7 KUNING

GORESAN WARNA PELANGI

WARNA KETIGA - KUNING

_______________

— KUNING, Bahagia itu penuh dengan rasa ceria, seperti warna kuning pada bunga matahari. Semangatnya ibarat mentari pagi yang bersinar kuning keemasan. —

________________________

Arya menerima surat hasil persidangannya pagi ini. Beberapa bulan yang lalu Arya memang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penabrakan seorang dokter muda bernama Bimo. Beruntung pengacaranya bisa mengajukan banding sehingga Arya hanya menjadi tahanan kota. Arya memang menabrak Bimo, namun saat itu lampu lalu lintas sedang menyala hijau, sedangkan lampu pejalan kaki menyala merah.

Arya saat itu mengebut dengan kencang karena ada meeting yang harus dihadirinya. Laju mobilnya yang kencang membuat Arya kesusahan mengerem sampai akhirnya tanbrakan itu tak terelakkan.

"Dia sendiri yang melompat, Hakim!! Aku tak bersalah!!" Arya terus melontarkan pembelaannya saat persidangan dimulai.

Ingatan di benak Arya membuyar, kepalanya langsung terasa begitu pusing. Arya memijit pelan pelipisnya sebelum menyimpan berkas-berkas penahanan dirinya di laci paling bawah meja kerjanya. Arya memang masih sangat merasa bersalah atas kejadian itu. Bahkan keluarganya sama sekali tak mau menerima uang kompensasi dari pihak Arya. Tapi Arya tak bisa di penjara, namanya tak boleh tercoreng. Tak ada satupun yang boleh tahu kalau dia adalah seorang tersangka, bisa-bisa nilai saham RH Grup akan merosot tajam.

Tok ... Tok ...!

Suara pintu di ketuk

"Permisi, Pak." Anggun menyembulkan kepalanya, meminta izin masuk.

"Masuklah, Nggun! Ada apa?"

"Ini Pak. Sertifikat tanah dan akta jual beli tanah di Kalimantan kemarin sudah jadi. Terus ini BPHTB beserta nilai pajaknya."

"Suru bagian keuangan membayar pajaknya." Arya menerima surat itu.

"Sudah, Pak. Mau Bapak cek dulu?"

"Baiklah, nanti saya cek." Arya menerima semua dokumen itu dan memasukkannya pada laci paling bawah.

"Sudah jam pulang kantor, Pak. Jadi mampir ke rumah?" tanya Anggun lagi.

Arya menaikkan lengan kemejanya untuk melirik ke arah jam tangan. Lalu tersenyum, "jadi donk."

"Baik, saya pulang dulu, Pak. Sampai ketemu di rumah." Anggun menundukkan sedikit kepalanya, berpamitan pada si boss ganteng.

"Eh ... bareng saya saja, Nggun," tawar Arya.

"Bapak naik motor lagi, nggak?" Anggun was-was. Jangan sampai roknya sobek untuk yang ke tiga kalinya.

"Naik mobil, kok." Arya terkikih dengan jawaban Anggun. Sepertinya Anggun sudah kapok naik motor dengan Arya.

"Hmm ... OK, deh." Setelah berpikir sejenak akhirnya Anggun menyanggupi tawaran Arya untuk pulang bersama.

"Ayo." Arya mengenakan jasnya dan berjalan lebih cepat mendahului Anggun. Anggun tersenyum dan mengikuti Arya.

Setibanya di rumah, Anggun langsung mencium punggung tangan Sukma dan mempersilahkan Arya masuk. Arya masuk dan juga menjabat tangan Sukma.

"Masuk sini, Nak. Maaf rumahnya sederhana banget."

"Tapi nyaman." Arya melirik ke arah pekarangan yang penuh dengan bunga dan tanaman hias. Hobi wanita pensiunan guru ini memang berkebun jadi tak heran taman mungil di depan rumahnya begitu terawat.

"Pak, saya mandi dulu, ya, terus bantuin Ibu."

"Iya."

"Duduk, Nak. Ibu masuk ke dapur dulu lanjutin masak, ya," pamit Sukma juga.

"Iya, Bu. Silahkan." Arya menjawabnya dengan luwes.

Arya duduk pada kursi kayu dengan finishing pelitur gelap. Ada ukiran daun dan bunga khas Jepara pada frame kayunya. Arya mengamati sekeliling, melihat setiap sudut rumah Anggun yang mungil namun tertata begitu rapi. Jarak sempit antara kursi dan meja tamu membuat kaki jenjang Arya harus sedikit tertekuk keluar.

"Di minum, Pak." Anggun datang dengan nampan berisi es jeruk.

Anggun yang tak begitu memperhatikan jalan tersandung kaki Arya. Tanpa terelakkan lagi, nampan berisi segelas es jeruk langsung mengguyur tubuh Arya.Cairan manis berwarna kuning itu membuat lengket tubuh Arya.

"Wa ...!!!" teriak Anggun panik.

"Aduh, Pak. Ma-maaf ... saya bersihkan, Pak." Anggun menyahut tisu di atas meja tamu. Membersihkan baju Arya yang basah, tanpa sadar Anggun terlalu turun dan memegang benda paling pribadi milik Arya.

"Aduh, Nggun!" Arya melingsut kaget.

"Maaf, Pak. Nggak sengaja," cengir Anggun, wajahnya merona semerah buah tomat.

Anggun langsung menarik dirinya, membuang muka, begitu juga dengan Arya. Suasananya menjadi hening dan penuh dengan kecanggungan.

"Ya ampun, Anggun! Kok nggak hati-hati, sih?" celaan Sukma mengagetkan mereka berdua.

"Anggun nggak sengaja, Bu."

"Cepet suru Pak Arya ganti baju. Pinjamin baju Kakakmu, pasti cukup."

"Iya, Bu." Anggun bergegas masuk ke dalam kamar kakaknya dan kembali dengan satu setel baju rumahan.

"Pak, silahkan ganti di kamar saya, soalnya keponakan saya lagi tidur di kamar Kakak." Anggun mengantar Arya masuk ke dalam rumahnya, naik ke lantai dua.

"Ada kamar mandi dalam kok, Pak. Bapak bisa membersihkan diri juga. Pasti lengketkan?" Anggun mempersilahkan Arya masuk ke dalam kamarnya.

Arya melangkahkan kakinya perlahan-lahan, masuk ke dalam ruangan dengan dominasi warna yang feminim. Banyak boneka lucu melengkapi ranjang susun. Dipojok juga ada dua buah meja belajar dan dua buah lemari dengan warna hampir senada.

"Dulu sekamar sama Kak Tata, sekarang sendiri, soalnya Kakak sudah menikah." Anggun menjawab rasa penasaran Arya.

"Ow, begitu." Arya manggut tanda mengerti.

"Saya bantuin Ibu dulu, ya, Pak," pamit Anggun.

"Baiklah."

Anggun menutup pintu, meninggalkan Arya yang masih mematung di dalam kamarnya. Arya menghela napas dan mulai melepaskan satu per satu pakaiannya, menampilkan otot-otot abs-nya yang terbentuk sempurna. Dadanya begitu bidang dan punggungnya lebar. Arya memang punya tubuh yang luar bisa indah. Proporsinya pas, tak terlalu besar juga kecil.

Arya membasuh tubuhnya yang terkena air jeruk. Menggosoknya dengan sabun milik Anggun. Arya jadi teringat dengan bau tubuh Anggun yang biasa menemaninya setiap pagi. Arya bergeleng dan tersenyum, pikirannya terus melayang entah ke mana? Apa lagi ditambah dengan pemandangan indah di depannya.

"Ck, dasar Anggun." Arya berdecak geli melihat pembungkus gunung kembar Anggun yang masih tergantung basah pada hanger. Warna putih dengan broklat hitam. Sepertinya Anggun baru saja mencucinya saat pulang tadi.

Arya mengusap tubuh dengan handuk yang diberikan Anggun. Lalu memakan kaos dan juga celana kolor milik kakak laki-lakinya. Arya masih terus melihat pemandangan sekitarnya dan menemukan foto yang terbingkai cantik di samping ranjang Anggun. Foto Anggun bersama dengan seorang laki-laki. Anggun tampak tersenyum dengan bahagia, begitu pula laki-laki itu. Mereka berdekapan sangat mesra, foto itu seperti foto prewedding. Hati Arya berdesir, seperti ada rasa tidak suka yang menghantam hatinya.

Kenapa?

Kenapa ia tak menyukai Anggun bersama dengan laki-laki lain? Apakah ucapan Steven benar? Dia sudah jatuh cinta pada Anggun?

— GORESAN WARNA PELANGI —

IG @dee.Meliana

LOVE LIKE COMMENT VOTE!!

avataravatar
Next chapter