webnovel

Langit yang Menaungi

"Mas Fajar, tolong Senja." Suara lemah dengan tubuh yang menggigil kedinginan. Senja masih mempertahankan baju yang melekat, sedangkan selimut masih menutupi tubuhnya.

"Mas Langit, jangan. Ini Senja, Mas Langit." Masih dengan tangisan lirih Senja mengeratkan tangannya pada kulit tubuhnya sedangkan Langit dengan wajah sedih terus membuka kancing baju Senja.

Langit masuk dalam selimut yang sama lirih air mata Senja mengisi ribuan bintang yang menghiasi langit setelah hujan.

"Sakit Mas Langit." Senja maaih menangis mempertahankan kesucian juga harga diri, saat Langit justru menjatuhkan air matanya saat di atas Senja.

Senja menyerah pada takdir dan menggantungkan harap pada Langit yang menghancurkan sekaligus menyelamatkan.

______________________________________________

Senja masih mengekori Fajar dari lantai bawah sampai masuk dalam kamar kakaknya itu. Gelembungan pipi masih terus Senja hadirkan untuk memerangi keputusan Fajar yang tidak mau mengajaknya buka puasa di luar padahal rumah saat ini kosong. Ayah dan ibu sedang keluar kota.

"Mas. Fajar." Senja kembali bersedekap lantas duduk di atas ranjang Fajar masih memasang muka masam. "Masa tega sih ninggalin adiknya di rumah sendirian, buka puasa pula."

Fajar yang sedang melihat tampilan bajunya di cermin sudah garuk-garuk kepala mendengar semua ocehan adik satu-satunya ini. "Mas bukan gak mau ngajak, bawel. Tapi ini yang datang dewasa semua pada bawa pacarnya juga. Mas cuma sebentar, jam lapan pulang. Tuh… mana ada cowok yang ngajak kencan ceweknya pulang jam lapan cuma karena takut adenya sendirian di rumah."

"Ya udah bawa adenya lah!"

"Ataw Senja juga bawa gebetan?" tanyanya langsung dilihat tajam oleh Fajar. "Tuh! punya pacar ga boleh."

"Kamu masih kecil. Mas punya pacar pas udah kuliah."

"Kata ibu banyak cewek yang sering mampir ke toko, dulu. Katanya cuma buat nanya Fajar udah berangkat apa belum?" Bibir Senja dibuat buat saat bicara Fajar udah berangkat belum.

"Tapi kan bukan berarti pacaran." Fajar keluar dari kamar setelah memastikan semua yang ia kenakan sudah pas untuk buka puasa di luar bersama Langit dan yang lainnya.

"Mas." Panggil Senja kali ini dengan wajah yang sudah hampir menangis. "Senja ikut…"

Fajar membuang napasnya, jika sudah melihat adiknya begituan mana bisa Fajar tetap pergi meninggalkan, yang ada buka puasanya akan terlihat seperti orang kesetanan dan langsung memutuskan pulang.

"Lima belas menit."

"Yes. Oke." Senja langsung berlari menuju kamarnya, secepat kilat mengganti baju lalu menyambar tas gendong kecilnya yang hanya berisi hape dan uang recehan. Sebelum lima belas menit Senja sudah turun lalu mengunci rumah sedangkan Fajar sudah ada di dalam mobil. Setelah dari rumah Fajar menjemput Anaya pacarnya.

"Tunggu sini aja, Mas cuma sebentar pamit sama orang tuanya Anaya."

"Siap bos. Senja jadi anak kucing yang nurut."

"Mm…" Fajar turun dari mobilnya. Mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam rumah Anaya.

Tidak berapa lama keduanya keluar, menuju mobil Fajar. Fajar membuka pintu mobil untuk Anaya masuk.

"Assalamualaikum, Kan Anaya." Sapa Senja dari belakang. Ia duduk di kursi penumpang sedangkan Anaya duduk di samping Fajar.

"Eh, kamu ikut." Anaya menerima salam dari Senja lantas keduanya sedikit berpelukan.

"Iya Kak. Ayah, ibu pergi jadi kakak yang paling baik sedunia ini gak tega ninggalin adiknya sendirian."

Anaya tertawa kecil melihat ekspresi Fajar. "Gak papa sih kamu ikut, buat meramaikan suasana di tengah cowok-cowok cool," sindir Anaya pada Fajar dan Langit kedua pria dewasa itu satu frekuensi lebih banyak diam. Jika bertemu dengan wanita pendiam, sudahlah jangkrik yang mengambil alih suasana.

"Aku bukannya dingin hanya menjaga kalian agar tetap jadi wanita yang baik."

"Uuhh… sweet banget." Sahut Senja dari belakang.

"Tutup kupingnya, Dee. Makanya Mas gak mau bawa kamu karena banyak obrolan yang belum waktunya kamu tahu."

Anaya yang mendengar tersipu. Fajar memang berbeda dari kebanyakan pria yang dekat dengannya, terutama kesopanan Fajar yang tidak bisa membuat Anaya berpaling.

Membelah jalanan kota Jakarta yang macet, mobil putih itu mencari jalan tikus untuk menghindar menuju pusat perbelanjaan di tengah kota. Sampai di tempat ketiganya disambut Langit dan Praya. Senja menyalami semuanya juga menebar senyumnya pada teman-teman Fajar yang lain.

Selesai kelimanya melepaskan dahaga saatnya memanjakan para wanita itu dengan jalan-jalan sebentar. Fajar dan Langit hanya berjalan di belakang menjaga ketiga wanita itu dan memberikan apa yang mereka inginkan. Mulai dari es krim, foto, dan sekarang minta nonton. Jika tadi Senja di rumah pastilah tidak ada acara nonton dengan Anaya, buka tidak ingin berduaan dengan Anaya tapi Fajar masih memprioritaskan Senja sampai ia benar-benar dewasa dan Fajar menikah.

Kelimanya masuk dalam bioskop. Praya duduk paling ujung lantas Langit dan Senja di sampingnya, barulah Anaya dan Fajar. Di tengah-tengah pemutaran film Senja ingin buang air kecil, ia pamit pada Fajar.

Langit juga pamit pada Praya "Ya, aku ke toilet dulu." Pamit Langit lantas berdiri dari duduknya, melipir agar tidak mengganggu yang lain.

Setelah keluar dari pintu, Langit masih sempat mengikuti langkah Senja dari belakang sampai gadis itu tenggelam dalam tikungan tembok. Langit juga masuk dalam toilet, setelah selesai dari kebutuhannya Langit keluar dan mendapati Senja sedang bicara dengan seseorang yang sepertinya anak seusianya.

Awalnya Langit tidak ingin peduli paling hanya menjaga dari kejauhan tapi saat suara anak laki-laki itu terdengar.

"Lo, ga bisa gue ajak keluar. Kalo pun boleh harus ditemani ibu apa kakak Lo, gimana gue mau nyaman jalan sama Lo. Pegangan tangan aja susah apa lagi rangkulan."

"Tapi bukan alasan kamu bawa cewek lain dong, Nan. Kamu lagi sama aku walaupun cara pacaran kita ga kaya pasangan lain."

"Nandar. Ayo!" Cewek lain di belakang anak lelaki itu manggil yang ternyata satu sekolah dengan Senja hanya berbeda kelas dan katanya keduanya hanya teman.

"Sorry, kebetulan kita ketemu. Gue rasa hubungan kita juga gak kaya orang pacaran jadi mulai sekarang kita udahan."

Anak laki-laki itu pergi merangkul anak perempuan itu, meninggalkan nanar pada Senja dan Langit masih menaunginya dalam diam.

Sesaat kemudian Langit menepuk bahu Senja yang masih tertunduk lesu. "Ngapain, ko belum masuk?"

"Mas Langit. Nggak papa Mas." Senja berjalan bersama Langit kembali masuk dengan Senja yang jalan lebih dulu dan Langit di belakangnya.

Senja masih terlihat sedih sesaat setelah duduk lantas tanpa sengaja, gantungan kunci jangkar Senja terjatuh dan refleks Langit yang meraihnya dekat sepatu balet Senja. Kemudian memberikan pada gadis itu.

"Makasih, Mas."

"Padahal langit cerah, tapi di sini ada yang mendung."

Senja tersenyum kecil, lantas Langit mengusap kepalanya halus. "Laki-laki yang nanti jadi pasangan kamu adalah laki-laki yang beruntung," ujarnya menghibur Senja yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Terlebih Langit juga memiliki dua adik kembar perempuan jadi ia sangat merasa menjaga Senja.

Next chapter