45 JANGAN PERGI

Putra mengelakson Pak Dani yang sedang berjaga di dalam pos, dibalas senyuman oleh security Griya Cadas tersebut. Meskipun hujan yang turun membasahi bumi masih sangat lebat, tak menyurutkan sedikit pun langkah Putra untuk mengunjungi kekasih hatinya.

Baru akan turun, Putra melihat sesosok gadis yang berjalan ke ujung komplek. Tak ada apa-apa di sana, hanya tanah kosong dan terdapat satu tiang lampu jalan. Sekali lihat, Putra dapat mengenali itu adalah Kinan.

Apa yang dia lakukan?

Tanpa pikir panjang, Putra langsung keluar dan mengejarnya. Gadis itu berjalan gontai, membiarkan tubuhnya basah kuyup.

"Kinan…"

Putra menarik tangan Kinan menghentikan langkah gadis itu, lalu membalikkan badan. Wajahnya basah airmata bercampur hujan. Terlihat jelas dari mimik muka, kalau Kinan memang benar-benar tak mampu menahan gejolak di dalam dadanya. Ia benar-benar berada diujung asa. Sangat putus asa.

"Kenapa, Nan?"

Putra berteriak di tengah guyuran hujan. Tapi Kinan tak menjawab, ia malah menatap Putra lekat sambil terus menangis.

Ada Putra, satu orang yang menyayanginya dengan tulus. Hati gadis itu berkata demikian. Kenapa melupakan sosok di hadapannya ini? Dialah pemuda yang berjanji akan menjadi pelindung baginya. Kenapa ia bisa lupa?

Kinan bergerak mendekat dan memeluk tubuh tegap Putra. Ia membenamkan wajah dipundak sang pemuda. Menangis sejadi-jadinya.

Putra pun tak tahu hendak melakukan apa, selain mendekap gadis itu, sambil menepuk lembut punggungnya.

"Ayo masuk, nanti loe bisa sakit," bisik Putra, setelah beberapa menit ia biarkan Kinan puas menumpahkan air mata di bahu bidangnya.

Kinan tak berkata apa-apa selain menurut.

***

***

Setelah saling mengeringkan badan, dan Kinan sempat berganti pakaian. Putra sudah menyiapkan teh hangat untuk kekasihnya. Tak lupa meletakkan makanan cepat saji di atas meja makan. Ia sudah menunggu di sana, saat Kinan keluar sambil mengeringkan rambut dengan handuk.

Sebelumnya, Putra juga sempat membuang isi dalam botol wine yang masih ada di lemari gantung dapur Kinan. Ia baru tahu, Kinan ternyata juga pemabuk. Tapi tak mengapa, gadis ini sudah berjanji akan berubah, dan Putra sudah sangat siap membantunya.

Senyum menawan Putra mampu menjadi sedikit obat untuk sang gadis. Ada rasa lega bisa melihat wajah tampan itu dibalik meja makan. Perlahan Kinan berjalan mendekat, lalu menarik kursi di hadapan Putra, kemudian menatap wajah Putra lekat sambil menyandarkan tubuh di sandaran kursi.

Mata sembab Kinan mulai tertunduk, mana kala ia kembali ingat ketidak pantasannya untuk bersanding dengan Putra. Lalu, beberapa saat kemudian terangkat lagi, ketika suara Putra terdengar memanggil namanya.

"Kenapa?"

Lembut suara baritone Putra bertanya.

Kinan mengangkat alisnya, "Apa?" ia tak paham maksud Putra. Pikiran yang sedang berkelana kemana-mana membuatnya tak bisa konsentrasi.

Putra kembali tersenyum, sambil menyodorkan makanan dan minuman itu tepat ke hadapan Kinan.

"Makan dulu."

Gadis itu menatap makanan sejenis ayam-ayaman yang biasa ia beli jika sedang sangat lapar. Putra benar-benar telah membuat dirinya tersentuh. Perhatian dari lelaki ini saja sudah cukup membuat kakinya kembali kuat menopang tubuh yang hampir roboh. Kinan tak butuh yang lain. Cukup Putra saja.

"Jangan pergi, Tra," ucapnya pelan dengan bibir bergetar. Mata juga masih menatap lekat pada dua dada ayam tepung krispy kesukaannya.

Putra tak menyahut, ia tetap tersenyum melihat Kinan yang terlihat jelas sedang sangat terdayuh.

Apa yang akan ia lakukan sebagai pasangan untuk Kinan? Tentu saja akan tetap berada di sisi Kinan, ia takkan pergi. Ya. Takkan pernah meninggalkan Kinan sendiri, apapun alasannya.

"Jangan pergi, Tra."

Lagi, kalimat itu keluar dari bibir mungil Kinan, kali ini wajahnya terangkat, matanya meneteskan air kedukaan, wajah Kinan pun sudah memerah. Semuanya terasa menghangat.

"Kenapa sayang?"

Pertanyaan itu terlontar dan memaksa Kinan kembali menangis. Ia bahkan sampai terisak-isak. Entah kenapa, panggilan 'sayang' yang diucapkan Putra kali ini begitu terasa dalam hingga mengetuk relung hatinya. Kinan meremas baju tepat di dadanya. Jantungnya berdebar kencang. Semua emosi bercampur baur. Sedih, bahagia, takut, marah.

Tak dinyana dan tanpa disadari, Putra sudah berada di sisi gadis yang sangat hobi menangis itu. Menarik tangannya lalu membawa kembali ke dalam dekapan.

"Jangan tanggung beban loe sendirian, Nan. Ada gue tempat loe bisa berbagi segalanya. Gue di sini buat loe, dan gue nggak akan pergi dari loe. Apapun yang terjadi."

Putra mengusap rambut Kinan lembut.

"Maafin gue yang terkadang nggak bisa langsung hadir waktu loe butuhin. Maafin gue yang udah buat loe ngerasa nggak diprioritasin. Mulai saat ini, gue janji. Akan selalu ada kapan pun loe butuh gue."

Kinan memeluk Putra semakin erat. "Gue cuma mau loe jangan pernah pergi dari gue, Tra."

Meskipun belum tahu penyebab kondisi Kinan seperti ini, Putra tak ingin memaksa untuk diceritakan segalanya sekarang. Ia mengerti, Kinan hanya sedang butuh bahu untuk bersandar, sekedar menjadi penopang berat beban di kepala. Sekedar menjadi penghangat saat ia sendirian menghadapi dinginnya hari. Sekedar menjadi penerang, saat tak ada cahaya yang tertangkap mata.

Ya. Saat ini, biarlah Kinan menjadikan dirinya sebagai apa saja, yang penting, gadis ini tak lagi layu dan lapuk seperti tadi. Kinan itu perempuan yang kuat, ia bisa menatap bringas pada dunia yang mengoloknya. Seperti itulah, citra seorang Kinan yang sudah terpatri di dalam kalbu Putra.

"Makan dulu, trus minum tehnya. Nanti dingin. Gue bakal temenin loe makan."

Putra menuntun Kinan kembali duduk, dan ia pun menemani Kinan di samping, bahkan menyuapi gadis itu makan.

Makan dari tangan orang lain, apalagi dia orang yang dicintai memang begitu nikmat. Tak disangka, dua potong dada ayam itu habis oleh Kinan. Perutnya yang seharian kosong terasa sedikit terisi.

"Makasih, Putra."

Gadis itu sudah bisa tersenyum.

"Hah. Akhirnya."

Putra meregangkan tangannya dan bersandar ke sandaran kursi.

"Bidadari ini tersenyum juga."

Ia mengambil tisu di atas meja dan mengelap tangan.

"Cuci aja sana. Air sama sabunnya gratis kok."

Kinan menunjuk kran di wastafel sambil terus tersenyum manis.

"Gue tau, yang bikin males ke sana, takut kelewatan senyuman ini. Dari tadi gue tungguin."

Goda Putra sambil mencibir Kinan.

Gadis itu akhirnya juga sudah bisa tertawa. Ia bahkan menepuk lengan Putra dan mendorong pemuda itu agar beranjak lalu mencuci tangannya.

Putra berdiri, lalu membersihkan sisa-sisa makanan, dan membuangnya ke tong sampah di dekat wastafel.

^^Tetaplah kayak gini Kinan. Jangan sedih lagi. Gue masih ada buat loe. Gue nggak akan bisa benci sama loe. Cinta gue bener-bener tulus, Nan.^^ bisik Putra dalam hati, sambil membalik badan setelah mengeringkan tangan dengan kain, Lalu bersandar di dinding wastafel, menatap Kinan dan tersenyum.

Kinan tampak riang, ia tak henti-henti tersenyum membalas tatapan kekasihnya.

^^Jangan pergi, Tra. Jangan tinggalin gue. Nggak ada orang yang sayang sama gue kayak loe. Gue nggak bisa hidup tanpa loe, Tra.'^^ Kinan pun berbisik di dalam hati.

Tatapan dua sejoli ini seolah saling menguatkan cinta di hati mereka masing-masing. Kinan telah bisa bernafas lega, pun sudah melupakan gangguan yang menyerang perasaannya. Semoga saja, tak ada lagi yang akan melukai gadis itu. Semoga.

***

***

avataravatar
Next chapter