1 Prolog

Mendapat urutan terakhir kedua membuat mood ku anjlok. Syukurnya tadi HRDnya ganteng juga ramah, semangat 45 aku tuh jadinya. Muka lusuh kembali segar, mata yang tadinya ngantuk aja mendadak berasa abis makan seblak. Boro-boro ngantuk yang ada gak kedip-kedip. Astagfirullah, padahal kan gak boleh tatap-tatapan sama lawan jenis. Ini kok aku gajen banget dah!

Mas Juna nama HRD PT. Cendikia publishing, dia keren sih melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada pelamar kerja gak bikin tegang tapi sekali menjawab kami harus hati-hati dalam pemilihan kalimat.

Mas Juna senyumnya manis banget, kalau ngomong adem, gak kebayang kalau adzan. Ini nih nilai plus juga kerja di perusahaan ini, karyawan di sini muda-muda, masih fresh-fresh tapi dengan kemampuan otak yang gak usah di ragukan. Bisa cuci mata kalau suntuk sama kerjaan.

Aku menuruni anak tangga satu persatu, tidak menggunakan lif karena lif di sini hanya satu dan sekarang jam pulang kantor pastinya ramai juga berdesak-desakan. Ini tuh itung-itung olah raga aja, buang lemak yang selama dua bulan terlalu dimanja.

Oh ya, saat aku tanya ke Mas Juna tentang penampilan, kata dia menggunakan pakaian syar'i gak menjadi sebuah permasalahan di kantor ini CEO mereka membebaskan dalam hal berpakaian asalkan karyawan nyaman dan jangan lupa sopan. Aku semakin berharap bisa bergabung di perusahaan ini, bismillah saja lah kalau memang yang terbaik gak akan kemana.

Di lantai satu suasana jam pulang kantornya makin berasa. Aku tersenyum tipis melihat wajah-wajah lusuh, capek dan lega. Pernah ada di posisi mereka jadi aku cukup memahami perasaan mereka. 15 menit sebelum jam kantor berakhir aja rasanya udah gak sabar, apalagi kalau seharian pekerjaanya gak selesai-selesai udah deh makin rindu kasur.

"Sayang!" Panggil seseorang yang terdengar jelas di telingaku. Enak ya punya seseorang yang sayang kita, di panggilnya aja 'sayang' apalah daya diriku yang jomlo ditinggal nikah ini.

"Sayang tunggu!"

Aku berhenti berjalan, kenapa kesannya dia manggil aku ya? Aku menoleh dan mulutku terbuka sedikit, jantungku berdetak lebih cepat. Ini bukan karena aku mendadak jatuh cinta, tapi aku terkena serangan panik. Lelaki yang tadi di toilet itu tengah berjalan ke arahku dengan senyum diwajahnya, dia gak mempedulikan Orang-orang yang memperhatikan dirinya karena suaranya barusan. Lempeng aja sambil menatapku seakan mengatakan. 'Jangan ke mana-mana!'

"Sayang kan?" Dia berada tepat di hadapanku sekarang, aku baru benar-benar memperhatikan wajahnya. Aku liat gak ada keturunan bule, dia seperti lelaki indonesia kebanyakan. Tapi, mata bulat, dan alis tebalnya itu yang membuat dia makin tampan. Aduh, kalau beneran kerja di kantor ini aku harus benar-benar melatih jaga pandangan nih.

"Kamu sayang kan?" Tanyanya sekali lagi. Aku masih diam, gak jelas juga pertanyaanya. Mana beberapa karyawan memperhatikan kami dengan tatapan kepo. Biasalah orang dengan muka good looking akan selalu menjadi pusat perhatian.

"Maksudnya?" Tanyaku balik.

Dia menghela napas pelan. "Ayok Sayang ikut aku?!" Dan demi apa aku seperti orang bodoh yang gak tau harus melakukan apa. Apalagi beberapa karyawan berdehem secara sengaja. Ada juga yang menggoda lelaki ini yang namanya kalo gak salah tadi 'kindra, kandra atau kakanda' gak tau gak pengen tau juga.

Dia berjalan lebih dulu, aku masih diam saja. Tapi kemudian dia berjalan menghampiriku lagi. Anehnya wajahnya gak terlihat kesal, biasa aja gitu. Mungkin tipe-tipe cowok yang ada di novel dingin-dingin cuek.

"Saya mau nyeret kamu tapi saya menghargai kamu. Jadi Sayang, mau saya gandeng atau jalan sendiri?"

Ya Allah, mau bilang calon imam tapi sadar diri dia GAY, sukanya yang punya jakun. Tapi, nyesek aja ya laki-laki tampan yang normal makin punah.

___________

Bismillah.

boleh mampir ke wattpad ku @rinaoktaviana19

avataravatar
Next chapter