2 Bab 1

Seperti ibu pada umumnya, aku Lea Marsha sibuk dari awal bangun pagi hingga malam hari. Mengurus pekerjaan rumah, bisnis online, dan mengurus anak-anak. Aku keturunan Tiong Hua dan sudah dua belas tahun membina rumah tangga. Pada usiaku yang kedua puluh empat, aku memutuskan untuk menikah dengan seorang pria keturunan Tiong Hua juga bernama Ivan Tan seorang sales marketing di sebuah kantor B yang letaknya di Jakarta Barat.

Ivan sangat rajin bekerja dan selalu pulang jam delapan malam. Memiliki waktu yang singkat untuk berkomunikasi denganku dan anak-anaknya. Kadang weekend pun kami jarang keluar bersama, karena Ivan mencari teman-temannya untuk bersenang-senang. Aku memahami keadaan Ivan. Walaupun kami pernah bertengkar mengenai masalah jarang adanya waktu dan perhatian Ivan ke aku dan anak-anaknya, tapi itu semua membuatku sudah mulai terbiasa. Aku sangat tahu kalau Ivan mudah jenuh dan stress, oleh karena itu aku tidak mau membatasi atau melarang Ivan untuk berkumpul dengan teman-temannya selama Ivan masih dalam tahap wajar.

Ivan pun kadang membawa kami jalan-jalan, walaupun hanya sehari. Itupun terjadi sebulan sekali saja, tapi itu sudah membuat anak-anak senang. Kami memiliki tiga orang anak. Anak pertama berusia sebelas tahun, seorang anak laki-laki bernama Jordan Tan. Anak kedua berusia sembilan tahun, seorang anak perempuan bernama Pricil Tan. Anak ketiga berusia tujuh tahun, seorang anak perempuan bernama Serly Tan.

Ivan memang bukan suami yang sempurna bahkan dia juga sangat jarang membantu pekerjaan rumah atau mengurus anak. Aku hanya mengharapkan diriku agar selalu kuat dan bisa melewati hari demi hari dengan anak-anak. Aku berbisnis online juga untuk menambah tabungan untuk masa depan anak-anak. Ivan bukan tipe suami yang pelit terhadap istri, tapi aku tahu diri dalam memakai uang hasil jerih payah suamiku untuk berjuang hidup bersama. Ivan pun sangat irit saat memakai uang. Dia hanya meminta selembar seratus ribu rupiah saja di dalam dompetnya untuk makan dan isi bensin motornya, sisanya untuk dipegang olehku buat tabungan dan kebutuhan sehari-hari. Inilah yang membuat aku bersyukur mempunyai suami seperti Ivan dan sebaliknya.

Hidup harus dinikmati. Yah kalian tahulah untuk apa berjuang mati-matian mencari uang kalau bukan untuk dinikmati?

"Yang, aku mau liburan ke China ya selama dua minggu," kataku ke Ivan yang sedang sibuk dengan laptopnya.

"Emangnya kamu ada uang?" tanya Ivan.

"Ada dong. Kan aku sudah lama nabung dan lagian ada promo loh sekarang. Jadi boleh yah aku holiday sendiri ke China?" pintaku sambil membaringkan kepalaku di pundak Ivan seraya merayu.

"Anak-anak bagaimana?" tanyanya ragu.

"Untuk sementara aku titip ke mamaku dan kebetulan kan ini bulan Desember. Mereka sudah pada libur sekolah," jawabku sambil meyakinkan Ivan.

"Baiklah kalau begitu. Kamu atur saja." Ivan sudah memberi izin dan itu membuat hatiku senang bukan kepalang.

Aku mulai mempersiapkan segala kebutuhan yang akan di bawa selama liburan ke China. Kebetulan bulan Desember ini adalah musim dingin. Jaket tebal, kaos kaki, obat masuk angin, dan beberapa setelan baju serba panjang tidak dilewatkan dikoperku. Anak-anak pun sudah kuberi nasihat agar bisa menjadi anak baik selama kepergianku. Aku liburan dengan beberapa temanku. Kami sudah merencanakannya sejak dua tahun lalu dan sambil menabung hingga tercukupi dan bisa berangkat pada Desember ini.

Hingga tibalah hari 'H'nya. Sebelum berangkat, aku pamit dengan kedua orangtua dan anak-anak tanpa Ivan karena hari ini bukan weekend melainkan hari biasa dia sibuk bekerja. Ivan juga tidak bisa mengantarku. Aku hanya bisa naik taksi online ke bandara dan di sana akan berkumpul dengan teman-temanku.

"Kalian jangan nakal ya dan harus dengar apa yang ama (nama panggilan untuk nenek) dan akong (nama panggilan untuk kakek) bilang. Mama pergi beberapa hari dan akan bawa pulang oleh-oleh yang banyak untuk kalian," ujarku sambil memeluk anak-anakku satu persatu. Anak-anak hanya bisa tersenyum dan terlihat sedih, karena aku tidak pernah meninggalkan mereka selama ini. "Ma, pa, aku pergi dulu ya. Maaf harus repotin mama dan papa buat bantu jaga anak-anak," ujarku sambil melambai tangan ke kedua orangtuaku.

"Hati-hati ya! Jangan lupa kabari kalau sudah sampai," pinta mamaku.

"Ya ma, pasti akan ku kabari. Aku pergi dulu ya," ucapku sambil masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu dari tadi.

Anak-anak melambai tangan sambil menahan air mata, sungguh membuat haru suasana saat itu. Seakan-akan aku akan sangat lama kembali. Aku juga mengusap air mata yang tiba-tiba berlinang di pipiku.

Selama di perjalanan menuju bandara internasional, aku hanya termenung. Hatiku di antara senang dan sedih. Senang karena bisa liburan dan punya Me Time dan sedih karena tidak pernah meninggalkan anak-anak dalam jangka waktu yang lama, yah... walaupun hanya dua minggu itu sudah terasa berbulan-bulan bagiku. Semoga mereka sehat selalu, harapku dalam hati.

avataravatar
Next chapter