, benar-benar aneh cowok ini. Pantasan tampangnya kesal, ternyata sedang menahan gejolak alam.

Putra menyelonong masuk ke dalam rumah gadis itu, ia menatap lama pada pintu kamar yang tertutup.

^^ Pasti Dirut celaka itu di dalam sana! ^^ bisiknya dalam hati.

Kinan mengikuti Putra dan seolah menghalangi-halangi Putra agar tak menyerobot masuk ke dalam kamarnya.

"Apa sih loe? Dimana toilet, di situ?"

Putra sengaja menunjuk dan akan menuju kamarnya. Kinan sigap menghalangi.

"Bukan, ada di belakang."

Gadis itu mendorong tubuh tegap Putra menuju arah dapurnya.

"Di sana, loe masuk aja!"

Ia lalu menunjuk satu pintu berwarna putih di sudut ruangan.

Putra yang sama sekali tidak merasakan gejolak apa-apa di perutnya, mengikuti saja sandiwara yang sudah terlanjur ia rancang. Beberapa detik setelah ia masuk ke dalam kamar mandi. terdengar langkah kaki gadis itu berlari menuju kamar.

Putra tahu, setelah itu Toni akan keluar dari rumah ini.

Ia merasa benar-benar ingin menangkap basah pria durjana itu. Tapi, urung dilakukan, Putra masih memikirkan dampak ke depan. Setidaknya, ia sudah menggagalkan aksi mesum mereka. Pemuda itu lalu menekan flusher, dan seketika terdengar bunyi air yang menyembur dari dinding-dinding kloset duduk. Ia lalu meraih jet sprayer, dan menyemprotkan ke dalam kloset.

Sementara di luar sana, Toni sudah berhasil menyelinap dan pergi keluar dari komplek dengan taksi online yang sudah dipesannya beberapa saat setelah Putra masuk ke dalam rumah.

Sebelum pergi, Toni sempat meremas wajah Kinan karena sangat kesal. Dan mengancam, jika kejadian seperti ini terulang lagi, Kinan akan mendapatkan akibatnya. Toni juga membatasi hubungan gadis itu dan Putra. Ia melarang keras, Kinan dekat dengan Putra.

Kinan menghela nafas dalam sambil gemetar. Toni benar-benar berubah. Dia tak segan-segan menyakiti fisik Kinan.

"Ngapain loe di depan pintu begini?"

Putra tiba-tiba berdiri di sampingnya, yang tegak termenung sambil memegang sisi pintu. Pemuda itu juga melihat gembok pagar sudah terbuka.

Ia menghela nafas, melihat wajah Kinan seperti tertekan.

"Nan?"

Kinan tersentak, ia sama sekali tak menyadari kedatangan Putra.

"Loe udah selesai?"

Putra mengangguk.

"Ya udah, pulang sana!"

Kinan menghindarkan sorot matanya agar tak bertemu dengan netra Putra. Ia tak ingin Putra melihat kecemasan dari balik aksanya.

Tapi, Putra yang sudah puas karena telah berhasil menggagalkan aktifitas haram Kinan, tak memedulikan. Ia tersenyum sinis melihat Kinan. Kadang ada rasa benci pada gadis itu, tapi kadang ia juga merindukannya, perasaan ingin melindungi gadis jalang ini. Apa sebetulnya yang diinginkan oleh hatinya itu?

"Kenapa loe masih di sini. Pulang sana!"

Kinan mengusir tanpa melihat pada Putra, ia masih membelakangi pemuda itu. Kinan merasa perasaannya hambar saja. Seperti tak menginginkan apapun kali ini. Ia tak ingin Putra yang tadi sangat ia harapkan kedatangannya, ada di sini.

Dan juga tak ingin Toni, yang tadi memaksa untuk bertemu dengannya secara mendadak, datang lagi.

Ia tak ingin melakukan apa-apa, selain ingin terbujur saja di atas sofa ruang tengah sambil menonton televisi.

Pergi sana para laki-laki ini!

"Oke…!"

Putra segera keluar, dan saat berada di pagar, ia sempat membukanya dengan kasar, lalu menutup kembali juga dengan kasar.

Kinan pun terkejut. Tapi, tak ia pedulikan. Nanti saja pagar itu dikunci, setelah pemuda labil itu benar-benar pergi.

***

***

avataravatar
Next chapter