87 Aksara 47B, Ayah dan anak

- Lima belas tahun setelah perang suci -

Seorang pria bertubuh gagah menggendong seorang bocah enam tahun di lehernya, ia memainkan sebuah glaive hitam dengan satu jarinya, seakan beban Glaive itu tidak ada apa-apanya.

Bocah di punggungnya bernyanyi ria penuh senyuman, ia membawa panah kayu kecil lengkap dengan tabung panah di punggungnya. 

Bocah itu terlihat sangat lucu dan menggemaskan. 

"Ayah, aku akan menjadi pemanah terhebat dan menjadi pelindung ayah di medan pertempuran! Tidak akan ada yang bisa mengalahkan ku, sama seperti ayah, kesatria terkuat!" Ujar Bocah kecil itu sambil memegang kepala pria gagah itu, ia menempelkan kepalanya dan menempelkannya pada kepala sang ayah bermanja-manja.

"Tentu saja, kau kan anakku! Kita berdua tidak akan terkalahkan hahahahaha!" Terlihat pria gagah itu begitu bahagia, matanya berbinar sambil menggendong sang anak di lehernya. 

Tak lama, cahaya terik seakan layu. Terangnya langit meredup, bagai tirai surya tertutup dan cahayanya menguncup.

"Ayah … "

"Sepertinya akan hujan?!" Abishai berujar, bocah itu menengadah penasaran. 

Langit terasa begitu kelabu, sang pria gagah perkasa itu merasakan sebuah firasat buruk dalam batinnya.

Ia menengadah, menatap langit.

Pupilnya kemudian bergetar, ribuan titik hitam terlihat di langit abu-abu seperti ribuan titik air yang begitu tidak berarti. 

Ribuan naga menukik dengan kecepatan penuh ke tempatnya berdiri. 

"Bagaimana mereka menemukan kita?!" Ujarnya dengan hati yang bergetar. 

Keberadaan mereka adalah sebuah rahasia, tidak mungkin para naga menemukan dirinya. Kecuali, ada salah satu dari pihak manusia yang menghianatinya. 

"Abishai, lar-" belum sempat ia menyelesaikannya, seekor naga bertanduk satu muncul di hadapannya bagaikan kilat, berusaha menyerang Abishai yang tengah ia gendong.

Matanya terbelalak, namun tangannya dengan cepat memukul sang naga, tepat si kepalanya. Membuat makhluk besar itu tersungkur dan menghantam tanah dengan begitu keras. 

Auranya menyeruak, jiha dan rohnya bergelora. Tidak memiliki pilihan lain, selain bertarung. 

- Di salah satu sisi lain bumi -

Yu'da dikelilingi ribuan mayat singa-singa muda yang adalah pengikutnya, sambil menatap ratusan ribu tentara kegelapan dan juga ratusan ribu manusia yang berkhianat dan berusaha membunuhnya. 

Ia terikat, namun tidak melawan. 

Setelah berjuang untuk menyelamatkan umat manusia ketika peperangan terakhir dan kemenangan di depan mata. 

Bangsa yang ia bela, justru berbalik menyerangnya, bersekutu dengan iblis yang berusaha menghancurkan mereka. 

"Haha.. kekuatan aksara Dewata akan menjadi milikku!" Seorang pria berpakaian keagungan berujar, menatap Yu'da seakan dirinya adalah sebuah harta karun. 

Yu'da menatap langit, mengaum keras untuk terakhir kalinya.

"Sudah dimulai, penggenapan dari ramalan penebusan …" Ujarnya, dengan bahasa auman yang hanya dia mengerti. 

***

Sang pria gagah perkasa bertarung sekuat tenaga, dengan satu tangan ia menggendong anaknya, dengan tangannya yang lain ia memegang glaive hitam dan melangsungkan pembantaian. 

Abishai, bocah kecil itu menarik panahnya. Tanpa rasa takut, ia pun berusaha menyerang.

Namun entah seberapa perkasa pun ia, tubuhnya mulai kehabisan tenaga. 

Seekor naga bertanduk tiga menusuk perutnya dari belakang, ketika ia sedang berjibaku menghalau empat naga lain di depannya. 

Darah terciprat ke berbagai arah, ia menahan tanduk itu agar tidak menembus tubuhnya dan menyerang Abishai. 

"Tidak!!!" Ia mendorong mundur cakar besar yang berusaha menembus perutnya. 

Tiga cakar lain melesat dan menyasar dirinya, namun kedua tangannya penuh dan tak mungkin lagi menghindar. 

Ia kemudian menggunakan bahunya, dengan cara membungkukkan tubuhnya hingga menutupi Abishai. 

Kegelapan Absolut.

Tiba-tiba kegelapan mengelilinginya, meski begitu ia tetap dapat merasakan Abishai yang berada dalam pelukannya. 

"Sembah lah aku, maka engkau akan hidup …" bisikan terdengar di telinga kirinya, kemudian terdengar pula di telinga kanannya. Suara itu diikuti desisan ular.

"Hmmph! Makhluk terkutuk, engkau yang hanya memiliki kematian mau memberiku kehidupan? Jangan buat aku tertawa ..."

"Baiklah kalau begitu, kita lihat saja … hahaha … anak yang lugu, bagaimana ekspresinya ketika aku menyiksanya!" Suara itu terdengar lagi, seketika itu pula ia tak merasakan lagi Abishai yang berada dalam pelukannya. 

Seketika kegelapan menghilang, yang terpampang adalah seorang bocah kecil menarik panahnya menghadapi seekor naga raksasa yang begitu besar.

Tak sedikitpun terlihat ketakutan di kedua bola matanya.

Tangan naga itu menyentilnya, membuat bocah kecil itu terpental sungguh jauh. Namun meski hancur tubuhnya penuh luka, ia bangkit lagi. 

"Menyerahlah, sembahlah aku dan kutuki Tuhanmu! Maka akan ku sayangkan nyawanya!"

Dan pria gagah perkasa mengalami keraguan, hatinya hancur. Ia menengadah dan menangis, memandang langit. 

Ia ingin menyerah, tak kuasa kehilangan sang anak. 

Abishai, dengan tubuh kecilnya meski kegelapan menyelimutinya ia tetap bangkit dan berdiri dengan berani.

Berbisik sebuah kalimat, kalimat yang membuat sang ayah menteskan air mata. Ucapan yang membuat pria gagah itu tetap tegar memegang kepercayaan pada Semesta.

"Aku akan melindungi ayahku!"

"Ayah pernah bilang…"

"Sekalipun Tuhan tidak menolong aku. Aku tetap akan menyembah Dia …" entah dari mana anak sekecil itu mendapatkan perkataan itu, hal itu membuat naga itu sangat marah.

"Makhluk kecil dan lemah sepertimu tahu apaa!!" Suara menggelegar bagai gemuruh petir membahana.

Perkataan Abishai memantik roh sang ayah, kekuatan yang entah datang dari mana seakan meledak dari tubuhnya.

Roh milik sang pria gagah perkasa itu terhubung ke langit, jiha meliputi dia memberi dia kekuatan tanpa batas yang menghancurkan semua kekuatan lawan.

Pada akhirnya, setelah semua naga dan kegelapan undur dari padanya. Ia berlutut memegang bocah kecil yang masih tersenyum ke arahnya. 

"Lihatkan, aku berhasil melindungi ayah!"

"Ayah tidak perlu menangis, tadi aku melihat Tuhan … "

"Kita akan bertemu lagi di kerajaan Surgawi!" Abishai tersenyum dan menghapus aliran deras yang tak henti-hentinya mengalir dari mata sang ayah dengan kedua tangan kecilnya.

Pria perkasa itu mendekap Abishai menciumi-nya berkali-kali hingga ia bernafas untuk terakhir kalinya. 

"Aku senang bisa menjadi anak ayah …" kemudian nafasnya tak lagi terdengar.

Seorang pria perkasa, dikelilingi bangkai ribuan naga, berteriak keras menangisi kepergiaan harapan masa mudanya. 

- Masa kini, di medan pertempuran di pinggir Kekaisaran -

Wajah Hans menunjukkan keseriusan dan rasa tegang, ia mengambil dua bilah Glaive dari punggungnya, glaive hitam yang ia dapatkan dari asosiasi pandai besi. 

Ketika ia menggabungkan kedua bagian Glaive itu, roh dan jiha yang memenuhinya bergelora dan seakan terserap masuk ke dalam Glaive hitam itu. 

Tak lama, Glaive itu berubah warna, menjadi emas terang.

Sebuah pilar energi terbentuk menyelubunginya, pilar itu semakin lama semakin besar hingga membelah langit dan awan gelap yang menutupi seluruh bumi.

Sang sosok setengah naga mengernyitkan dahinya, sementara bayangan Yu'da seakan terlihat nyata di belakang Hans. 

Hal itu terlihat hingga seluruh kerajaan. 

- Di Sisi lain kerajaan -

Seorang pria bertubuh gagah dan besar tengah memotong kayu bakar, ia memiliki janggut hitam tebal di dagu dan juga bibirnya. 

Ia terlihat menangis dan dipenuhi emosi ketika memotong kayu-kayu itu. 

Seakan hal itu adalah cara baginya melampiaskan semua emosinya. 

"Kuranggggg Ajaarrrrrr!" Tiba-tiba ia berteriak, ia mengayunkan kapaknya. Emosi dan energi seakan mengikutinya, ribuan pohon terbelah seketika. Bahkan tebing batu yang berada tidak jauh darinya mulai berjatuhan dan menimbulkan gempa dan longsor. 

Pria itu kemudian tersadar, ia kemudian jatuh telungkup dan menangis tersedu-sedu"Abishai, maafkan ayah! Maafkan!" 

Tiba-tiba.

Pilar Cahaya terang muncul di tengah gelapnya malam, pria itu mengangkat kepalanya. Menemukan pilar cahaya yang begitu besar. 

Tubuhnya bergetar, kemudian meracau,"Tuanku?! Tuan!" 

Tak lama ia menghilang, bagai besitan cahaya yang muncul dan menghilang. 

- Kapital Kekaisaran Maro, Istana Kaisar -

Kaisar tengah tidur dalam ruang peristirahatannya, namun ia terlihat gelisah dan tidak bisa tidur. 

Ia merasakan sebuah energi kegelapan tapi tidak bisa menemukan arah datangnya. 

Sang ratu terbangun, melihat tingkah dan gelagat sang Kaisar. 

"Apa yang terjadi Tuanku Kaisar?" sang Ratu memeluknya dan bertanya demikian. 

"Sesuatu seperti akan terjadi, tapi bahkan segenap kesaktianku tak dapat menemukan di manakah hal ini akan terjadi."

"Yang jelas aku merasakannya saat ini sedang terjadi, di wilayah kekaisaran ku, tapi lokasinya tersembunyi dari indera keenamku!" Ia mengelus tangan sang Ratu, menciumnya kemudian berdiri, ia berjalan ke arah balkon megah miliknya. 

Emas dan berlian terlihat menghiasi tempatnya berpijak, ketika ia memandang awan gelap dan lautan bintang. 

Kegelapan menyelubungi dan menutupi semua bintang, ia terkejut. Dahinya mengernyit, tangannya bergetar. 

Ia terlihat gusar, khawatir nasib buruk menimpa kekaisarannya. 

Tak lama, seperti percikan api sebuah garis terang muncul dan membelah malam. Tak lama ia menjadi tongkat terang, kemudian menjadi pilar cahaya. 

Ia tersentak, tanpa mengganti pakaiannya, ia terbang melayang dan pergi. 

- Kerajaan Exodia -

Raja dan Ratu Exodia saling pandang, keduanya memakai pakaian perang mereka. Keduanya mengangguk dan pergi ke arah datangnya pilar cahaya.

Hal serupa juga terjadi di tiga kerajaan persemakmuran, setiap raja dan jendral bergegas mendekati tempat itu. 

**

Para rakyat jelata dan pengusaha, bahkan beberapa anggota kerajaan masih terlelap, namun petinggi dari setiap kerajaan persemakmuran meninggalkan tempat petiduran mereka dan bergegas menuju lokasi di mana Hans berada.

Tubuh Hans berguncang, jaringan kulit, dan setiap sel dalam tubuhnya terbakar oleh jiha yang begitu besar yang membanjiri benang-benang jiha di dalam tubuhnya. 

Mata hans seperti matahari, terang cerah dan membakar setiap daerah sekitarnya. 

Ia mengambil kuda-kuda untuk gerakan pertama dari tujuh langkah penciptaan. 

Udara di sekelilingnya menjadi hening, seakan ruang hampa udara. 

Tiba-tiba!

"Booom.."

Petir dan dentuman keras angin terdengar, listrik membentuk awan berwarna biru mengelilingi Hans. Membentuk ombak yang menyebar tanpa henti. 

Tempatnya berpijak retak, ia semakin melebarkan kuda-kudanya, tanah tertekan turun hingga puluhan meter. Tebing-tebing muncul seketika terdorong keluar oleh energi yang membanjiri tubuh Hans. 

Sang manusia setengah naga yang melihat hal itu mengernyitkan dahinya, namun kemudian tertawa. 

"Hahaha.. engkau akan mati setelah ini, sedangkan tubuhku ini hanyalah bayangan!!" 

Hans tidak merespon, matanya memandang tajam ke arah sang manusia setengah naga. 

"Gerakan pertama, Langit dan Bu-" belum selesai ia berucap, kekuatan seakan meninggalkan dirinya, ia tertegun dan terdiam. Kehilangan kekuatan dan kesadaran, tubuhnya berlutut. 

Ia berada di sebuah menara batu yang tercipta oleh jiha yang menyelimuti dirinya. Namun disekelilingnya dalam radius tujuh kilometer, badai dan petir tak begitu terasa.   

Hans merasa tidak percaya, roh Tuan Yu'da berada di sisinya.

"Cukup nak, engkau tidak perlu bergumul lagi." Ujar Yu'da. 

Glaive milik Hans melayang di udara, dipenuhi ribuan petir dan kilat yang melilitnya seperti ular. Glaive itu menjadi pusat badai, ribuan tombak batu keluar dari tanah dan mengelilingi senjata itu. 

Tanpa Hans sadari, sosok asing memegang glaive miliknya. Sosok bertubuh kekar dan gagah, meski dipenuhi rambut dan janggut tidak terurus yang membuatnya terlihat seperti manusia goa. 

Mata sosok itu memandang nanar manusia setengah naga. 

"Aku akan membunuhmu! Lucifer kau makhluk terkutuk!" Suaranya menggelegar bersama ribuan petir yang mengelilinginya. 

Mendengar ucapan itu sosok manusia setengah naga terlihat panik. Ia bergegas berusaha membunuh Hans. 

"Hmmp!" Amarah Sosok bertubuh tegap itu memuncak, membuatnya seakan kehilangan kesadaran. 

"Eleazar, eleazar…"

"Mengapa gusar hatimu, mengapa engkau membiarkan si jahat memiliki pintu atas hidupmu?!" Suara lembut yang menenangkan hati terdengar di telinganya. 

Suara yang ia kenal semenjak diselamat kan pertama kali. 

Eleazar, pria gagah perkasa itu menoleh. Memandang sumber suara itu, mendapati Tuannya memandang pula ke arahnya. 

Air matanya pecah, mengingat perjumpaannya pertama kali dengan sang Singa Raksasa. 

Terlintas gambaran, seorang bocah kurus kering yang hampir mati di pinggir jalan. Bocah itu memeluk kedua orang tuanya yang sudah mengering menjadi mayat. 

Singa besar itu membuka mulutnya, seakan ingin memakannya. Namun ia justru membawanya dalam mulutnya, seperti anaknya sendiri pergi memasuki hutan suci yang adalah kerajaanNya. 

Pria gagah itu tidak malu menunjukkan air matanya. Ketika ia menggeser arah pandangnya, tiba-tiba tubuhnya bergetar. Ia memandang bocah yang tidak asing baginya.

"Abi…"

"Abishai?!!!" Jeritnya ketika tatapan matanya jatuh pada tubuh Hans yang tak berdaya. 

avataravatar
Next chapter