33 BERTAHAN MESKIPUN SAKIT

Kinan mencoba melawan, ia tidak ingin dan tidak akan mengkhianati Putra. Toni dibuat naik pitam, ia melayangkan satu pukulan di wajah Kinan. Lalu kembali menekan kedua tangan gadis itu, dan menahan kaki Kinan yang berontak.

Kinan terkunci, ia tak bisa bergerak.

"Kenapa?" tanya Toni garang.

Kinan menatapnya marah sekaligus cemas.

"Aku nggak mau!"

"Kenapa?"

Toni meneriaki tanya itu lagi.

Kali ini Kinan tak menjawab, ia hanya diam sambil menatap Toni dengan tatapan yang sama. Marah sekaligus cemas.

Toni semakin geram, ia lalu memaksa untuk menciumi Kinan. Gadis itu menghindarkan wajahnya, ia berpaling. Pria yang menindihnya jadi tak sabar. Emosinya meledak, satu pukulan lagi mendarat di wajah cantik itu, ia bahkan menjambak rambut Kinan. Dan kembali memaksa mencium bibir kekasih Putra.

Kinan berusaha melepaskan meski sakit yang ia rasa di tubuh, tak mengapa, yang penting ia takkan melakukan hal yang membuat Putra terkhianati.

Toni lebih kuat, ia bahkan merayapi tubuh Kinan yang terjangkau oleh mulutnya. Kinan semakin memberontak, meski kedua tangannya kembali di kunci oleh Toni, dengan genggaman yang menyakitkan.

Dalam usaha melepaskan diri, Handphone Kinan berdering

#Sayang calling#

Toni menghentikan aksinya, lalu melihat ke arah ponsel yang berdering itu. Ia melepaskan, dan menggapai telepon genggam Kinan.

"Sayang?"

Toni berdiri di sisi ranjang. Ia menatap Kinan mengintimidasi. Sedangkan gadis yang wajahnya mulai memerah karena bekas tamparan pria celaka itu, berdebar-debar. Ia ingin menggapai HP itu dan mengadukan pada kekasihnya, perbuatan jahat Dirut biadab ini.

Toni mereject panggilan masuk itu. Dan langsung menon-aktifkan HP Kinan, lalu melemparnya kembali ke ranjang.

"Kamu ternyata nggak menggubris apa yang sudah pernah aku katakan!"

Toni duduk di sisi ranjang, di sebelah Kinan yang hanya mampu berdiam diri.

"Kamu itu milikku Kinan!" bentak Toni.

Kinan menunduk.

"Aku udah kasih banyak buat kamu, rumah ini, mobil itu, semua dari uangku! Tugasmu hanya satu, layani setiap kali aku memanggil."

Toni mengangkat dagu Kinan dengan jemarinya.

"Apa aku pernah mengecewakanmu? Aku bahkan juga memberimu kepuasan yang sama."

Kinan tak melihatnya, wajah gadis itu memucat.

"Kamu itu kelainan, Kinan. Selangkanganmu itu haus sentuhan."

Toni berdiri, ia kembali memasang pakaiannya. Pria itu sudah kehilangan hasrat.

"Apa dia anak dari wanita yang aku cintai itu?"

Kinan masih bergeming, banyak pikiran yang tiba-tiba mengganggu otaknya.

"Apa dia lebih mahir dari aku? Kau puas tidur dengannya? Kau menggilai ukurannya? hah! jawab PELACUR-ku!"

Kinan refleks mengangkat wajahnya. Ucapan Toni benar-benar menyinggung hati kecilnya. Putra tak seperti dia, yang maniak sex, Putra pemuda baik-baik yang akan membantunya keluar dari dunia durjana ini.

"Jangan bicara begitu tentang dia!"

Kinan setengah berteriak, ia bahkan sudah berdiri dan menghampiri Toni.

Toni hanya tersenyum merendahkan.

"Jadi tidak begitu? Dia tak menyentuhmu? Lalu apa yang kau harapkan dari dia! Jari-jariku bahkan bisa membuatmu berkali-kali berteriak, kenapa sekarang kau begini?"

Kinan benci mendengar hal itu, meski memang benar apa yang dikatakan Toni tentang dirinya. Tapi, ia ingin memantaskan diri untuk Putra, dan ingin melupakan semua yang lalu.

"Kinanti Maya. Aku sudah pernah peringatkan untuk jangan main-main denganku. Tapi, sepertinya kau pikir aku bercanda."

Toni kembali menarik rambut Kinan ke belakang, gadis itu meringis. Sebelah tangan Toni membelai wajahnya yang memerah.

"Aku bisa melakukan sesuatu yang lebih buruk padamu! Kau bisa kuhancurkan dalam sekejap, sayang."

Toni menjilat bibir Kinan, yang langsung ditautkan oleh pemiliknya. Ia tak ingin membiarkan bekas ciuman Putra tergantikan oleh jilatan manusia bejad dihadapannya.

"Dulu, Maya juga hancur karena ulahku. Aku menayangkan adegan menciuminya di dalam mobil, meski pun, tak ada yang terjadi sebenarnya. Video itu tersebar dengan sangat cepat, bahkan istriku sendiri yang mengupload ulang, dengan mengaburkan wajahku."

Kinan menatap laki-laki itu tak percaya. Ternyata, memang sudah bejad dari dulu.

"Dan hal yang sama juga bisa terjadi padamu. Video syurmu, ada padaku. Aku menyimpannya untuk kenang-kenangan, kalau-kalau kau pergi dariku. Tak kusangka akan secepat ini."

Bola mata Kinan membulat, kebodohannya kini berakibat fatal untuk hidupnya.

"Wajahmu bahkan terlihat jelas, dadamu yang montok ini pun juga terekam, dan senggamamu yang membuatku gila itu pun juga kusorot. Kau duduk diatasku, kau beraksi dan bergoyang. Terlebih ekspresimu itu… Ah ah ah!"

Toni melepaskan tarikkan di rambut Kinan. Ia benar-benar kehilangan mood.

"Kalau kau berani menolakku lagi, bersiaplah dengan resikonya. Kehancuran dan ditinggalkan!"

Toni terlihat menelpon seseorang. Dan tak beberapa lama, ia keluar meninggalkan Kinan sendiri.

Gadis itu terduduk di lantai kamarnya.

Apa yang akan dilakukannya sekarang? Jika Toni benar-benar melakukan ancamannya. Semua yang dikatakan pria setan itu akan terjadi. Karirnya hancur, dan semua yang dimilikinya kini bisa saja ditarik Toni kembali.

Orang-orang akan menatapnya jijik. Toni beberapa kali merekamnya, bahkan saat jemarinya mengerayangi tubuh Kinan. Tak hanya satu video, pria itu punya beberapa video dirinya.

Lalu Putra, bagaimana kekasihnya akan bisa menerima semua ini? Banyak yang akan tahu, siapa Kinan. Dan keluarga Putra takkan mau menerima pelacur yang sudah terbukti seperti dia.

Kinan menangis tersedu-sedu, hingga meraung-raung.

Apa yang harus ia lakukan sekarang?

***

***

Putra tak sabar menunggu jam pulang. Ia harus memastikan keadaan Kinan baik-baik saja. Ponselnya sudah tak lagi aktif, setelah menolak panggilan darinya. Pemuda itu tak konsen mendengarkan presentasi staf bagian perencanaan, mengenai lokasi dan metode kerja pembangunan yang terbaru.

Berkali-kali ia menghela nafas. Beruntung, saat ini ia hanya harus mendampingi Adit, untuk mengenal bagaimana ayahnya menjalankan perusahaan selama hampir lima belas tahun ini.

Tepat waktunya jam bubar kantor. Putra pun hendak bergegas keluar, tapi Adit menahannya.

"Kenapa buru-buru, Bang? Kita harus diskusi dulu masalah presentasi tadi. Kamu sudah baca langkah-langkah efektifitas untuk pembangunan kali ini. Ayah sudah memutuskan, proyek ini, langsung kamu yang handle."

Putra bingung harus menjawab apa. Sepertinya ini penting untuk diprioritaskan.

Adit, Ajay dan kepala divisi perencanaan sudah bersiap di ruangan sang direktur, ditambah dengan kehadiran Putra, sebagai calon penerus.

Mereka membicarakan langkah-langkah lanjutan, dengan maksud untuk menekan biaya, namun tetap mengedepankan kualitas bangunan. Kali ini, Malik Estate berencana untuk membangun perumahan dengan harga yang cukup terjangkau, target mereka adalah masyarakat dengan penghasilan lima juta kebawah. Sistem yang digunakan tak menggunakan perantara Bank, namun, langsung berurusan dengan developher.

Dan Malik Estate juga sudah menyiapkan tim khusus, untuk melakukan kunjungan rutin ke para pembeli. Putra Husein Malik, langsung ditunjuk sebagai pimpinan proyek oleh Direktur dan Wakil Direktur. Proyek ini juga direncanakan akan mulai menggarap lahan, selambat-lambatnya dalam bulan ini.

"Bang, besok sudah bisa tinjau lokasi."

Putra tersentak, ia tak sepenuhnya mendengarkan rapat para eksekutif itu. Padahal, tanggung jawab penuh sudah dihibahkan ke pundaknya.

"Siap, Yah."

Ah, dia saja tidak tahu apa yang disiapkan. Besok bisa tanya bagian perencanaan, pikirnya.

Tepat setelah maghrib, baru lah Putra bisa keluar. Ia tampak terburu-buru.

"Ada urusan apa Putra tu, Dit?" tanya Ajay yang nampak heran dengan sikap Putra barusan. Pemuda itu minta izin untuk pulang duluan, seperti ada hal penting yang hendak ia selesaikan.

"Nggak tau gue, Bro."

Setelah jam kantor usai, dua sahabat lama itu kembali menjadi sepasang kawan dekat. Tak lagi kaku, demi menjaga image di depan karyawan.

***

***

Putra sudah memasuki Griya Cadas, Pak Dani seperti biasa menyapanya dengan ramah. Sejak kejadian salah kaprah itu, kedua satpam komplek perumahan tersebut, jadi sangat ramah pada Putra. Dan Putra pun juga tak kalah santun, ia selalu menurunkan kaca untuk menyapa kedua teman barunya itu.

Putra menghentikan mobil di tempat biasa. Rumah Kinan tampak gelap. Ah, kemana gadis itu. Putra mencoba menghubungi lagi, masih tak aktif. Baru akan membenturkan gembok ke pagar, ternyata tak dikunci. Putra pun membuka pagar itu dan masuk.

Berhenti di depan pintu, hendak memencet bel, tapi dicobanya membuka pintu. Dan terbuka. Putra menghidupkan lampu, melihat awas sekeliling.

"Nan."

Jangan sampai terjadi apa-apa pada gadis yang dicintainya.

Tak ada jawaban. Putra menghidupkan semua lampu. Dan betapa terkejutnya ia, saat mendapati Kinan tersandar di sisi dipan.

Segera ia menyusul ke dalam kamar, lalu menghidupkan lampu.

Putra begitu cemas, wajah Kinan memerah seperti bekas terkena pukulan, belum lagi, matanya yang tampak sembab. Apa yang terjadi padanya?

Putra mengusap kepala Kinan. Ia lalu menepuk-nepuk pipi Kinan lembut. Kenapa gadis ini sering sekali tak sadarkan diri.

"Nan… Kinan… "

Ia tak tahu harus melakukan apa? Kinan mesti dibawa ke klinik. Kesehatannya harus diperiksakan.

Baru akan mengangkat keluar.

"Tra…" suara itu terdengar lemah.

Matanya terbuka perlahan.

"Gue nggak apa-apa." ucap Kinan meminta agar diturunkan lagi.

Putra membaringkannya kembali di ranjang.

"Apa yang terjadi? siapa yang udah lakuin ini ke loe?"

Putra tak bisa menahan amarahnya.

Kinan tersenyum kecil, ia masih sangat lemah.

"Gue tadi tergelincir dari kamar mandi, nggak tau udah kayak gini aja."

Putra mengubek rambutnya kesal.

"Loe nggak usah bohong, Nan. Tergelincir apa kayak gini."

Putra menunjuk pipi Kinan, kemudian menyentuhnya pelan. Ini pasti sakit. Brengsek yang udah lakuin ini.

Kinan menggeleng lemah.

"Bener. Gue cuma jatuh."

"Hah!"

Putra berdiri, membalikkan badan dan berkacak pinggang. Ia tak ingin Kinan melihat kemarahannya itu, matanya memerah, bahkan hampir meneteskan air mata. Hidup Kinanlah yang membuat hatinya sedih. Kenapa dia harus menjalani hidup serumit dan sedramatis ini?

Putra lagi-lagi mengubek rambut.

"Sayang…"

Perlahan Putra berbalik.

"Gue laper. Belikan makanan."

Kinan mencoba untuk tersenyum, meski pun ia sangat ingin sekali mengadu pada Putra, tentang apa yang sudah terjadi padanya hari ini.

***

***

avataravatar
Next chapter