4 Bersamamu (3)

Reno Januarta

Jaket kulit berwarna hitam. Baju berkerah berwarna hitam, dan juga jeans slim berwarna denim, beserta sepatu kulit berwarna coklat gelap, berbentuk kets ku pakai hari ini. Setelah siap, aku meninggalkan rumah kontrakan, dan tak lupa mengunci pintunya terlebih dahulu.

Aku sudah memanaskan mesin motorku tadi, dan saat ini sudah siap untuk bersama-sama melaksanakan aktivitasku hari ini. Hari yang menjengkelkan bagiku.

Aku melajukan motor Kawasaki Ninja berwarna hitam. Aku menyebutnya 'Si Black' kesayanganku ini. Hari ini adalah hari senin. Hari yang mengharuskanku untuk ke kantor Pak Edward.

SI Black melaju dengan kecepatan sedang, dan kadang juga kencang. Tergantung kondisi dan situasi. Beberapa pengguna jalan, juga melakukan hal yang sama denganku. Saling mengejar waktu, melewati beberapa pengguna jalan lainnya yang tampak sangat lelet mengendarai kendaraannya. Saat dari arah depan, ku lihat dua buah mobil saling kebut-kebutkan. Aku melajukan motorku melewati beberapa motor. Aku berniat mengambil posisi tengah untuk melewati kedua mobil tersebut.

Saat hampir mendekati pantat mobil, aku menurunkan persenelan motor dua kali, lalu menekan kopleng. Aku melepaskan kopleng perlahan-lahan, kemudian menggebyer gas motorku setinggi-tingginya.

BRUUUUUUMMMMM!!! Motorku melaju dengan kecepatan tinggi melewati dua mobil tersebut. "HUUUUUUUAAAAA!" aku sempat berteriak. Betapa nikmatnya melakukan hal ini di pagi hari. Andrenalinku tiba-tiba naik, dan aku sesekali melirik ke kiri maupun kanan. Beberapa pengguna motor ku lihat memandang ke arahku. Aku gak peduli, kalian mau marah atau tidak. Yang jelas aku senang banget.

Aku makin kebut laju motorku. Yah! Meski berat rasanya ke kantor Pak Edward, namun mau gimana lagi. Itu adalah kewajibanku sebagai salah satu freelance di perusahaannya.

Oh iya, sedikit ku ceritakan tentangku lagi yah. Aku saat ini bekerja di kantor Pak Edward. Sebagai apa? Yah! Marketing biasa, tapi tidak terikat dengan sebuah kontrak. Aku sendiri hanyalah lulusan SMU, dan syukur-syukur Pak Edward masih mau memberikanku beberapa pekerjaan di lapangan.

Saat motor berhenti di lampu merah, aku hanya diam sambil menurunkan kaki kananku. Menapak di aspal, untuk menopang motor beserta tubuhku sendiri.

Aku teringat kejadian sabtu dan minggu kemarin. Jujur, aku sampai saat ini masih belum bisa mengerti dengan Yunita.

Kenapa coba, dia harus menanyakan pertanyaan yang sama?

Apakah semua wanita mengiginkan sebuah hubungan yang pasti? Lagian, apa kurangnya denganku? Aku sudah memberikan waktu dan perhatianku hanya untuk Yunita. Apa ia tidak bisa menebak apa arti semua itu?

Apakah sebuah hubungan, harus di dasari saling berucap? Aku mencintaimu, kamu mencintaiku? Arhhhh! Apakah jaman sudah edan? Kenapa harus seperti itu.

Tapi, aku juga tak bisa untuk tidak bertemu dengan Yunita.

Aku mengingat kejadian dua hari yang lalu. Dimana aku dan Yunita menghabiskan waktu bersama di kontrakanku. Dimana sebelumnya juga aku meminta izin ke Pak Edward untuk tidak memberikan pekerjaan di dua hari tersebut. Yang jelas, aku ingin berduaan dengan Yunita tanpa ada gangguan dari pihak manapun, meski itu adalah pekerjaan dengan income yang tinggi dari Pak Edward, aku gak perduli.

Di hari pertama ku habiskan ber-seks ria bersamanya, hanya sesekali keluar dari rumah untuk bertemu dengan abang Gojek yang mengantarkan makan dan minuman buat kami berdua yang di pesan melalui applikasi berwarna hijau.

Benar-benar Yunita sangat liar jika melakukan denganku. Aku saja, kadang heran dengan dia. Tapi, aku menikmati semua yang diberikan oleh Yunita. Perhatian dan kasih sayangnya begitu lekat dalam ingatanku.

Tapi aku tetap tak bisa untuk mengucapkan kata cinta untuknya. Selalu aku menjelaskan ke Yunita, jika lebih baik kita berhubungan seperti ini. Toh juga, aku gak ada perempuan lain selain dirinya.

Yunita mengetahui semua tentangku. Terus, apa coba yang ia permasalahkan?

Setelah melewati hari yang panjang, maka memasuki hari kedua yang dimana setelah melakukan hubungan seks dengannya lagi. Wajah Yunita mulai berbeda. Perasaannya menjadi sedih, dan entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan.

Tapi aku masih belum bisa untuk mengatakan apa yang ia inginkan. Keinginannya untuk memastikan hubungan kami mau dibawa kemana. Karena aku tetap tak menjawabnya, maka ia memilih untuk meninggalkan ku sendiri di kontrakan. Perih sih! Tapi, ya sudahlah... Toh juga, Yunita bakal balik lagi.

Suara klakson di belakang, akhirnya membuyarkan lamunanku beberapa saat. Aku pun menjalankan si Black berlalu melewati perempatan jalan. Kemudian aku melakukan hal yang sama sebelumnya, mengebut motor sambil berlalu melewati mobil maupun motor. Menyalip ke kiri, kemudian ke kanan. Begitu seterusnya.

Masih fokus mengendarai motor kawasaki Ninja Black-ku, entah mengapa tiba-tiba sosok Yunita kembali berada di pikiranku.

Kejadian setengah jam sebelum Yunita berpamitan kepadaku. Yunita, kenapa sih kamu menanyakan hal itu lagi?

"Aku perempuan Ren! Butuh kepastian... Aku butuh jawaban, apakah kamu mencintaiku... atau tidak!"

"Lepasin... biarkan aku sendiri dulu,"

"Sampai jumpa Ren!"

Mengingat kembali kalimat-kalimat yang di ucapkan Yunita, membuat nafasku terasa sedikit sesak. Jika kalian menanyakan, apakah aku akan cuek dengan yang terjadi? Kalian salah besar. Karena sejujurnya aku selalu merindukan dia. Tapi aku masih belum paham, bagaimana cara agar dia yakin jika aku tetap masih ada untuknya.

Aku memang bukanlah pria yang sempurna. Bukan pria yang mudah mengatakan cinta kepada pasangannya. Tapi yakinlah Yunita, aku itu tak akan bisa jauh darimu.

Dalam diamku, yang masih fokus mengendarai motorku. Tak jauh, lampu lalu lintas kembali terlihat. Ku akui, selama meninggalkan rumah tadi. Ingatanku di selumiti akan sosok Yunita. Masih fokus ke depan, aku sempat kepikiran dimana jalanan yang aku lalui, ternyata kebanyakan lampu lalu lintas. Maka dari itu, sebelum lampu hijau berganti menjadi warna merah, aku makin mempercepat laju kendaraanku.

"Gebleeeekkkk!" Aku mengumpat, saat tiba-tiba sebuah mobil yang berada di samping, masuk ke tengah jalan dan berhenti tepat dihadapanku. Secara refleks aku menekan rem tangan dan juga rem kaki. Sambil menekan kopling, dan melepaskan kopling dengan cara menyentak, membuat ban motorku sedikit keselip.

Dan entah mengapa, saat aku berhenti motorku sedikit oleng.

"Eh...Eh!" Brak!!! "Ahhhhh!" Aku mengerang, saat mendapati stir motorku telah menghantam mobil yang baru berhenti di sampingku. Dan membuat sebuah goresan di pintu kanan mobil itu. "Sepertinya, pemilik mobil bakal marah! Ah masa bodohlah."

avataravatar
Next chapter