10 MENUNGGUMU DATANG PADAKU 2

Kinan menghempaskan tubuh di kursi ruang makan, saat istirahat, Ia mendapat giliran istirahat paling akhir. Karena banyak nasabah yang hanya ingin dilayani olehnya. Di satu sisi, ia juga mendapat rekan duet yang sedang hamil besar. Jadi mudah sekali lelah, dan sering izin keluar konter teller.

Kinan ditugaskan ke cabang pembantu, untuk menggantikan posisi yang kosong. Satu orang teller mendadak izin sakit. Entahlah, dalam pikirannya, mungkin ini kerjaan Kartika, yang tak ingin melihatnya di kantor pusat.

Ia lalu mengirimkan pesan pada MeTinya.

📱Aku benci di sini, mereka memberatkanku. Aku capek! 📱

Pesan tersebut dibaca, namun tak dibalas. Mungkin Toni sedang sibuk, pikirnya.

Kinan menikmati santap siangnya yang hambar. Seperti sedang dikerjai saja di tempat ini. Pramubakti, yang disuruh membelikan makanan, seolah sengaja hanya membelikan telur dadar dan nasi putih saja. Padahal Kinan meminta dibelikan dengan sambal ayam goreng.

Gadis itu melempar nasi bungkus tersebut ke dalam tong sampah. Ia mencari pramubakti yang diminta untuk membeli makanan tadi.

"Loe sengaja beliin gue makanan binatang kayak gitu?"

Kinan menjumpai pemuda yang tampak lemah itu di toilet, tengah membersihkan kloset. Ia langsung saja berteriak di sana. Pemuda pramubakti itu pun terlonjak. Ia hanya membelikan makanan yang sesuai dengan uang yang ada dikantongnya. Kinan menyuruh tanpa memberi uang, sementara pemuda pramubakti enggan meminta jika tak diberi.

"Ma… maaf Mbak."

Pemuda pramubakti tersudut dan seolah menyusut saja. Ia benar-benar tak bisa melawan.

"Bangsat!"

Kinan hendak melayangkan tamparannya ke muka pemuda yang lebih pendek darinya itu.

"Woi, Kinan. Loe jangan belagak hebat di sini!"

Seorang wanita berteriak dari arah belakang.

Kinan berbalik. Pimpinan cabang pembantu terlihat murka. Ia sudah mendengar berita tentang ke aroganan Kinan selama berada di Kantor Pusat.

Kinan berbalik, dia malah menantang. "Memangnya gue anjing? Dia belikan makanan seperti makanan anjing!"

Pimpinan cabang pembantu yang bernama Arumi tampak benar-benar marah besar. Wajahnya memerah.

"Kamu tolong pergi dari sini."

Arumi meminta pemuda pramubakti meninggalkan mereka di sana, dan pemuda itu pun pergi sambil terus menunduk tanpa menoleh.

"Sial… Gue belum selesai sama loe!" bentak Kinan hendak menjangkau kerah baju pemuda pramubakti. Tapi tak sempat.

"Kinanti Maya! Reputasi loe bobrok! Gue udah denger banyak cerita tentang loe! Gue bisa buat loe berhenti kerja di Bank ini dengan melaporkan kejadian barusan."

Arumi mendekati Kinan. Ia berkata dengan nada intimidasi, benar-benar seperti sedang mengancam.

Tapi, Kinan bukannya takut, ia malah tersenyum merendahkan.

"Loe, cuma selevel pimpinan cabang pembantu. Mereka lebih butuh tenaga muda seperti gue, dari pada wanita tua kayak loe!"

Arumi mengernyitkan dahi. Kinan tampak semakin tak berkelas di matanya.

"Loe bicara pakai otak atau cuma mulut loe aja yang ngoceh nggak jelas?"

"Heh! Gue bisa buktikan, dalam satu jentikan jari, loe bisa tersingkir dari sini, dari posisi hebat loe itu. Kalau gue mau!"

Kinan melipat kedua tangannya di dada.

Arumi masih melotot. "Loe siapa? anak pemilik Bank ini? Nggak kan? Gue tahu latar belakang keluarga loe!"

Kinan tertawa meremehkan, dengan gayanya yang khas, perempuan yang arogan. Satu sudut bibir terangkat ke atas.

"Udah tau banyak tentang gue ternyata. Nggak nyangka orang-orang di Bank ini ada di kaki gue!"

"Maksud loe apa bedebah?"

"Mulut loe anjing!" seorang perempuan lain datang mengumpat Kinan.

Sekarang ia menghadapi dua perempuan di kantor ini. Satu lagi bernama Sari, posisi sebagai administasi di cabang pembantu itu.

"Datang satu cunguk lagi!"

Kinan tak gentar, ia terlihat sangat santai dengan masih mempertahankan gaya sombongnya.

"Ngapain sih mbak, nerima dia di sini. Bikin ketenangan kita terganggu aja."

Sari protes pada Arumi.

Sepagi tadi, Kartika menghubungi untuk mengirimkan Kinan ke cabangnya. Walau sebenarnya keberatan, tapi Arumi butuh satu tenaga teller untuk pelayanan di depan. Secara pekerjaan semuanya berjalan lancar, hanya saja, Kinan malah merusak suasana tentram di kantor mereka dengan membuat masalah kecil itu menjadi besar.

"Gue juga nggak minat di sini, taik! Enak banget seolah-olah gue yang ngemis-ngemis ditempatin di sini."

"Mulut dia bener-bener sampah ya, Mbak. Gue aduin loe ke SDM, biar ditarik balik ke kantor pusat!"

Ancam Sari.

Kinan malah tersenyum sinis, sambil mengangkat bahunya.

Arumi terlihat kesal sekali. Ia benci dengan orang-orang rendahan yang sok seperti Kinan ini.

"Pergi loe! Gue udah muak!"

Tanpa diduga, Arumi berani menarik lengan Kinan kasar dan menyeretnya keluar kantor.

Ketika sampai di pintu depan, banyak yang menyaksikan aksi penyeretan tersebut. Arumi benar-benar diambang karir, ia sudah mencoreng citra Bank mereka sendiri, dengan bersikap kasar seperti itu. Kinan malah terlihat membiarkan saja, ia tahu, orang-orang akan melihat prihatin padanya.

Tak ada yang mengetahui masalah mereka. Yang orang-orang ini lihat, ya semacam kekerasan atasan terhadap bawahan.

Arumi justru tersadar, saat salah satu security mengejutkan dengan menepuk pundaknya pelan. Arumi seperti kesetanan, hingga tak menyadari perbuatannya sendiri.

Pimpanan cabang pembantu itu melepas Kinan dengan shock. Ia buru-buru masuk ke dalam, dan menekan kepalanya di atas meja kerja.

💭Apa yang udah gue lakuin? 💭 ia merutuki sikapnya sendiri.

Sementara Kinan di dalam hati tertawa puas. Tak perlu bekerja banyak, Arumi akan tersingkir dengan sendirinya.

🍁🍁🍁

avataravatar
Next chapter