26 #25 KEMBALI KE RUMAH

Hari ini adalah dimana aku sangat senang karena jahitanku akhirnya dibuka. Sebenarnya luka ini sangat sakit, rasanya seperti luka yang di tusuk kembali menggunakan jarum yang besar, kemudian di jahit tanpa menggunakan obat bius.

Aku menunggu Rendi datang ke rumah sakit, untuk melihat jahitan ku akan dibuka siang nanti. Darsa juga belum kembali. Dia mengatakan hanya keluar sebentar menikmati angin pagi tapi mengapa aku harus mencari dia ada dimana dan sedang apa, sebenarnya ada apa dengan diriku sekarang. Rasanya ingin sekali menunjukan sifat dinginku padanya tapi lagi dan lagi dia selalu menganggap itu adalah sebuah lelucon baginya.

Ketika aku selesai sarapan, akhirnya Darsa datang tetapi bersamaan dengan Rendi. Ternyata mereka tadi berpapasan saat ingin ke ruangan. Mereka seperti meyembunyikan sesuatu dariku apakah mereka habis mengobrol di bawah tadi?

Jika benar, baguslah mereka akhirnya mengobrol karena sejak awal kenal saat itu, mereka belum ada mengobrol. Rendi tetap begitu tenang seperti biasanya, walaupun kemarin aku habis menolak cintanya.

Bagaimana bisa seseorang yang aku kenal sejak lama begitu santai apalagi cintanya habis di tolak kemarin. Aku yakin dia kemarin sedang tidak baik-baik saja, kalau aku bertanya apakah dia baik-baik saja kemarin dia pasti tidak akan jujur, dan hanya mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Kalian habis berpapasan di bawah?" tanyaku

"Iya kebetulan ketemu dibawah tadi. Jadi kami mengobrol sebentar," jawab Rendi.

Ibuku mengajak mereka untuk sarapan terlebih dahulu, Ketika selesai sarapan, ayahku bertanya kapan darsa akan kembali ke korea.

"Insya allah dalam waktu dekat ini om," jawab Darsa.

"Kabarin tanggal berapa ya nak biar kita semua bisa mengadakan acara di Villa sebelum nak Darsa pulang," ucap ayahku.

"Baik om," ujar Darsa.

Aku tidak mengetahui sebelumnya kalau Darsa akan pulang dalam waktu dekat ini, tapi aku justru senang karena dia kembali kesana dan melakukan pekerjaannya seperti biasa. Namun, hati ini kenapa menjadi sedih bukannya senang karena Darsa akan kembali ke negaranya.

Siang hari sudah tiba, tepat di mana jahitanku hari ini dibuka oleh dokter. Selesai dibuka Dokter memberikan obat untuk luka ditanganku, dan aku masih di rawat inap sampai keadaanku lebih membaik. Aku kembali ke kamar dengan jahitan yang sudah dibuka. Walaupun sudah dibuka, luka ini masih ada karena belum sembuh total.

Pemandangan di luar yang selalu aku lihat hanya dari jendela. Aku tidak bisa keluar sementara karena jahitanku baru saja dibuka, sehingga Dokter memutuskan untuk aku tetap berada di kamar, dan tidak boleh kemana-mana.

Sungguh begitu membosankan aku berada dikasur seharian seperti ini. Orang tuaku dan Kakakku pergi ke rumah sebentar untuk membawa pakaian kotor. Hingga hanya ada aku, Darsa, Rendi, David, dan Aqilla. Tetapi hanya aku dan Darsa didalam ruangan karena yang lainnya sedang pergi keluar sebentar untuk membeli cemilan, kemudian Sekretaris Kim menjaga diluar.

Darsa selalu di sebelahku, duduk di kursi sambil bermain Handphonenya. Dia yang melihatku sedang bingung, sehingga aku begitu gugup berada di dekatnya, tapi itu mungkin karena baru kenal dengannya apalagi dia adalah anak teman Ayahku. Aku begitu risih dia terus memperhatikan aku, seolah-olah dia sedang mengawasiku. Aku mengatakan padanya kalau aku tidak akan kabur kemana-kemana seperti waktu itu.

"Lain kali jika ingin pergi kemana-mana jangan sendirian," ucap Darsa.

"Aku juga tidak tahu kalau orang itu sampai mengikutiku hingga ke supermarket," ujarku.

Dia lagi-lagi terima kasih padaku, karena aku sudah menolong dia untuk kedua kalinya. Tapi aku mengatakannya kembali kalau tidak perlu terima kasih, karena aku hanya reflek saja, dan itu bukanlah apa-apa.

Wajahnya yang begitu halus, mata yang kecil dan suara yang lembut keluar dari bibirnya yang berbentuk seperti thin, begitu jelas aku melihat dirinya berada didepan mataku.

Bagaimana bisa orang seperti dia, bisa di sakiti juga oleh wanita. Biasanya laki-laki yang suka menyakiti hati wanita, seperti diriku.

Contohnya hingga saat ini aku masih takut untuk jatuh cinta kembali, karena Adrian telah menyakitiku. Dan Rendi sudah menyatakan perasaannya padaku.

Tetapi dengan baik aku menolaknya, karena aku memang tidak memiliki perasaan apapun padanya. Aku menyukai Rendi hanya sebagai sahabat, sekaligus seperti saudaraku sendiri. Aku tidak pernah menyangka bahwa Rendi memiliki perasaan padaku sudah sejak lama, aku berharap dia tidak berada dalam kesedihan hari ini.

Hingga akhirnya dokter memperbolehkan aku untuk pulang. Jelas dokter mengijinkan aku pulang, karena aku terus mengoceh selama di rumah sakit. Keluarga yang mendengarnya, begitu senang dengan kabar dari Dokter. Aku kembali lagi ke rumah kesayanganku, bibi Ijah dan pak Abraham langsung menyambutku dengan hangat.

Saat aku ingin masuk kedalam rumah mereka begitu sedih melihat keadaanku masih ada luka bekas jahitan di tangan, dan aku masih menggunakan alat penyangga bahu. Aku berjalan ke ruang tamu untuk duduk sebentar sebelum pergi ke kamar.

Rasanya begitu nyaman bisa kembali ke rumah, ditambah lagi semuanya juga sudah kembali normal. Aku berterima kasih lagi kepada mereka semua, terutama pada sahabatku. Rendi hanya membalasnya dengan tersenyum padaku, dia mengangkat tangan kanan nya, kemudian kepalaku di elus olehnya. Hingga Aqilla dan David kembali mengatakan hal konyol.

"Aduh udah deh jangan menyebarkan uwu uwu disini. Hahaha," ucap David sambil tertawa.

"Iya nih kalian buat kita iri. Hahaha," ucap Aqilla ikut tertawa.

"Kami cuma sahabatan saja apanya yang uwu. Hahaha," ucap Rendi yang ikut tertawa.

"Ha Ha Ha, uwu ndasmu tuh," ujarku.

Malam hari, aku pergi ke dapur untuk mengambil minum. Aku melihat seoarang pria yang sedang duduk di ruang tamu, sambil memainkan Handphonenya. Ternyata itu adalah Darsa. Dia seperti layaknya bos yang sangat sibuk. Bermain Handphone, kemudian menelpon, lalu pergi ke kamar setelah selesai telpon. Tapi untuk apa aku perdulikan semua itu. Lagi pula itu bukanlah urusanku.

Aku membuka lemari yang berisikan alat-alat makan dan juga gelas. Terpaksa aku harus menggunakan tangan kiri karena tangan kananku itulah yang diberi alat penyangga bahu. Ketika aku mau mengambil gelas, tanganku sebelah kiri tiba-tiba licin. Aku takut jika gelas itu pecah, maka habislah nyawaku karena itu adalah gelas kesayanganku. Begitu sayangnya aku pada gelas karena itu susah untuk di cari. Gelas itu adalah hadiah dari Aqilla yang dia belikan waktu Aqilla berlibur ke Sydney.

Saat aku mengambil gelas yang ingin jatuh ke lantai, ternyata Darsa dengan cepat mengambil gelas itu. Kejadian seperti ini, mengingatkan aku saat dia juga pernah menolongku kalau ada barang jatuh. Aku terkejut sejak kapan dia sampai di dapur? Apa dia tadi sudah melihatku makanya dengan cepat dia mendatangiku? Karena gelas yang hampir jatuh ke lantai. Kenapa ketika kejadian seperti ini saja, dia yang selalu datang tiba-tiba. Datang sok menjadi pahlawan.

Jantungku kembali berdegup begitu kencang.

Dekat dengan darsa hanya membuat jantungku menjadi tidak normal. Padahal awal bertemu dengannya, aku biasa saja. Tetapi kenapa makin hari aku semakin gugup didekatnya? Oh tidak ada apa kali ini dengan otakku. Rasanya aku ingin membenturkan kepalaku ini, agar kembali sadar.

Darsa terus menyentuh gelas itu seperti benda kesayangannya. Aku mengerutkan dahiku seraya meliriknya dengan penuh heran. Dasar pria aneh.

"Lain kali hati-hati. Kamu tidak apa-apa kan, gelas?" tanya Darsa

avataravatar
Next chapter