16 DIPEPET

Di Bank, Putra tak menemukan sosok Kinan. Ia tak sabar, dan menanyakan pada security yang berjaga di banking hall mengenai keberadaan orang yang dicari. Setelah mendapat jawaban, ia memutuskan untuk langsung berurusan dengan Kartika saja.

Kartika tampak cekatan melayani urusan Putra. Setoran Malik Estate kali ini jumlahnya tiga kali lipat dari setoran yang pernah dibawa Maya.

"Terima kasih, Mas Putra," ucap Kartika menyalami sebelum Putra pergi.

Putra tersenyum, menyambut uluran tangan Kartika dan merundukan kepala sedikit.

Banyak yang berbisik-bisik sesaat setelah Putra keluar dari ruangan Kartika. Mereka menyusul pimpinan grup Dana tersebut dan menodongnya dengan pertanyaan yang sama.

"Siapa itu, Mbak?"

Kartika tertawa ngakak, tak cuma para gadis, yang sudah bersuami pun masih terpikat dengan ketampanan Putra.

"Itu Putra Husein Malik, anaknya bos Malik Estate. Ganteng kan?"

Mereka mengangguk serentak

"Mirip Park Seo Joon, Oppa!"

Salah satu pencinta drama korea tersenyum sambil menempel ke dinding dan membayangkan wajah salah satu actor ternama negeri gingseng itu. Mukanya menunjukkan tanda-tanda ingin sekali bisa kenal dengan Putra. Tapi sayangnya, si pemuda ganteng hanya berurusan sebentar saja di kantor mereka.

Putra terlihat cuek dan memilih memercepat langkah. Ia harus segera ke suatu tempat.

Sekejap saja, pemuda itu sudah berada di depan pagar rumah orang yang dituju. Ia membunyikan gembok dengan membenturkan besi itu ke pagar. Dan tak lama, pemilik rumah keluar, dengan stellan tank top hitam-hot pans muniko putih.

Ia tersenyum melihat Putra dari balik pagar. Sementara si pemuda tampak gugup dan berniat balik arah saja. Ia yakin takkan kuat melihat godaan seindah itu. Kulit putih dan tubuh aduhai, yang benar-benar tercetak sempurna.

Putra menelan ludah saat tangannya ditarik untuk masuk ke dalam.

"Kenapa loe ke sini?" tanya gadis itu saat meletakkan segelas jus jeruk di hadapan Putra. Dadanya terlihat sempurna saat ia merundukkan tubuh, belahannya sangat jelas, juga sebagian daging kenyal itu.

Putra tak menjawab langsung, ia masih sibuk dengan debar hebat di dalam dadanya. Wajahnya pun memerah. Kenapa gadis itu bisa seseksi ini?

"Tra…"

Putra tersentak, ia benar-benar gugup saat tak sengaja melihat Kinan yang sedang tersenyum sambil duduk melipat kedua kakinya di atas sofa.

Buru-buru ia turunkan pandangan.

Kinan menyadari kekakuan Putra tersebut. Menurutnya lucu, masih ada cowok yang menjaga pandangan saat dihadapkan pada pemandangan yang sengaja ia berikan ini.

"Gu… gue mau setor duit."

Putra menjawab gugup, sambil terus menatap ke lantai.

Kinan lalu beranjak duduk di sebelahnya. Sengaja mendempetkan tubuh pada Putra. Pemuda itu menggeser duduknya, Kinan juga menggeser. Yang penting tetap nempel ke tubuh Putra.

"Setor duit kok ke sini? Ke Bank dong. Atau mau setor yang lain."

Keganjenan yang hakiki.

Ternyata gadis itu sedang merasa terangsang. Jika semalam tak merasakan apa-apa karena terlalu lelah. Kali ini, ia merasakan denyutan itu menggelitik di bawah sana. Membayangkan Putra bisa membantunya. Jika tak ingin di ranjang, setidaknya berikan dia hot kiss atau grepe-grepe pun boleh.

"Kin… Kinan, maaf."

Putra menghentikan aksi gadis itu, yang terus memepetnya.

"Kenapa?"

"Gue nggak nyaman."

Kinan menggigit bibir bawah, lalu menghentikan aksinya.

"Sebenarnya tujuan loe ke sini ngapain sebenernya?" tanya Kinan akhirnya, meski dengan ekspresi ditekuk.

"Set… eh- Mau jenguk loe, kata orang kantor, loe izin sakit. Gue pikir, kondisi loe memburuk, ternyata loe baik-baik aja. Kalau gitu gue pulang dulu."

Putra segera berdiri. Ia tak ingin nanti terbawa suasana. Di bawah sana sudah bereaksi aneh-aneh dan dia harus menahannya.

"Jangan…"

Kinan menahan tangan Putra.

Menggenggam erat jemari pemuda itu, yang membuat darah Putra kembali berdesir hebat.

Putra ditarik hingga kembali duduk. Apa mungkin ia masih bisa bertahan? benar-benar salah untuk datang ke tempat ini.

Melihat respon dari Putra, yang seolah membiarkan dirinya dikuasai, Kinan pun kembali merasakan sensasi berbeda dari dalam dirinya. Ia tahu, Putra juga merasakan hal yang sama. Genggaman tangan itu belum dilepas. Masih saling berpagut, Putra meremas jemari lembut Kinan yang ia amati sejak tadi.

Kinan menempelkan lagi tubuhnya ke lengan Putra. Membuat pemuda itu tersentak.

"Tra… gue tau loe ke sini mau apa?"

Kinan berbisik manja di telinganya. Pemuda itu merinding, dan menoleh ke arahnya.

Wajah mereka hampir beradu, jaraknya begitu dekat.

Putra terkejut dan mencoba berpaling, tapi Kinan menahan dengan tangannya. Menempelkan telapak kiri ke pipi Putra. Mereka saling tatap, hingga perlahan Kinan memejamkan mata dan mendekatkan bibirnya ke bibir Putra.

Putra gugup, ia hanya bisa mematung. Ia sama sekali tidak siap dengan aksi Kinan. Gadis ini begitu agresif.

Tangan Putra yang masih digenggam pun di arahkan ke antara pahanya.

Pemuda yang masih mencoba bertahan untuk menahan diri itu melonjak spontan. Ia seketika berdiri, membuat Kinan agak terhempas ke badan sofa.

"Nan… loe mau ngapain?" tanya Putra shock.

Kinan yang tadi sempat terkejut, kemudian buru-buru mengatur lagi ekspresinya.

"Loe ke sini mau ini kan? ciuman gue, tubuh gue?

Putra menggeleng tak percaya, membayangkan saja ia tak berani.

"Trus mau loe apa? Cowok bukannya cuma itu yang dipikirin. Tubuh gue."

Putra menghela nafas dalam. Bagaimana mungkin dia bisa jatuh cinta pada gadis sebinal ini?

"Gue pure cuma mau jenguk loe. Semalam gue ninggalin loe pun dalam kondisi tubuh loe yang panas banget. Gue cuma khawatir, Nan."

Kinan tersenyum sinis. Ia tak percaya dengan perhatian laki-laki, yang sok-sok peduli padanya. Itu semua hanya diawal saja, ujung-ujungnya pasti minta agar bisa menaiki tubuhnya.

"Semua cowok awalnya ke gue kayak gini juga. Tapi, karena gue tau loe udah nolong gue, makanya gue kasih bonus. Langsung, nggak mesti nunggu lama. Sekarang aja boleh, mau dimana? di sini atau di kamar gue?"

Kinan berdiri, dan ia langsung menarik tangan Putra untuk ikut bersamanya ke dalam kamar.

"Nan, loe salah paham sama gue."

Putra menahan satu tangannya di kusen pintu. "Ini sama sekali nggak seperti yang loe pikirin." Ia tak ingin melakukan hal yang buruk pada gadis yang di sukai.

Kinan menghentikan aksinya. Moodnya berubah buruk. Baru kali ini ada cowok yang menolaknya untuk bersama-sama saling memuaskan. Ia ahli dalam bidang satu itu. Lagi pula, pakaian yang ia kenakan, cukup merangsang. Kenapa pemuda ini kuat sekali pertahanannya? Malah dirinya lah yang justru terus-terusan terangsang melihat tubuh tinggi tegap dan atletis Putra.

Gadis itu mulai kehilangan gairah, ia lalu menutup pintu kamar, dan mengenakan jaket serta celana panjang.

Lalu kembali membuka pintu. Putra masih di posisi itu, di depan pintu. Ia terkejut melihat perubahan busana Kinan yang kini lebih adem untuk dipandang.

"Minggir loe."

Gadis itu mendorong tubuh Putra ke samping, ia ingin lewat, dan kembali duduk di sofa. Putra mengikutinya.

"Gue suka lihat pakaian loe lebih tertutup gini," ucap Putra sambil duduk perlahan di sofa berbeda dari Kinan.

Kinan tak melihatnya, wajahnya cemberut dan menoleh ke arah luar.

Putra merasa ia telah berbuat sesuatu yang buruk, membuat gadis itu merasa tidak enak hati. Lebih baik pulang saja. Pikiran itu tiba-tiba muncul di kepala.

"Hmmm…" Putra berdehem sedikit, "Gue permisi pulang dulu, ya."

Kinan mengangguk tanpa menoleh padanya.

Putra sadar diri, ia segera keluar tanpa sepatah kata pun lagi.

Di mobil, ia sempat menengok ke dalam rumah, Kinan tak keluar. Mood gadis itu masih sangat buruk. Ia tak bisa melampiaskan hasratnya, padahal disentuh sedikit saja tadi, ia sudah bisa sampai di puncak.

"Cowok memble!"

Kinan mengumpat, sambil kembali mengunci pagar, ketika mobil Putra sudah berlalu.

***

***

avataravatar
Next chapter