1 PERPISAHAN DI MALAM PENGANTIN

"Jangan berlari terlalu jauh dariku, Chaeyoung!"

Chae terus mengulangi kalimatnya. Entah yang ke berapa kali. Mengingat ia tak ingin gadisnya terbunuh dengan puluhan anak panah yang masih terus membututi mereka.

Chae tahu, gadisnya terluka. Teramat letih dan ketakutan. Mengingat mereka tengah menghadapi bulan purnama. Bulan adalah musuh. Di mana rupa mereka berdampak pada kekuatan mereka yang meredup.

Dan di sinilah mereka. Berwujud rubah berekor sembilan (gumiho dalam kepercayaan Korea) yang ditakuti sebagian penduduk desa.

Chaeyoung maupun Chae masih terus mencoba menghindar. Mereka sebisa mungkin menjauh dari mata panah Kikyou ( dukun ) yang masih mengejar secara gesit. Kekuatan bulan dan pecahan bola arwah adalah momok bagi semua siluman. Termasuk dua siluman rubah yang tersisa di tanah Syla ini.

Chae mulai tak sabar. Ia benci harus berlari seperti ini tanpa menghadapinya sedikitpun. Paling tidak, dia ingin dianggap berguna daripada sekadar melarikan diri ketakutan.

Tetapi situasi memaksanya tak bisa berubah ke wujud manusia. Kelemahan kaumnya benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Termasuk para Kikyou ini.

Chaeyoung tersandung akar besar yang menghambat lajunya. Chae hampir saja meninggalkannya jauh jika saja ia tak menoleh ke belakang. Mata rubinya melebar kala sepasang anak panah siap terarah pada sang kekasih.

Dan benar saja.

Dua anak panah mengenai tepat kaki Chaeyoung dan punggungnya.

Chae berang. Matanya memerah nyalang. Secara brutal menyerang salah satu Kikyou untuk setidaknya merobek sedikit wajah ataupun lengannya.

Tapi usahanya sia-sia. Justru ia tercampak dengan mudahnya hingga beberapa tulang rusuknya patah. Chaeyoung tersedu. Ia tak menyangka malam pernikahannya akan seperti ini. Hatinya ngilu saat kekasihnya itu terjerembab tak berdaya.

Lewat sisa kesadarannya, Chaeyoung bangkit dan menyerang pemimpin Kikyou saat dia lengah. Mencakar wajah itu hingga merobek cadarnya.

Kikyou wanita itu marah. Ia lantas menarik Chaeyoung lalu merapalkan mantera. Mencekik Chaeyoung hingga tersudut ke salah satu pohon.

Chaeyoung berhasil berubah menjadi manusia meski pada akhirnya ia tetap tak bisa melakukan apapun. Kekuatannya seolah tersegel oleh bola arwah yang telah melukai punggungnya tadi.

"Enyah!"

Ucapan itu yang terakhir kali Chaeyoung dengar sebelum anak panah siap menghujamnya. Cahaya putih menyilaukan keduanya hingga akhirnya tak ada yang mengetahui pasti apa yang telah terjadi.

Chaeyoung lenyap. Menyisakan pakaian pengantin yang berbulan-bulan Chaeyoung sulam dengan tangannya sendiri.

Chae yang menyaksikan itupun terduduk lesu. Penyesalan menyelimutinya. Rasa dendam pun tertanam di palung hatinya. Hingga yang tersisa adalah sebuah kemarahan yang membuncah.

Chae meronta dalam ikatan yang sempat mengukungnya. Pemimpin Kikyou tak memberi kesempatan Chae untuk berubah wujud. Pasalnya bulan tertutup oleh awan. Maka yang harus ia lakukan sekarang adalah — membunuh rubah yang tersisa.

"AKU TIDAK AKAN MEMAAFKANMU!"

Chae nyaris saja merasakan hal yang sama seperti Chaeyoung jika sedikit saja ia terlambat untuk menyibak jubah yang di dalamnya tersembunyi pedang perak tujuh mata angin miliknya. Chae mengarahkan pedang tersebut untuk melepaskan diri. Namun dengan gesit Kikyou berpenutup mulut itu menjauh dan melakukan serangan yang sama. Dengan dua buah katana yang berhasil memotong beberapa helai rambut putih Chae yang terjuntai.

Chae melompat kemudian menghunuskan pedangnya kembali. Dengan dua buah katana, Kikyou tersebut menahan pedang perak Chae lalu menarik Chae terjerembab ke tanah. Dengan cepat, Kikyou tersebut menancapkan salah satu katananya tepat ke punggung tangan Chae —

Chae meringis dengan teriakan yang amat memilukan. Namun luka yang sebenarnya bukanlah ketika tangannya terluka seperti ini, tetapi luka di hati yang disebabkan karena tak mampu melindungi yang terkasih tepat di hadapannya.

Selagi menahan sakit, Chae masih berpikir jernih dengan mematahkan katana tersebut dengan pedang peraknya. Ia kemudian meloncat lalu melepaskan diri dengan memberikan jarak hingga keduanya kini saling berhadapan. Keadaan berbalik. Chae berhasil menindih Kikyou yang menyerangnya kemudian mengarahkan pedang tersebut tepat ke leher dukun tersebut.

"Kekasihmu itu tidak mati," bisiknya yang nyaris menerima sabetan pedang yang siap memutus lehernya kapan saja.

Chae terperenyak begitu mengetahui bahwa Kikyou tersebut adalah seorang wanita. Chae lengah hingga serangan Kikyou lain yang ada di belakangnya berhasil menancapkan panah pecahan bola arwah tepat mendekati jantungnya.

Chae tersungkur sembari mendengar ucapan lirih Kikyou yang berhasil ia tanam wajahnya itu ke dalam ingatannya. Dalam sumpah ia menyebut, bahwa jika ia kembali bereinkarnasi, wanita itu akan ada dalam dendamnya. Musuhnya. Hingga dunia berakhir.

"Pergilah dengan tenang," senyumnya sebelum Chae merasakan penglihatannya mulai meredup.

.

.

.

Desember 2009

Salju menyelimuti tubuh seorang gadis siluman yang teronggok tak berdaya di sebuah lapangan luas.

Napasnya mulai naik turun. Akhirnya ia terbangun setelah beberapa waktu lalu terlihat pulas tertidur di sana. Gadis berambut putih itu lalu meringkuk menahan dingin yang menerpa tubuhnya yang ternyata tak tersemat sehelai benang pun pada dirinya.

Gigi yang mulai bergemelatuk membuatnya semakin mengeratkan pelukan pada tubuhnya sendiri. Seperkian detik ia baru menyadari bahwa ada sepasang mata yang mengamatinya dengan tatapan terkejut.

Tentu saja. Siapapun akan terbelalak melihat seorang gadis tanpa busana meringkuk setelah ia keluar dari tumpukan salju. Ajaibnya ia masih hidup walau parasnya yang terlalu putih itu lebih mirip seperti mayat.

Setelah saling mengamati, Chaeyoung akhirnya menyadari bahwa yang berdiri di hadapannya adalah seorang pria.

Pria dengan pakaian tebal yang tengah berlindung di bawah payung merah.

Pria itu mengamatinya tajam sebelum akhirnya mengulurkan tangan memberi bantuan. Chaeyoung terdiam hingga matanya mulai mengantuk. Lalu beberapa saat kemudian tubuhnya kembali tergeletak lemah di hamparan salju.

.

.

.

Desember 2019

Salju seperti penghubung diantara mereka.

Dengan tubuh penuh luka, Chae memaksakan diri bangkit setelah merasakan dinginnya udara yang menusuk tulang dan sukmanya.

Masih berusaha mengamati sekitarnya, Chae meyakinkan diri bahwa dirinya masih hidup. Hanya saja dalam keadaan yang sulit ia terima dengan akal sehat.

Chae berdiri menatap sebuah menara dengan cahaya yang berkelap kelip. Seperti bintang . Hanya saja yang membedakan, bintang-bintang itu berada tepat di hadapannya. Bukan di langit seperti yang biasa ia amati bersama dengan Chaeyoung.

Menggumamkan nama gadis itu, Chae lantas membuyarkan semua keterpakuanya terhadap cahaya lampu. Ia harus tetap fokus agar sesegera mungkin mencari Chaeyoung.

Chae yakin para Kikyou itu tak membunuh Chaeyoung seperti yang ia alami sekarang.

Hanya saja...

Suara benda jatuh tak jauh dari tempat Chae berdiri. Teriakan seorang gadis menginterupsi Chae yang masih berdiri di depan menara air.

Belum sempat Chae melangkah maju untuk menenangkan si gadis, Chae telah lebih dulu mendapatkan lemparan benda seperti tungku air.

Gadis itu semakin kesal saat lemparannya meleset kemudian melanjutkan teriakan heboh yang menyebutnya —

"MESUUUM!"

Chae mengulang kalimat yang sulit ia artikan itu sembari berteleportasi mendekati gadis berambut pendek tersebut.

Sang gadis terbelalak dengan posisi yang sangat tak menguntungkan. Tangan dingin Chae berhasil menyumpal mulutnya agar ia hanya fokus pada apa yang Chae tanyakan padanya.

"Mesum? Apa itu mesum?"

.

.

.

Bersambung

avataravatar
Next chapter