8 KUNING

GORESAN WARNA PELANGI

WARNA KETIGA - KUNING

_______________

Esoknya Anggun makan siang bersama dengan sahabatnya Caroline di kantin kantor. Anggun memesan nasi rendang dengan sambal hijau. Tak lupa gulai daun singkong dan juga kerupuk sebagai pendamping makan.

"Gila!! Pak Arya mau makan di rumah lo?"

"Stt ...! Jangan keras-keras!" Anggun membungkam mulut sahabatnya dengan kerupuk.

"Wah, wah, jangan-jangan Pak Arya ada rasa sama lo, Nggun." Caroline menggigit kerupuk Anggun.

"Nggak mungkin. Kita cuma murni atasan sama bawahan aja."

"Ah, masa, sih? Wajah lo aja langsung merah pas nyeritain Pak Arya," ledek Caroline.

"Ngaco aja, lo." Anggun kembali menjejalkan kerupuk ke mulut Caroline.

"Atau malah jangan-jangan lo yang suka sama Pak Arya?" Alis Caroline naik turun saat menggoda sahabatnya itu.

"Ih, gue gemes sama lo, nih! Berhenti ledekin gue sama Pak Arya. Gue masih cinta sama Mas Bimo." Anggun menepis ucapan Caroline, Anggun merasa hatinya masih dipenuhi dengan bayangan Bimo saat ini. Belum ada yang bisa menggantikan sosok seorang Bimo di dalam hatinya.

"Nggak usah ngeles, Nggun. Yang namanya lelaki dan perempuan. Kalau tiap hari ketemuan pasti bakalan tumbuh rasa, rasa itu namanya cinta." Caroline terkekeh.

"Ngaco!! Kalau lelaki itu boss lo gimana? Ya nggak mungkinlah!"

"Tapi Pak Arya kasih lo perhatian nggak?"

Anggun mengaduk nasinya, memikirkan omongan Caroline. Memang setelah malam itu sikap Arya semakin ramah. Ia juga selalu menanyakan kondisi Anggun dan juga tak pernah marah kepadanya. Anggun kira itu hanya pujian karena dia telah bekerja dengan baik.

"Ah, lupain. Gue sama Pak Arya kayak air sama api. Nggak bakalan nyatu."

"Eh, siapa bilang? Buktinya air sama api* bisa jadi pelangi." Caroline menjawab alasan Anggun.(*matahari adalah api)

"Olin!! Ih ... jangan gitu donk!" renggek Anggun sebal.

"Pikirin, gih. Kalau lo memang nggak suka sama Pak Arya ya kasih batasan. Jangan sampe lo PHP-in dia." Caroline menyendok lagi nasinya. Anggun mengangguk dan ikut melahap makanannya.

— GORESAN WARNA PELANGI —

Setelah banyak kejadian yang terjadi belakangan ini, Anggun menjadi sedikit bingung saat berhadapan dengan Arya. Arya terlalu menunjukan perhatian yang berlebihan kepada Anggun. Anggun sendiri tak ingin salah sangka dengan seluruh perhatian Arya kepadanya. Hubungan mereka hanya sebatas hubungan kerja, dan Anggun harus menggaris bawahinya.

Anggun mencoba menghindari Arya, memberikan jarak pada hubungan mereka agar tidak bertambah jauh dan semakin menuju ke arah yang salah. Tapi malam ini bukannya bisa menghindar dari Arya, Anggun malah harus lembur berdua lantaran dokumen jual beli hasil tanah perkebunan para petani hilang, padahal besok Arya harus terbang ke Kalimantan untuk melakukan pembayaran ke para petani sawit.

Wah, sudah jam 12, semangat, Anggun! Almost done, pikir Anggun sambil sesekali merenggangkan otot-ototnya yang mulai kaku.

Sambil terkantuk-kantuk Anggun kembali menyusun ulang semua data yang diberikan kepala produksi tadi siang. Sesekali menengok ke arah bosnya yang tertidur lelap di sofa kulit berwarna hitam. Anggun berjalan menghampiri tubuh jangkung Arya yang meringkuk nyaman di atas sofa itu. Diam-diam Anggun mengamati wajah bossnya, melihat matanya yang sedikit sipit, rambutnya yang hitam, dan garis wajahnya yang tegas. Anggun tersenyum saat melihat wajah pulas Arya di depannya, ia lalu mengambil jas dan menyelimutkannya ke tubuh Arya.

"Pasti Pak Arya capek banget, seharian inikan jadwalnya padat banget," lirih Anggun lalu kembali dengan pekerjaannya.

Arya terbangun saat jam menunjukan hampir pukul 2 pagi, Anggun terlihat kecapekan sampai tertidur di atas meja.

"Anggun, Nggun, bangun donk." Arya mencoba membangunkan Anggun untuk mengantarnya pulang.

....

Hening tak ada jawaban. Anggun sepertinya terlalu lelah sampai tak memperdulikan lagi panggilan Arya. Akhirnya Arya menyerah dan memilih untuk menggendongnya ke atas sofa empuk. Anggun menggeliat pelan mencari posisi agar merasa lebih nyaman dan bisa beristirahat. Jas yang tadi menyelimuti tubuh Arya,sekarang beralih mengahangatkan tubuh Anggun.

Arya masih mengantuk dan mencoba untuk kembali terlelap pada sisi lain di samping Anggun, namun tiba-tiba sebuah kaki menendangn Arya sampai jatuh ke bawah.

"Aduh … dasar, cewek kok tidurnya kasar banget?" Arya memegang bokongnya yang sakit. Bukannya marah, Arya malah memandang wajah Anggun yang terlihat begitu polos saat tidur. Arya memberanikan diri mengelus pipi Anggun dengan punggung jarinya, perlahan-lahan sampai akhirnya Anggun tersentak kaget dan terjaga.

"Pa-Pak Arya? Eerm ...." Anggun kebingungan dengan kondisinya saat ini, terbangun dengan wajah bossnya yang super ganteng tepat berada di depan wajahnya.

"Maaf, aku ngebangunin kamu ya, Nggun?" Arya langsung memalingkan wajahnya yang mulai memerah karena tersipu.

Mungkin benar apa yang dikatakan Caroline, bisa saja tumbuh rasa di antara dirinya dan juga Arya. Anggun mulai tersipu ketika melihat wajah Arya yang malu-malu saat memandangnya. Namun benarkah ini cinta? Benarkah dia telah berhasil melupakan Bimo? Secepat ini? Anggun mulai mencoba menepis rasa itu keluar jauh dari pikirannya, namun ternyata rasanya terlalu kuat untuk Anggun lawan.

Matanya berbinar saat melihat Arya, bahkan sekarang punggung Arya yang membelakanginya pun terlihat begitu menggoda di matanya. Anggun perlahan mengangkat lengannya menyentuh punggung Arya yang lebar, mengelusnya lembut, ada rasa yang begitu nyaman mengalir deras melewati setiap pembuluh darahnya. Rasa nyaman yang sama yang pernah muncul saat bersama dengan Bimo dulu.

Arya membalikan tubuhnya, matanya melekat erat memandang bola mata Anggun. Arya membagi senyuman. Senyumannya begitu manis sampai bisa saja menjadikan semua gadis di dunia ini berterima kasih pada Tuhan karenanya. Perlahan namun pasti Arya mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Anggun, dan entah mengapa Anggun tidak lagi menghindarinya.

Anggun mempersilahkan bibir Arya mengulum lembut bibirnya. Ciuman lembut Arya membuat seluruh tubuh Anggun berdesir, seperti  terkena setruman listrik dengan daya rendah. Hangat, manis, aneh, basah, dan membuatnya ketagihan, itulah yang Anggun rasakan saat ini.

Napas Arya yang panas perlahan berpindah turun, terasa begitu panas di leher Anggun. Tangan Arya yang besar menggenggam erat tangan Anggun, membuatnya merasa kalah. Tangan kanannya membela rambut Anggun dan turun sampai ke bagian depan dadanya.

"Boleh?" bisikan Arya terdengar begitu panas pada telinga Anggun.

Entahlah Anggun tak mampu menjawab bisikan Arya, tubuhnya mendadak terasa begitu lemas, seakan terbuai dengan luapan rasa yang belum tentu itu adalah cinta. Irama napas Arya semakin terngiang jelas di telinga Anggun, rasanya nyaman dan menggairahkan.

"Pak ...." Anggun mencoba memanggil Arya.

"Panggil saja aku Arya, nggak usah pakai kata 'Pak'. Terlalu aneh didengarnya," ucap Arya perlahan.

"Ar ... Arya." Terlalu aneh juga bagi Anggun memanggil Arya hanya dengan nama saja, tanpa ada embel-embel yang memisahkan mereka dengan "status" kerja.

"Argh ...," lengguhan kasar keluar dari bibir ranum Anggun. Membuat Arya semakin bersemangat, ia semakin menginginkan Anggun malam ini.

"Sepertinya aku telah jatuh cinta padamu, Nggun," bisik Arya pelan.

"Nggak, Pak!" Anggun langsung menepis tangan Arya, mencoba untuk menghentikan cumbuan mereka.

Bukannya senang atau bahagia mendengarnya, Anggun malah terisak. Ia mulai menangis sampai membuat Arya kebingungan. Anggun menangis tersedu-sedu dalam pelukan Arya. Bukan kata cinta yang ingin didengar Anggun, bukan rasa saling memiiki yang ingin dirasakan Anggun. Entahlah, ada sesuatu yang sangat menyakitkan, bahkan mungkin terlalu menyakitkan saat kita mulai menyukai seseorang, saat kita mulai merasa memiikinya. Rasa sakit saat milikinya terenggut paksa oleh takdir Tuhan.

Rasa sakit kehilangan orang yang dicintai membuat Anggun pernah terpuruk, dan Anggun tak ingin semua itu terjadi lagi. Anggun tak ingin cinta kembali bersemi di dalam hatinya. Dirinya takut, takut untuk kembali kehilangan, takut kembali tersadar akan lukanya yang begitu dalam.

"Ma ... maaf, Pak. Saya nggak bisa," jawab Anggun perlahan.

Arya masih diam membisu, seluruh ruangan dipenuhi dengan suara isakan tangis Anggun. Suaranya begitu menggema di rongga hati Arya yang mulai terisi dengan butiran cinta. Hati Arya terasa begitu sakit melihat cintanya menangis pilu.

"Mau aku antar pulang?" tanya Arya lembut. Anggun menganguk tanda mengiyakan tawaran Arya.

— GORESAN WARNA PELANGI —

IG @dee.Meliana

Please like and comment

Vote if you like

avataravatar
Next chapter