1 Lelucon Dewa (Part 1)

"Dadu telah dilempar...pedang telah dikeluarkan...kertas telah diikat dikaki merpati...peta telah dibuka dimeja...dan ratusan mata telah ditujukan pada satu arah…"

-Author pembuat Novel ini, Abed A.A. Raharman.

----JEAN BERRAU---

'Lelucon Dewa'

Satu persatu lembar kertas Jean buka dibuku ini.

Buku tersebut tebal dengan kertas besar disetiap halamannya, ditaruh diatas pahanya.

Dia sudah membaca semuanya berkali-kali, tapi entah kenapa dia membaca lagi hari ini.

Duduk dirinya dimeja dan kursi kayu ditepi danau kecil ini.

Suara burung bisa terdengar disekelilingnya.

Rumah yang lumayan besar berada dibelakangnya dengan dinding batu berwarna cream dan atap keramik hitam.

Dan hanya beberapa langkah dari rumahnya ditengah hutan ini, ada danau kecil ini yang segar didepannya.

Sayang atap rumahnya cukup sudah kusang sekarang dan penuh daun layu diatapnya.

Baik rumahnya dan danau kecil ini dikelilingi pohon-pohon.

Beberapa pohon tumbuh lebih tinggi dari rumahnya.

Dibulan ini, daun pohon-pohon disekitar rumahnya mulai berubah menjadi berwarna kuning.

Tahun-tahun gugur telah datang…

Dan setelah tahun gugur...tahun musim dingin akan datang..

Jean ingat tahun musim dingin 14 tahun yang lalu...tahun yang indah sekaligus buruk..

Bubuk putih dingin turun dari atas angkasa..dan ketika jatuh ketangannya itu berubah menjadi air..

Beberapa daerah kelaparan...beberapa berpesta dan bersenang-senang merayakan kemenangan mereka melawan Tyronia.

Dan tahun yang sama dengan semua 24 tahun ini bagi dirinya...tahun pengasingan..

Inilah yang ia sudah habiskan waktu dipengasingan selama bertahun-tahun.

Dirinya bosan dan ingin melakukan petualangan.

Baginya petualangan didunia nyata itu berbahaya dan membuat kita merasakan pengalaman.

Tapi membaca buku bisa membuat kita merasakan pengalaman yang sama dan tak membuat kita lumpuh atau dalam bahaya.

Itulah manfaat buku baginya.

Mengisi waktu..

"Hahh…" ,hela nafas Jean.

Tuk

Jean taruh buku tersebut dimeja dengan suara tebalnya buku terdengar.

Angin berkibas terasa dikulitnya…

Mengibas rambut pirang panjangnya ke segala arah.

Dingin rasanya.

Langit terlihat agak mendung hari ini…awan hitam menutupi cahaya matahari bagaikan bulu domba yang hitam.

Jean kembali melihat tumpukan buku yang ia sudah baca hari ini..

Terlihat puluhan buku ditaruh diatas meja tersebut, tebal semua bukunya.

"Sudah kuduga hanya catatan 'Cassandra yang Agung' dari Penyihir Halamun yang bagus buatku" ,gumam Jean sambil menyentuh sebuah buku tebal berwarna hijau pudar dimejanya.

Penyihir Halamun...salah seorang penyihir hebat milik Cassandra yang Agung, cukup dekat dan banyak tahu soal Cassandra.

Dirinya mencatat petualangan 'Yang Agung' bagaikan petualangan manusia…

Tidak seperti bagaikan setengah dewa yang digambarkan banyak penulis sejarah...kebanyakan terlalu sempurna,baik,hebat,pemberani,pintar,dan rasional..

Tik...

Kemudian sesuatu dingin terasa dikulitnya.

"Gerimis" ,Jean menyadari sesuatu.

*Tongkat pancingku..* ,pikir Jean sambil perlahan bangun dari kursinya.

Kemudian dirinya melangkah diantara tanah yang mulai ditutupi daun layu.

Jean memancing kadang...meskipun tanpa hasil.

Itu membuatnya mengisi waktu sama seperti bukunya.

Daun-daunan terasa dikakinya.

Dan tak lama kemudian kayu tongkat pancingnya terasa ditangannya.

Dan kemudian...

"Hm?" ,gumam Jean.

Ada sesuatu yang berat dibenangnya.

Benang pancingnya tersangkut sesuatu..

Ikan? Tidak ini yang lain...benda..

Jean kemudian tarik…

Benda ini cukup berat...tapi terasa mudah mengambang..

Dan tak butuh banyak waktu Jean berhasil menariknya.

"...apa itu?" ,gumam Jean sekali lagi mencoba melihat apa yang didalam kolam.

Tapi sesuatu yang besar terlihat muncul dari dalam kolam.

Hitam...dan kemudian untuk benar sebentar benar-benar hitam..

Dan kemudian itu melainkan seorang manusia memakai pakaian hitam..

Pucat kulitnya…dengan matanya yang ditutup.

*Mayat..* ,Jean pikir.

Jean sempat mau meninggalkan mayat tersebut.

*Ah, biarkan saja mayat tersebut dimakan ikan beberapa bulan didanau ini* ,pikir Jean.

Tapi ada sesuatu…

Aura gelap mengelilingi tubuh Jean...sekelilingnya kemudian berubah menjadi tenggelam didalam suatu kekuatan..

Jean kemudian tarik mayat tersebut dengan benang pancingnya.

Mendekat mayat tersebut dengan goyangan air terbentuk disekitarnya seiring Jean tarik ketepi danau.

Mayat tersebut adalah seorang pria….pria muda..bisa terlihat dari wajahnya yang terlalu mulus untuk seseorang yang tua.

Perlahan Jean tarik hingga wajahnya mendekat kearah kakinya Jean.

Jean kemudian dekatkan jari dilubang hidung pria muda tersebut...

*Ada nafas...kecil…* ,pikir Jean dengan perlahan senyum terbentuk diwajahnya.

Dadanya bergerak...diantara pakaian hitam tipis lembab yang ia pakai.

*Dia bukan mayat...dia hidup..* ,pikir Jean.

*BAMMM!!!!*

Suara petir dilangit berbunyi, mengejutkan Jean.

Awan terlihat berkumpul dilangit...dan ratusan cahaya petir menari didalam mereka..

Langit berubah menjadi gelap dan angin makin kencang..

Gerimis berubah menjadi hujan..

Dan air danau bergoyang…

"Hm, kelihatannya dewa petir dan dewa air punya beberapa kata untukmu nak.." ,ucap Jean sambil memegang wajah anak pria tersebut.

Tapi apa arti dari kata-kata tersebut? Apakah 2 dewa itu Marah? Sedih? Tertawa? Tersenyum? Mengutuk? Berpesta? Bersenang? Atau mungkin bukan semuanya?

Jean hampir ingin berlari kedesa dan bertanya semua pendeta soal itu..

Dirinya hanya tersenyum dan memutuskan dirinya akan menanyakannya kepada dirinya sendiri…

Dan untuk sebentar…Jean berpikir...kalau arti kata 2 dewa tadi sebenarnya adalah lelucon...lelucon yang aneh tentu saja seperti biasanya..

Jean kemudian bawa anak itu kedalam rumahnya.

.

.

.

.

.

.

___-_-____

.

.

.

.

.

.

.

.

------BAJAK LAUT------

"Orang tuaku selama ini menyembunyikan ini dari diriku?" ,ucap anak muda tersebut dengan tatapannya yang berubah menjadi kelam.

"Ya, Trivistane maafkan aku, selama ini aku terjebak diLaut Gelap terlalu lama" ,ucap Qharlan tersebut berdiri didepannya.

Armour dan jubahnya sudah koyak-koyak karena laut serta semua petualangan yang ia habiskan bertahun-tahun.

*Kenapa aku kembali kesini? Harusnya aku tak melakukan ini...aku tahu konsokuensinya...perang lagi...ratusan orang tak bersalah mati lagi..dan seorang ibu dan bayinya akan ditebas lagi oleh tanganku..* ,pikir Qharlan mencoba menyembunyikan tangannya yang bergetar.

Qharlan malah menggunakan tangan itu untuk memegang rahangnya...menyembunyikan wajah ketakutannya…

Saat ini matanya dipenuhi ketakutan dan aura gelap muncul disekelilingnya, *Itu lebih baik daripada kembali kepada iblis itu...itu lebih ba-

"Jadi selama ini, ibuku menyembunyikan fakta kalau ayahku adalah keluarga kerajaan Dalmatia?" ,ucap Trivistane berdiri dari kursinya.

Mereka saat ini berdiri disebuah istana ditepi pantai...disebuah kota yang sudah dijarah oleh prajurit Trivistane..

Lantainya sendiri terbuat dari keramik batu dan dinding pasir disekitar mereka dengan ratusan hiasan yang mewah.

Armour besi Trivistane meringing selama ia bergoyang.

"Dalmatia saat ini sedang dalam masalah pewarisan tahta aku dengar, mereka saat ini dipimpin putri kecil yang polos" ,ucap Trivistane dengan menggertakkan giginya.

*Kumohon jangan Trivistane...ibumu tidak mau kau pergi berperang ketanah asing diutara itu...diseberang laut itu..akan kubilang pada 'Sitombak merah' kalau rencana dia gagal..* ,pikir Qharlan menahan rasa takut keluar dari wajahnya.

Sebaliknya Qharlan hanya terdiam.

"Kumpulkan semua 8.000 pasukan kita" ,ucap Trivistane sambil jubah hitamnya berkibas oleh angin yang memasuki ruangan ini.

Komandannya berjalan maju dan mendekat kepada Trivistane, "tapi tuanku kita akan melanggar kontrak bayaran 30.000 koin kita kepada Kerajaan Sharmunah"

"Balikkan 30.000 koin itu kembali kepada Raja Pemalas itu" ,ucap Trivistane sambil mengambil pedangnya dari pelayan yang menentengnya.

"Tuanku, kalau begitu kehormatan kita sebagai kelompok prajurit bayaran akan rusak" ,ucap komandan itu.

"Apa berharganya kehormatan dihadapan 1 kerajaan? Katakan padaku" ,ucap Trivistane, "apa gunanya kehormatan dihadapan jutaan rakyat kebingungan yang perlu pemimpin saat ini katakan padaku"

Komandan itu hanya bisa terdiam.

"Kumpulkan semua komandan dan kapten diaula walikota didekat monumen pahlawan dari dunia lain itu" ,ucap Trivistane sambil melangkahkan kakinya berjalan keluar, "Qharlan ikuti aku"

Qharlan mengikutinya dengan pasrah.

Ketika mereka berjalan lewat tangga dan keluar dari istana mewah itu.

Terlihat ratusan prajurit sedang membawa peti harta,koin kemana-mana, beberapa menyeret beberapa budak maupun wanita dan pria, ratusan rantai meringing terdengar dan terlihat.

Sebuah rumah terlihat terbakar dari jauh dengan sorakan pasukan bersenang-senang melihatnya.

Dan kepala dipajang diatas tombak diberbagai sudut kota.

Helm dan armour musuh dikumpulkan prajurit untuk dibagikan sebagai harta jarahan.

Trivistane berjalan diantara semua itu.

Dan terlihat seorang anak kecil cacat menari dihadapan mayat wanita yang hancur kepalanya dengan darah dan otaknya keluar dibawah monumen patung pahlawan dari dunia lain.

Tring! Tring! Tring!

"Ibuku sudah kedunia lain! Ibuku sudah kedunia lain! Hahahhahahaha" ,ucapnya dengan kepalanya yang bengkok kesamping sambil menari dengan bell ditangannya.

Kemudian ia tertawa lebih keras sambil salah seorang prajurit menyeretnya.

Kemudian anak kecil itu melihat Trivistane dan menunjuknya.

Trivistane hanya mengerutkan dahinya dan berlanjut berjalan.

"AKU LIHAT RAJA! AKU LIHAT RAJA! AKU LIHAT PAHLAWAN! AKU LIHAT RAJA MENGGANTUNG PAHLAWAN! HAHAHAHHAHA" ,suara teriakan dan tawanya makin keras ketika menunjuk kepada Trivistane.

"Sudah! Sudah! Langsung kasih dia 'kekasihan besi'!" ,ucap prajurit yang menyeretnya.

"PAHLAWAN ITU WANITA! PAHLAWAN ITU TERLIHAT TERLIHAT TERSENYUM! SEDANGKAN RAJANYA CEMBERUT-

Salah satu prajurit itu kemudian mengeluarkan pisau dari sarungnya dan dengan cepat menusuk anak tersebut dengan pisau dilehernya.

Darah keluar dari leher anak cacat itu sedangkan senyuman terbentuk diwajahnya.

*Ini perang Qharlan...ini perang...inilah perang..* ,pikir Qharlan sambil memandang semuanya, *inilah yang akan kau bawa ke Dalmatia...keseluruh Strantos...inilah yang akan kau bawa keseluruh dunia...inilah yang si 'Tombak Merah' inginkan..*

.

.

.

.

.

.

.

___-_-______

.

.

.

.

.

.

.

.

-----DINDING------

"Dimana aku?" ,bertanya pria itu dengan berbaring dikasur telanjang dada.

Ruangan disekelilingnya bertembok batu, sedangkan lantainya kayu.

Ada laci panjang ditepi ruangan dengan lilin ditaruh diatasnya menerangi ruangan ini.

*Dia bangun...dia tenggelam dikolam dan masih hidup..harusnya dia memuntahkan air jika bangun dari tenggelam dikolam itu..ada sesuatu...ada sesuatu yang menarik..* ,pikir Jean sambil tersenyum.

"Hm, kau sudah bangun" ,ucap Jean sambil duduk dikursinya dengan buku tebal dipahanya.

Dirinya terlihat tak bangun dan hanya menatap Jean.

Tatapannya menakutkan sebentar.

Kelam iya, mengerikan mungkin, dan berbahaya? Jean tidak ketahui.

"Kapan? Tanggal berapa ini?" ,bertanya dirinya sekali lagi dengan suara yang terdengar seperti orang sakit.

"452...bulan ke-lima..dan hari ke-dua puluh lima.." ,ucap Jean sambil menutup bukunya, "Republik Victa, Provinsi Kalurahan, didekat Desa Jalamurun...apa itu menjawab semua jawabanmu nak?"

Pria itu hanya mengerutkan dahinya sambil melihat Jean.

"B-bulan apa? Republi-

"Aku sudah jawab 2 pertanyaanmu nak, aku akan bertanya 1" ,ucap Jean sambil berdiri perlahan dari kursinya.

Ketika Jean berdiri, anak itu sadar kalau Jean setara dengannya.

Tatapan mereka sama-sama mengerikan,menakutkan,dan terlebih sama kelamnya.

Mereka telah melihat dan merasakan yang tak banyak orang rasakan dan lihat.

"Namamu?" ,bertanya Jean.

Hanno hanya terdiam sebentar.

"Namaku Hanno...panggil Hanno..18 tahun" ,ucap Hanno dengan cepat.

"Aku Jean dari Keluarga Berrau, 40 tahun" ,ucap Jean sambil menawarkan Hanno tangan.

Hanno mengambil tangannya.

*18 tahun...muda..* ,pikir Jean.

"Hanno ya.." ,ucap Jean sambil merasakan tangan Hanno.

*Nama yang tak pernah kudengar..* ,pikir Jean.

"Darimana asalmu?" ,bertanya Jean.

Tangannya bercampur lembut dan keras...tak berlemak..

Tangannya kurus.

Hanno dengan cepat melepaskan tangannya dari Jean.

Kulitnya putih dan lumayan pucat...tentunya dia bukan petani, jika tidak maka setidaknya dia memiliki belang-belang bakar matahari diwajahnya.

Hanno kembali terdiam, wajahnya bagaikan tak memiliki nada senang maupun senyuman.

"Aku lupa...aku lupa semuanya..hanya nama.." ,ucap Hanno sambil kembali tenggelam dilembutnya bantal.

"Hehehe" ,cekikikan Jean, "kau makin menarik kalau begitu"

Jean kemudian mengambil lilinnya diatas laci panjang kecilnya…

*BBBAMMMM!!!*

Suara petir yang besar terdengar mengamuk diluar rumah ini.

Hujan sudah berhenti….tapi petir masih belum..

"Apa yang membuatmu terus hidup menurutmu Hanno? Jujur padaku" ,ucap Jean dengan senyuman terbentuk dibalik rambut pirangnya.

Untuk sebentar Hanno bagaikan tak membalasnya.

"Rasa takut kepada kematian" ,ucap Hanno dengan cepat dan tatapan dinginnya.

*Tatapan itu memang tak pernah berubah jika dipasang diwajah manusia* ,pikir Jean.

Jean hanya tersenyum hingga dirinya tak sadar kalau cairan lilin panas jatuh ketangannya.

"Jika kau bisa bangun, kau bisa ikut kedesa, ada sesuatu urusan yang akan kulakukan" ,balas Jean dengan senyuman sambil membuka pintu perlahan dan keluar.

Saat Jean melangkah…

Gelombang mengelilingi kepalanya..

Aura gelap muncul dimana-mana..

Sekelilingnya kembali bagaikan tenggelam disuatu kekuatan..bedanya bagaikan ada monster dengan ratusan tangan muncul dibelakangnya..

*Perasaan ini kembali...perasaan yang kurasakan saat ketegangan diruangan senat itu...ada sesuatu…* ,pikir Jean sambil tersenyum.

Ia ingin tertawa.

Dan akhirnya ia sadar kalau ia menyukai perasaan ini.

avataravatar