2 Ch.2 Takdir dan Sumpah

Shen An mencari-cari tabib yang mengurusi persalinan istrinya sebelumnya, namun tidak menemukannya dimanapun.

Kemudian Shen An menanyakan ke para penjaga gerbang, barulah ia mengetahui bahwa sang tabib sudah pergi tanpa membawa imbalannya.

Shen An hanya bisa tersenyum tipis, dan tentu mengetahui perasaan tabib yang begitu merasa bersalah walaupun sudah ia sangkal berkali-kali bahwa itu bukanlah salahnya.

Shen An hanya bisa menatap langit malam yang tidak memiliki bintang sedikitpun dengan wajah getir.

"Shin'er, begitu sayangnya kah dirimu pada anakmu sampai memilih meninggalkan diri ku dan Yun'er daripada menggugurkannya?"

"Apakah ini benar-benar maumu, membuat Yun'er kita menderita dan terpukul atas kepergianmu?"

Shen An mengepalkan tangannya keras, "Baiklah, kalau itu memang yang kau inginkan maka aku akan bersumpah. Tidak akan mengkhianati keinginanmu, serta akan memastikan Yun'er dan Wei'er bahagia meskipun tanpamu, tidak akan kubiarkan keduanya bersedih selama diriku masih hidup."

Jari-jari Shen An menusuk telapak tangannya saking kuatnya Shen An mengepalkan tangan.

Setelah beberapa saat meluapkan semua dukanya, Shen An mulai memikirkan maksud dari Tabib tersebut yang mengatakan Li Wei akan menyakiti orang-orang yang menyayanginya.

Shen An adalah seorang pria yang cukup percaya dengan ilmu nujum, karena sudah berkali-kali dia menyaksikan sendiri kebenaran dari apa yang di sampaikan oleh seseorang yang menguasai ilmu nujum.

Namun kali ini, Shen An mau tidak mau menjadi ragu tentang apa yang dikatakan Tabib kepadanya serta Zhi Shin saat Li Wei baru lahir.

Zhi Shin menamai putrinya itu sebagai Li Wei bukan tanpa alasan.

Zhi Shin ingin, meskipun putrinya ditakdirkan akan menyakiti orang-orang disekitarnya, putrinya harus bisa tetap teguh, dan bangga pada dirinya sendiri, dalam artian tidak menganggap diri sendiri sebagai benalu, tapi sebagai mawar yang dapat melindungi diri sendiri dari pengganggu.

Sedangkan Shen An berharap Li Wei bisa menggantikan sosok ibunya untuk Kakaknya, Yun, karena Shen An tau rasa sayang Shen Yun kepada ibunya begitu besar.

Shen An khawatir Shen Yun akan membenci Li Wei setelah mengetahui penyebab kepergian ibunya.

Shen An menggelengkan kepala ringan, karena saat ini yang terpenting adalah memastikan semuanya berjalan lancar dan Shen Yun tidak mengetahui semua yang terjadi.

----

Di sebuah ruangan yang gelap, seorang anak kecil berusia 3 tahun sedang tertidur di ranjangnya dengan nyenyak.

Anak kecil itu tidak lain adalah Shen Yun, wajah polos Shen Yun memperlihatkan dengan jelas bahwa masih bersihnya anak itu dari dosa-dosa.

Nafas Shen Yun sangat teratur dan lembut, sangat alami bagi seorang yang sedang tertidur.

Dalam diam, Shen An berada di samping Shen Yun, Shen An sengaja masuk ke kamar anaknya secara diam-diam untuk memastikan anaknya sudah tidur.

Melihat Shen Yun yang tersenyum sambil tertidur membuat Shen An semakin tidak enak hati.

Dirinya tentu ingin menjaga senyuman anaknya itu sampai esok dan seterusnya, namun sepertinya tidak mungkin untuk melakukan itu.

Setelah mengusap pelan kepala Shen Yun, Shen An segera pergi meninggalkan kamar Shen Yun tanpa suara dan tidak lupa mengunci pintu kamarnya untuk jaga-jaga.

Suasana di kamar Shen Yun kembali menjadi sepi, namun tidak bertahan lama.

Kelopak mata Shen Yun terbuka lebar, Shen Yun tidak bergerak sama sekali setelah matanya terbuka.

Dia melirik ke kanan dan kiri untuk memastikan situasinya seperti yang ia kira.

Shen Yun mengetahui bahwa ayahnya itu adalah seorang Pendekar yang bukan hanya ahli dalam berpedang, namun juga ahli membuat jebakan, berbagai jebakan sudah pernah Shen Yun pelajari dari ayahnya.

Dan kini bermodal cahaya rembulan, Shen Yun mulai mencari dan berharap tidak ada jebakan yang tidak ia duga di pasang di dalam kamarnya.

Shen Yun tentu mengetahui maksud dari jebakan yang dipasang bukanlah untuk menyakitinya, namun untuk memberitahukan kepada Ayahnya jika dirinya ternyata sudah bangun.

Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Shen Yun menemukan satu benang tipis transparan dibelakang ranjangnya, tepat pada bagian bantal.

Shen Yun bisa memperkirakan bahwa jika saja kepalanya terangkat dari bantal, sesuatu pasti akan terjadi.

Shen Yun kembali meraba-raba untuk melepas benang tanpa mengaktifkan jebakannya.

Beberapa saat kemudian barulah Shen Yun bisa melepas pengait benang dan menahannya menggunakan bantal agar tidak aktif.

Shen Yun segera mengangkat kepalanya, dia bernafas lega, tidak ada jebakan yang aktif.

Dengan hati-hati, Shen Yun turun dari ranjangnya dan berjalan menuju pintu kamar.

Shen Yun segera mengeluarkan sesuatu dari celananya.

"Maaf Ayah, Yun terpaksa mencuri kunci cadangan Ayah saat itu." Ucap Shen Yun dengan menunduk menyesal.

Yang dimaksud 'saat itu' dari Shen Yun adalah saat dirinya dipeluk oleh Ayahnya. Di dalam kamar salin ibunya.

Shen Yun merasakan ada sesuatu yang tidak beres, jadi dia berpikir cepat untuk mengatur rencana ini.

Shen Yun mencari pijakan untuk dirinya lalu menaiki pijakan itu untuk membuka pintu ruang kamarnya.

Dengan hati-hati Shen Yun membuka pintu perlahan sambil mengintip.

Setelah merasa tidak ada orang, akhirnya Shen Yun membuka pintu lebih lebar, lalu menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan situasi.

"Untunglah tidak ada orang disini." Shen Yun segera berjalan sambil mengendap-endap menuju tangga.

Sesampainya di tangga, Shen Yun bisa mendengar suara beberapa orang yang sepertinya sedang melakukan sesuatu di lantai dasar.

"Hei, apa yang sedang kau lakukan?"

Tubuh Shen Yun seketika menegang ketika mendengar suara seseorang di belakangnya, ia menoleh kebelakang sebelum dengan cepat bersembunyi di sudut gelap pada tangga.

"Tuan Shen menyuruhku mengambilkan barang-barangnya, namun sepertinya ini tidak lengkap." Jawab seorang wanita dengan pakaian pelayan pada rekannya yang sebelumnya bertanya.

"Memangnya apa saja barang-barang yang Tuan Shen minta?" Tanya lagi rekan pelayan tersebut.

"Semua ini, aku sudah menemukan semuanya kecuali ini." Jawab pelayan lainnya sambil menunjukkan secarik kertas yang berisi tulisan.

"Oh yang ini... Aku melihatnya di lantai dasar, ayo ikuti aku." Ajak rekan pelayan sambil menuju arah tangga.

Kedua pelayan berjalan cukup cepat, terlihat agak terburu-buru namun juga tidak ingin banyak menimbulkan suara.

"Apa yang sedang mereka lakukan?" Gumam Shen Yun saat kedua pelayan sudah berada di lantai dasar tanpa menyadari keberadaan dirinya.

Shen Yun segera memeriksa situasi di lantai dua ataupun lantai atasnya karena mengetahui bukan hanya dirinya yang tinggal di lantai dua.

Para pelayan kediamannya menginap di lantai tiga, sedangkan di lantai dua terdapat kamar pribadi ayah dan ibunya.

Selama kurang lebih 15 menit Shen Yun mengamati beberapa pelayan yang sibuk memindahkan barang atau apapun itu di lantai satu.

Sampai pada akhirnya, situasi menjadi sepi karena sepertinya semua barang sudah dibawa.

"Ini kesempatanku." Shen Yun bergerak perlahan-lahan, dan menuju ke ruangan persalinan ibunya.

Shen Yun membuka pintu dengan hati-hati, menemukan ruangan tersebut begitu gelap.

"Ahh... Ini akan menjadi sulit." Ucap Shen Yun lalu berjalan sambil meraba-raba sekitarnya.

Dahi Shen Yun segera mengkerut karena merasakan penataan barang di ruangan ini berbeda jauh daripada sebelumnya.

Tidak ada ranjang ibunya ataupun untuk adiknya di ruangan ini setelah beberapa kali memutari dengan hanya meraba-raba.

'Apakah Ibu dan Adik dipindahkan? Tapi kemana?' Pikir Shen Yun mulai menebak-nebak tempat selain ruangan ini yang mungkin saja digunakan untuk perawatan adik dan ibunya.

'Ruangan yang sejuk, tapi juga tidak terlalu dingin, kental dengan aroma obat-obat herbal, dan pastinya tidak jauh dari sini.' Batin Shen Yun, lalu dia segera menetapkan satu-satunya tempat yang cocok.

"Kediaman Bibi." Gumam Shen Yun lalu segera berjalan keluar ruangan dan keluar dari kediamannya dari pintu belakang untuk menuju ke kediaman Bibinya.

Shen Yun berjalan pelan-pelan karena tidak ingin seseorang melihat atau menyadari keberadaannya.

Namun begitu berada ditengah jalan menuju kediaman Bibinya yang hanya berjarak 100 meter dari kediaman keluarganya, Shen Yun melihat ada keramaian di tengah lapangan, berjarak 50 meter dari kediamannya.

"Kenapa ada keramaian di tengah malam?" Shen Yun segera merasakan firasat buruk setelah melihat keramaian itu.

avataravatar
Next chapter