webnovel

Terima Kasih Karena Telah Memberiku Rumah

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Ling Nian melihat Ye Banxia seakan temannya itu tidak mengerti situasi. Ia pun menggelengkan kepalanya, "Percayalah, seorang pria dewasa selalu mengingatkanmu untuk makan kapan saja dan tidak akan pernah bertindak buruk di mana saja!"

Ye Banxia terdiam. Perkataan Ling Nian membuatnya tanpa sadar mengingat kembali kata-kata yang dilontarkan Mo Chenyan dalam beberapa hari terakhir, Mo Chenyan adalah seorang pria yang terlihat begitu dingin, tapi terkadang kalimat yang tidak disengaja atau detail kecil yang dia ucapkan membuatku merasa nyaman. Apakah ini pesona pria dewasa?

"Niannian, sepertinya Mo Chenyan benar-benar baik," Ye Banxia berbisik pelan, "Tapi, aku masih agak gugup. Aku akan pindah ke vila besok. Aku tidak mengerti…"

Ye Banxia tidak tahu hubungan seperti apa yang sesuai untuk dirinya dan suaminya yang baru beberapa kali bertemu. Sebenarnya, ia agak sedikit terkejut ketika mendengar bahwa Mo Chenyan akan menjemputnya besok. Namun, mereka sudah menikah sehingga pindah ke vila merupakan hal yang sudah pasti untuk Ye Banxia. Ia tidak mungkin menemukan alasan untuk menolaknya.

Ling Nian perlahan beringsut mendekat ke arah Ye Banxia, lalu ia menyandarkan kepalanya di bahu Ye Banxia dan mempertimbangkan beberapa saat. Kemudian, ia perlahan berkata, "Jangan takut. Kau akan baik-baik saja!"

Ye Banxia tak mengatakan apa-apa, namun ia menangis sekaligus tertawa melihat Ling Nian. Apakah dia mengatakan ini menghibur dirinya sendiri atau untuk menenangkan suasana? pikirnya.

Ling Nian menghela napas saat melihat bahwa Ye Banxia tidak berbicara. Ia pun menepuk pundak Ye Banxia dengan penuh semangat, "Banxia, Mo Chenyan jauh berkali-kali lipat lebih baik dari bajingan Li Hanchuan. Kau dan Mo Chenyan akan baik-baik saja!"​​ Setelah selesai mengatakan itu, Ling Nian menundukkan kepalanya dan menatap Ye Banxia dengan hati-hati. "Jika ada waktu, bawa aku melihat lihat-lihat pemandangan di kompleks militer. Kau tahu itu, kan?"

Ye Banxia bersandar pada Ling Nian dengan satu tangan di dahi hanya untuk menghalangi matanya yang penuh lapisan air mata tipis. Sudut bibirnya sedikit melengkung dan suaranya terdengar seperti biasa. "Aku sendiri belum pernah ke sana juga," ujarnya.

Ling Nian berusaha lebih gigih lagi, "Tunggu sampai kau familiar dengan tempat itu. Setelah itu, bawa aku pergi ke sana!"

"Oke."

———

Mo Chenyan hanya mengatakan bahwa ia akan menjemput Ye Banxia keesokan harinya, tapi ia tidak menyebutkan waktu yang spesifik. Karenanya, Ye Banxia mengira bahwa ia akan dijemput pada siang atau sore hari. Ia tetap bangun sebelum jam delapan pagi karena berniat untuk membereskan barang-barangnya. Meskipun ia baru saja datang untuk tinggal di sini selama beberapa hari, membereskan barang-barangnya secara sederhana pasti tetap akan memakan waktu cukup lama.

Tepat ketika Ye Banxia selesai mencuci mulutnya setelah sarapan, bel pintu berbunyi. Kaki Ye Banxia seketika lemas saat ia melihat orang-orang di luar melalui lubang kecil di pintu. Tiba-tiba ia seperti teringat sesuatu dan ia pun segera menundukkan kepala untuk melihat pakaian yang masih menempel di tubuhnya. Ternyata, ia masih mengenakan pakaian tidur. Ia menutup matanya dan secercah harapan terakhirnya mulai hancur. Ganti baju? Atau buka saja pintunya? pikirnya bimbang. Ye Banxia menggigit bibirnya. Karena ia terlihat sedikit tidak rapi, ia mengambil sebuah mantel yang ada di sofa untuk menutupi dirinya sebelum akhirnya membuka pintu.

Mo Chenyan menatap wanita canggung yang tersenyum di depannya. Matanya yang dalam tampak melembut dan ujung alisnya hampir tidak terlihat. Istrinya saat ini mengenakan pakaian rumah dan terlihat sangat sederhana. "Kurasa aku datang di saat yang tidak tepat," ujarnya.

"Tidak, tidak!" Ye Banxia cepat menggelengkan kepalanya dan jari-jari putihnya segera merapikan rambutnya dengan canggung. "Aku tidak menyangka kau akan datang sepagi ini. Aku belum selesai mengemas barang-barangku," katanya. Ia pun berbalik ke samping karena merasa tatapan Mo Chenyan membuat pipinya terbakar sebelum melanjutkan, "Jika kau ada urusan, kau bisa pergi dulu. Jika tidak ada urusan, masuklah untuk duduk sebentar."

Mo Chenyan yang super sibuk kemudian perlahan masuk ke dalam apartemen dan duduk di sofa. Ye Banxia menghela napasnya dengan serius, lalu menuangkan segelas air untuk pria itu sambil tersenyum penuh penyesalan. "Nian Nian tidak suka teh, jadi tidak ada teh di rumah," terangnya. Lalu, ia menunjuk ke pintu kamar dan berkata, "Aku akan ganti baju dulu dan berkemas sebentar... Aku akan mengajakmu makan, oke?"

Ye Banxia menggunakan nada bertanya di kalimat terakhirnya dan pria itu hanya memandangnya dengan ringan. Sekarang baru jam delapan, berapa lama lagi dia harus merapikan barangnya dan baru mengajakku makan setelah selesai? pikir Mo Chenyan. Ada sedikit lengkungan di bibir tipisnya. "Nyonya Mo, setelah kau mengajakku makan, jadwal kita hari ini adalah memperkenalkanmu dengan rumah baru," Mo Chenyan berbisik, "Kau kemas pakaian yang sering kau kenakan saja. Semua kebutuhan rumah sudah tersedia. Jika nanti kurang, tinggal beli saja."

Wajah Ye Banxia menjadi panas sampai ia lupa untuk membantah Mo Chenyan. Ia pun menuruti perintah dari Mo Chenyan dan selesai berkemas hanya dalam waktu setengah jam. Kemudian, Mo Chenyan membantunya membawa koper itu. Ketika mereka turun dari lantai atas apartemen, seorang pria paruh baya yang tampak seperti sopir Mo Chenyang datang dan menyapa dengan hormat, "Presiden Mo dan Nyonya Mo."

Sopir itu mengambil koper itu dari tangan Mo Chenyan, memasukkannya ke bagasi Bentley hitam, lalu membukakan pintu untuk mereka. Ye Banxia menyadari bahwa orang-orang di luar sana memanggil Mo Chenyan sebagai Tuan Mo, tapi tidak dengan orang-orang di perusahaannya. Seperti Sekretaris Chi semalam dan sopir Zhang Bo di depan mereka barusan, mereka semua memanggilnya Presiden Mo.

Mo Chenyan dan Ye Banxia duduk berdampingan. Tanpa sadar, Ye Banxia melipat tangannya di pangkuannya dan memandang ke arah pemandangan jalan di luar jendela yang bergulir dengan cepat seiring dengan laju mobil. Matanya yang indah kini membeku. Ketika Bentley hitam perlahan-lahan melaju ke area vila mewah, napasnya sedikit tercekat dan jantungnya semakin berdetak cepat. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ia sangat gugup.

"Sudah sampai." Mo Chenyan lebih dahulu keluar dari mobil, lalu berjalan mengelilingi mobil untuk membukakan pintu untuk Ye Banxia dengan sangat lembut. Kemudian, ia menggandeng tangan Ye Banxia.

Ye Banxia membeku. Ia sedang melihat pemandangan vila di depannya dan tanpa sadar tatapannya langsung tertuju ke tangan mereka. Telapak tangan pria itu kokoh dan dengan lembut menggenggamnya. Sentuhan hangat itu seakan mengakibatkan arus listrik yang tiba-tiba mengalir di hatinya. Ye Banxia pun membatin, Rasanya tidak sama seperti saat di depan ruang operasi kemarin. Kemarin, genggaman itu menenangkan dan hari ini... Ia sepertinya tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.

"Nyonya Mo, sebelumnya ini adalah rumahku," bisik Mo Chenyan di telinga Ye Banxia yang masih terdiam, "Ini akan menjadi rumah kita di masa depan."

Jarak mereka berdua tidak begitu dekat, tapi Ye Banxia curigai tekanan udara di sana melonjak terlalu cepat karena setelah Mo Chenyan selesai berbicara, ia tampaknya bisa merasakan napas Mo Chenyan. Telinga Ye Banxia seperti terbakar dan detak jantungnya jadi tidak karuan. Ternyata Tuan Mo bisa juga mengatakan perkataan romantis seperti itu, pikirnya. Ia pun perlahan menahan Mo Chenyan, namun senyum di sudut bibirnya tampak semakin dalam, "Terima kasih, Tuan Mo."

Terima kasih karena telah memberiku rumah, lanjut Ye Banxia dalam hati. Tidak peduli apa yang akan terjadi di masa depan, kalimat Mo Chenyan barusan membuat Ye Banxia merasa bahwa ia tidak akan menyesali keputusannya hari ini. Ia tidak memiliki rumah dan Mo Chenyan baru saja memberinya rumah sebagai tempat untuk pulang.

Next chapter