webnovel

Good Night, my Devil Boy

Dia yang selalu tersenyum dan berkata dengan lembutlah yang mengikat hubungan kami. sampai suatu ketika, aku sadar bahwa ia hanyalah serigala berbulu domba.

AyamGoreng · Teen
Not enough ratings
4 Chs

Karena..

tubuhnya berdiri dengan tegak layaknya seorang perwira, lengan baju yang tergulung memperlihatkan setengah lengannya yang memegang tangan Ela dengan urat-urat yang bermunculan. apa ini benar dia? jika benar, ia terlihat sangat berbeda.

Sedangkan wajah Ela saat ini terdiam kaku dan melihat wajah lelaki di depanku ini.. ketakutan? apa Ela yang selalu memenangkan lomba taekwondo dan maju tiap kali ada gelud didepannya bisa memasang wajah seperti itu? tangannya pun bergetar didalam genggaman lelaki ini.

aku harus memastikannya, "A-Atam?" jika lelaki ini benar adalah dia. ia tersentak dan terlihat mengendurkan genggamannya.

"Sial! lepaskan!" tepis Ela dengan suaranya yang bergetar. lelaki itu menoleh, mata kami pun bertemu.

ia tersenyum, "Senaaaa~" ah, suara itu. dia benar adalah Atam, pacarku yg klemat-klemot.

ia langsung memelukku bagai anak kecil yang melihat emaknya pulang dari warung. "Saat aku dengar ada suara mobil polisi, aku takut kamu kenapa-kenapa... ta-tapi syukurlah kamu baik-baik aja.. huu~" yah, sikap manjanya ini memang terkadang membuatku malu sendiri, tapi yah memang dia orangnya begini, jadi semakin lama aku semakin terbiasa.

" dasar orang aneh." ketus Ela, seraya memegang pergelangannya gemetaran, "apa yang kau lakukan disini, Aksa? bukannya kelas B lagi ujian Basing?"

ia melirik Ela kesal, "tentu saja aku menyelesaikannya deluan, apalagi setelah denger suara sirine polisi didekat sekolah." jawabnya yang lalu melihatku setelah menyelesaikan perkataannya, "aku kan jadi khawatir."

"buat apa kamu khawatir, aku kan anggota terkuat di geng." cengir ku seraya menunjukkan otot ku padanya. " ta-tapi tetap saja.." ia melihat ku khawatir, aku menepuk kepalanya, "tenang aja, selagi ada Atam yg ngedukung aku disini, aku akan baik-baik aja." aku tersenyum, entah seaneh apa senyumanku saat ini, aku hanya ga mau buat Atam khawatir.

"hah,.. jika semua pasangan itu seperti kalian, aku ga perlu nikah sekalian." ia mendengus kesal, "Hey!!" sahut Atam dan baru saja ingin berbalik menantang balik Ela, aku langsung menahan tubuhnya.

"Sen.. " ia menggaruk kepala belakangnya, "aku minta maaf.." suaranya semakin lama semakin kecil, tapi saat-saat seperti ini aku bisa mendengarnya dengan jelas.

aku tahu dia memang kasar dan ceplaa-ceplos, tapi dia bukanlah orang yang brengsek.

"Ela ak-" belum sempat aku selesai bicara, Atam menyela. "Halah! lambemu! orang kaya kamu minta maaf?! hah! paling abis ini bak!!-" spontan tanganku menutup mulut Atam yang, aku takut jika mulut gatal yang minta digaruk itu menjadi akhir dari pertemanan ku dengan Ela.

"Iya, El. aku juga minta maaf, ya." jawabku, Ela juga membalasku dengan senyumannya, "makasih Sen." ia baru saja ingin jalan mendekat ke arahku, tetapi langkahnya terhenti saat melihat Atam yang berlagak seperti anjing rabies di depanku saat ini.

Ela berhenti, "kamu balik deluan aja sama, Aksa. Sen. ada yang mau kulakukan." ia berbalik dan berjalan pergi.

"eh tunggu! kamu mau kemana?!" aku berusaha untuk melepaskan pelukan Atam dan ingin mengejar Ela, Tapi tangan panjang nya ini seakan melilit tubuhku. "El?!"

"aku mau ngmng sama abangku, Sen." ia melambaikan tangannya, "aku bakal ngeluarin teman-teman kita dari kantor polisi."

"Eh, tunggu El!" aku masih berusaha untuk terlepas dari belenggu Atam. "aishh.. kamu sama aku aja, Sen.." ia kembali memelukku erat.

"aduh!- aku ga bisa nafas, Tam!" balasku sambil menggeliat keluar dari pelukan nya.

"Terima kasih.. aku.." ia berbisik di telingaku, aku tidak bisa mendengar sisa dari perkataannya, "hah? apa yang kamu bilang barusan?" tanyaku.

"ah, nggak." ia melepas pelukannya dan melihatku dengan penuh senyuman diwajahnya, "ayo kita pulang."

ia membungkukkan tubuhnya yang tinggi kearahku lalu meletakkan salah satu lengannya mengelilingi punggungku, salah satunya lagi melewati belakang lutut ku, dan tanpa aba-aba ia menggendongku layak seorang putri.

"Heee?!! apa yang kau lakukan!!" tentu saja hal seperti ini membuatku syok. "apanya?" ia bertanya balik.

"ke-kenapa aku digendong begini?! aku masih bisa jalan kok!" aku mendorong pundaknya, berharap segera ia segera menurunkanku.

ahhh!! ini benar-benar memalukan! aku sudah mulai terbiasa dengan Atam yang suka tiba-tiba meluk, tapi kalau diperlakukan seperti ini malah membuat tubuhku geli sendiri.

"kau terluka parah, Sen." raut wajah Atam berubah, "ini semua karena aku terlambat datang." aku tahu jika Atam itu lembek jika dibandingkan dengan cowo biasanya, tapi saat ini ia bersikap aneh. kekuatannya seakan kembali dari antah-berantah dan melawan Ela yang selalu ia takuti, dan sekarang ia menggendongku padahal aku yang sering bopong Atam ke UKS, kalau dia pingsan pas upacara hari Senin.

tanpa sadar aku menyentuh wajahnya, membuat raut murungnya terkejut atas kehadiran tanganku. "ini bukan salahmu, Tam. aku yang memutuskan untuk pergi." aku tersenyum. "ini salahku."

pupilnya membesar, matanya terlihat bergetar, ia langsung mendekapku didalam pelukannya. "Haahhh~ yaampun, Senandung Derai Mentari~" ia menempelkan pipinya ke pipiku, "aku bersyukur bisa bertemu denganmu.."

aku tahu sikapnya memang suka berubah-ubah, kadang lemot, manja, dan bahkan seperti seorang pria dewasa.. tapi tetap saja, AKU GA TERBIASA SAMA SIKAPNYA ITU!!!

"ja-jangan memanggil namaku begitu, aku malu tau!! Lepasin!" aku tidak akan tenggelam dalam pelukanmu lagi, aku harus keluar dari dekapannya! mentang-mentang tinggi badanku cuman 159 cm, bukan berarti dia seenaknya begini.

"ihh~ kan itu memang nama panjang mu, apa aku salah?" lah, si kunyuk ini malah mikir namaku salah apa engga, pula. kan aku sudah bilang kalo aku malu diperlakukan begini, sialan!

ia berpikir sambil membawaku didalam gendongannya. ah, Ance lah.. ini memalukan sekali.

percuma aku menggeliat seperti cacing kepanasan, Atam ga bakal melepaskan ku, yang ada malah dia semakin mendekap ku lebih kuat bahkan sampai menempelkan pipiku didadanya yang keras itu.

yang malah membuatku jadi membayangkan tubuhnya yang berotot sempurna seperti majalah celana dalam milik temanku, ahhhh!!! apa yang aku pikirkan!! sadarlah SENAAA!

"eh? ada apa Sena? kenapa wajahmu memerah begitu?" mataku yang sedari tadi berusaha untuk menjauh dari tatapannya, malah seketika bertemu saat ia memanggil namaku, aku pun langsung mengalihkan pandangan ku ketempat lain lagi. "ti-tidak ada!!" Aku mengelak.

"benarkah?" ia mendekatkan wajahnya, "aku tahu jika kau berbohong, telingamu akan memerah." bisiknya.

"Hah?!!" karena terlalu dekat dengan telingaku, nafasnya bahkan mengalirkan rasa geli di sekujur tubuhku. melihat reaksiku, ia tertawa hingga mengeluarkan setitik air mata diujung matanya. tawanya.. seperti virus yang dapat menular, walau aku merasa kesal dengannya, aku pun ikut tertawa.

Sikapnya yang seperti ini, berbeda jauh dengan saat pertama kali aku bertemu dengannya..

Aku ingat, saat itu aku tersesat diperjalanan menuju SMA baruku. sebelumnya aku memang terkenal dengan sebutan, 'Cewe gendruwo' karena sikapku yang kasar dan ga bisa merawat diri dengan baik selayaknya perempuan normal seusiaku. maka dari itu, disekolah baru ku ini aku berusaha untuk berubah menjadi normal.. tapi sepertinya itu hanya harapan belaka, karena aku baru saja memukul kakak kelas yang akan menjadi senior di sekolah baruku nantinya.

walau begitu, aku tidak pernah lupa bagaimana wajah Atam saat melihatku menonjok wajah Kaka kelas yang malakin dia sebelumnya. dibalik rambutnya yang panjang, terlihat pupil matanya mengikuti gerakan dari arah tinjuan ku. saat itu aku kira ia adalah siswi baru yang berasal dari sekolah yang sama denganku, rambut hitam panjang yang menutupi wajahnya membuatku tidak sadar bahwa sedari awal dia memang mengenakan celana.

Bahkan setalah masuk ke SMA pun, ia yang introvert dan jarang bergaul itu membuatnya selalu menjadi sasaran empuk untuk dibully, setiap kali aku bertemu dengannya disekolah, saat itu juga ia babak belur dipukuli oleh orang-orang sok jagoan, yang hanya kena satu tonjokan ku saja langsung mundur.

setelah banyak kejadian, Atam selalu mengekoriku kemanapun aku pergi, bahkan ia mengenal semua anggota keluargaku dalam waktu beberapa bulan aku mengenalnya.

kata-kata yang selalu ia katakan saat bersamaku sejak pem-bullyian anak baru, sampai sekarang selalu sama, seperti "aku bersyukur.." atau "aku berterima kasih.." walau terkadang aku sendiri bingung saat ia yang ebelumnya diam, tiba-tiba berkata 'aku bersyukur' tanpa sebab.

Semakin lama aku mengenalnya, semakin aku bingung siapa dia yang sebenarnya, apa dia adalah Sesosok pria yang membuatku berada dibelakang punggungnya, ataukah seorang siswa introvert yang selalu menggenggam tanganku saat ia menonton film horor?

tidak peduli seberapa sering sikapnya berubah tiba-tiba menjadi seorang pria atau menjadi anak ABG sekalipun, aku akan selalu menggenggam tangannya kembali.

Karena aku tidak ingin dia kesepian sepertiku.. yang melampiaskan kebenciannya dengan pada sesuatu yang buruk, setelah aku lelah menangis di dalam kesendirian.