24 Bab 24. Si Pekerja Keras

Cherry masuk ke dalam kafe yang didatangi oleh Berry dan Clara. Clara masih ada di sana nanun tidak dengan Berry. Lelaki itu sudah pergi dari tempat itu karena dia harus segera melakukan hal lain. Tanpa sengaja, tatapan mereka bertemu. Cherry dan Clara. Di dalam ingatan keduanya, mereka pernah bertemu. Wajah mereka sudah tidak asing lagi. Sayangnya, Cherry melupakannya.

Ketika pesanannya sudah dibawakan oleh Ara, dia makan sambil berpikir. Berbeda dengan Clara yang ingat siapa gadis itu. Pandangan mereka sesekali bertemu. Namun tak ada niat dari keduanya untuk mendekat kemudian bertanya, 'siapa kamu? Aku sepertinya pernah melihat kamu' karena itu jelas sangat memalukan. Hei, di dunia ini, kita pasti akan bertemu banyak orang. Meskipun pertemuan hanya selama beberapa detik saja. Jadi, untuk apa memusingkan hal yang seperti itu.

Dan lagi, Clara setelah itu juga langsung pergi dari kafe karena memang dia sudah tak memiliki urusan lagi di sana.

"Persiapan kita udah matang lah ya?" tinggal menghitung hari, mereka akan 'berjualan' sesuai yang sudah mereka rencanakan untuk mata kuliah tersebut. Kegiatan itu akan dilakukan setelah ujian semester.

"Gue rasa udah sih." Cherry menjawab pertanyaan Ara, "Gue udah praktekin terus dan gue harap nggak ada yang gagal nantinya." Itu adalah sebuah harapan bukan hanya dari Cherry, tapi juga teman-temannya. Karena yang menjadi tombak dalam bazar kali ini adalah Cherry di dalam kelompok mereka.

Masa-masa kuliah seperti ini adalah masa perjuangan bagi semua mahasiswa. Ada yang sudah memikirkan tentang bagaimana rencana mereka kedepannya, atau justru ada yang merasa hal semacam itu akan dipikirkan seiring berjalannya waktu.

Seperti Berry misalnya, dia benar-benar bekerja keras dari awal dia masuk dan menjadi mahasiswa, sampai sekarang. Baginya, tak ada waktu untuk bersantai. Tetapi dengan itu, dia sudah mulai dikenal oleh beberapa orang. Proyek-proyek kecil yang dikerjakan membuat kliennya menjadi puas.

Dan malam ini, setelah dia diminta oleh Clara untuk mengerjakan interior butiknya, dia langsung mengerjakannya. Clara sudah menghubunginya bagaimana dia menginginkan butik itu dibuat nantinya. Dan Berry sudah merancangnya. Ada banyak hal yang perlu dipersiapkan. Dia akan menggambarkan nya, kemudian dia akan mengirimkan sebuah penawaran pekerjaannya. Setelah harga sudah disepakati, maka dia akan mengerjakannya.

Seperti itulah alur pekerjaannya. Memang, dia belum berani memberikan penawaran tinggi dengan proyek-proyek yang didapatkannya. Karena tahap pertama dia kali ini adalah dia harus mencari nama terlebih dulu. Dikenal orang dengan kerapian pekerjaannya dan lain-lainnya. Karena ketika itu sudah didapatkan, maka pendapatan itu akan naik dengan sendirinya.

"Bro!" ada gangguan ketika Berry bekerja. Dan pelakunya adalah Miko.

"Hem." Jawabnya masih dengan konsentrasi setinggi-tingginya.

"Lo nggak pusing?" tanyanya lagi. Miko sedang mengintip Berry yang sedang menggambar menggunakan komputernya.

"Enggak." Katanya dengan tenang. Tanpa bertanya kenapa dia harus pusing?

"Kalau gue udah pusing lah itu. Lihat lo ngerjain itu." Miko kemudian berbaring di ranjang Berry dan memeluk guling lelaki itu. Berry pun tak banyak komentar. Membiarkan saja sahabatnya itu melakukan sesukanya di dalam kamarnya. Berry kalau sudah begini, dia pasti tak akan terpengaruh dengan apapun dengan gangguan-gangguan yang menyerangnya.

Paginya, dia kembali menemui Clara di calon butik gadis itu. Seharusnya dia harus melihat lokasinya terlebih dulu baru dia memberikan gambarnya. Hanya saja, ketika Clara sudah mengatakan keinginannya sebuah ide sudah muncul di dalam kepalanya.

"Ini hanya satu ruko aja, Ber. Dan di lantai dua nya mau aku pakai kantor." Clara menjelaskan. Berry melihatnya dengan seksana tempat tersebut dan merekam di dalam ingatannya.

"ini, aku semalam udah coba gambar. Kamu bisa melihatnya." Ada sebindel kecil gambar dan Clara langsung melihatnya.

"Ini bagus lho." Clara berkomentar, "Bisa saja kan ini dipakai?" tanyanya.

"Bisa. Tapi itu kan hanya mentahan. Aku harus ukur dulu dan dibuat yang benernya." Clara mengangguk saja dan merasa takjub dengan lelaki yang ada di depannya. Lelaki itu adalah tipe lelaki yang bekerja keras. Akan sangat beruntung ketika seorang perempuan mendapatkan lelaki itu.

Membutuhkan waktu agak lama ketika survey lokasi. Tiba-tiba saja, waktu sudah agak sore. "Sebelum kamu balik, biarkan aku mentraktirmu." Clara memberikan penawarannya.

"Aku rasa nggak perlu."

"Please. Paling tidak kita harus berteman." Clara memang sudah menaruh ketertarikannya kepada Berry sejak mereka pertama kali bertemu di rumah sakit waktu itu. Hanya saja dia memilih cara yang lembut. Lalu, apakah ini adalah salah satu caranya untuk membuat Berry tertarik kepadanya? Jawabannya tidak. Dia memang benar-benar ingin membuka butik kecil-kecilannya, dan kebetulan Berry adalah mahasiswa arsitek.

Berry kemudian mengangguk dan bersedia mengikuti permintaan Clara. Mereka pergi di jarak dua ruko dari tempatnya, karena di sana ada kafe yang cukup banyak pengunjung. Tempat itu terlihat sangat nyaman memang. Penataan yang rapi juga menjadi hal yang mungkin disenangi banyak orang.

"Mungkin kalau aku dulu kuliah di kampus kamu, kita bisa bertemu lebih awal." Clara memulai obrolan, "sayangnya aku nggak jadi, karena di sana nggak ada jurusan fashion designer."

"Kamu mengambil jurusan itu sekarang?" sambung Berry.

"Iya, awalnya memang sulit. Tapi aku akhirnya mendapatkan izin." Sepertinya, cerita Berry dan Clara sedikit ada kesamaan. Maka reaksi Berry sedikit berubah lebih antusias.

"Kamu awalnya nggak diizinkan oleh orang tua kamu?"

"Benar. Tapi karena memang aku menyukainya, akhirnya Papa izinkan. Dan ya, beliau sekarang justru senang karena aku mengalami perkembangan di dunia fashion." Seharusnya memang seperti itulah orang tua. Hanya saja, Berry merasa ayahnya tidak seperti itu.

Meskipun hubungan mereka sekarang ini sedikit mengalami perubahan, namun beliau belum pernah membicarakan masalah kuliah Berry. Dan itu menyedihkan sekali. Berry hanya mengangguk.

Tapi pandangannya mengarah pada satu titik tak jauh darinya. Di sana ada Cherry yang sendirian sambil terfokus penuh pada tab nya. Itu terlihat seperti ketika dia melihat di perpustakaan waktu itu. Kemudian Clara menyadari jika Berry sepertinya melihat sesuatu.

"Kamu melihat apa?" tanyanya dengan lembut.

"Ada teman aku di sana." Berry pun tak susah-susah menutupi apa yang sedang dilihatnya. Clara menoleh dan berusaha mencari apa yang dilihatnya. Gadis itu menemukannya. Aaa, gadis itu.

"Mau nyamperin dia? Barangkali dia mau bergabung dengan kita."

"Kalau sudah seperti itu, dia nggak mau diganggu," seolah tahu sekali dengan karakter Cherry, "Aku akan tunggu sampai dia selesai." Entah percaya atau tidak, Clara terlihat kecewa dengan apa yang dikatakan oleh Berry.

Dia bahkan tak bisa melanjutkan kata-katanya. Apakah gadis itu adalah seseorang yang spesial bagi Berry? Ataukah sudah ada sebuah ikatan diantara mereka? Pemikiran itu sedikit mengganggu Clara sekarang.

*.*

avataravatar
Next chapter