1 Ia milikku!

Aku ingat kalau om-om pembawa berita cuaca tadi pagi bilang kalau hari ini akan panas terik dengan langit tak berawan, tapi awan gelap dan petir yang menyambar sana-sini itu berkata lain.

"kurasa sebentar lagi akan hujan." ucap perempuan di sebelahku yang mengenakan seragam yang sama denganku, " yah, mungkin akan ada badai sebentar lagi." jawabku.

belum lama setelah aku menjawab, satu rintik menetes di pipiku dan membuat perhatian ini teralihkan pada awan mendung yang dengan cepat menutupi langit. Apa langit pun berusaha untuk menghentikanku? dengan menghilangkan bayangan ku, bukan berarti ia dapat menghentikan langkahku untuk melakukannya hari ini.

"PENGECUT!! beraninya nge-bully lewat sosmed doang! mana nyali Lo!!" Bentak salah seorang disampingku dengan air liur yang keluar setiap kali ia membentak. jika dipikirkan lagi, sudah dari tadi ia membentak dan mengancam anggota geng yang jaraknya beberapa meter diseberang jalan, itu berarti air sebelumnya bukanlah.. rintik hujan, tapi..

Dengan cepat aku mengusap pipiku. walau sudah ku bersihkan dengan tisu basah, tapi tetap saja.. rasanya masih tetap ada. Bayangan tentang rasa jijik itu tetap masih ada di pipiku, bahkan rasanya pun seakan menyebar ke seluruh wajahku.

"HALAH!! banyak bacot mulut Lo! mana tunjukin sini ketua lo! taunya cuman kacung doang yg ngmng, ketuanya sembunyi doang." balas salah satu anggota geng diseberang jalan, "kalian yg pengecut!!" lanjutnya dengan dada yg sengaja di busungkan dan kepala yg di dongakkan, sumpah demi apa dia ngelakuin itu. takut kagak, pen injak iya.

belum juga aku ingin mengacungkan tangan tanganku, salah seorang anggota geng pergi ke depan dengan tangan kosong sambil berteriak layaknya seorang Genji di film crows zero. tentu saja melihatnya lari sendirian tanpa aba-aba begitu membuatku malu sebagai anggota geng. aku yakin dia anak baru, apa habis ini kugunduli saja kepalanya ya?

ah, aku lupa.. perkenalan saja belum, tapi sudah intro geng begini. Namaku Sena, saat ini aku kelas 2 SMA Mawar Selatan. siswi sekolah khusus perempuan, yang baru-baru ini membuka pendaftaran untuk siswa baru laki-laki.

walau sekolah ini dipenuhi oleh siswi ketimbang siswa, perlu diketahui bahwa geng yang berasal dari sekolah ini terkenal paling menakutkan, bahkan sampai mewakili daerah selatan yang terbilang cukup luas ketimbang daerah yang lainnya. jadi wajar jika para siswanya yang lebih cupu dan kalem ketimbang siswi disini yang lebih bar-bar dan nakal.

perumpamaan nakal disini, walau memang ada beberapa yang melakukan hal seperti memakai make up dan memakai baju ketat, tapi kami tidak menggoda lelaki setiap lelaki yang lewat. kami punya harga diri! begitulah para siswi Mawar.

sekolah ini memang terpencil dipinggir kota, tapi akreditasi kami sebanding dengan banyak sekolah di ibukota. Dipenuhi dengan anak brandal, tapi dengan nilai rata-rata siswa tertinggi disetiap daerah, olahraga pun selalu menjadi perwakilan dari daerah selatan. kami tidak lemah di meja maupun di pukulan kami, kami berusaha untuk berkembang dengan seimbang.

aku sangat mencintai sekolahku, karenanya aku bisa kuat baik di sekolah maupun di jalanan, memiliki banyak teman yang selalu siap sedia mengulurkan tangannya jika ada yang membutuhkan, dan karenanya pula.. aku menemukan seseorang yang menerimaku.

BUAK!!

"agkh!!" sebuah pukulan menghantam perutku, dan tentu saja sakitnya sampai membuat kakiku gemetaran. Tapi itu bukan seberapa!

aku mengayunkan tanganku kearah kepalanya, tapi ia menunduk. saat itulah kuangkat lututku dan menghantam wajahnya. ini menyenangkan.

hal terbaik yang membuatku tertarik dengan perkelahian antar geng ini, selain daripada melatih tubuhku untuk menahan rasa sakit, aku juga dapat membuat wajah cantik penuh make up itu, rusak penuh lebam dan mungkin ia akan membutuhkan gigi palsu sepulangnya dari sini.

menyebalkan sekali rasanya melihat orang yang berdandan dahulu sebelum berperang, itu malah membuatku semakin menargetkan mereka yang memiliki make up setebal salju kutub.

"Sen belakangmu!!" suara Ela membuatku spontan menunduk dan mengayunkan kakiku kebelakang menghantam tubuh bagian kanan orang yang baru saja ingin memukulku dengan balok. "Thanks, El!" seringai ku sambil memberikannya jempol, ia menjawabku dengan sekali anggukan dan mengangkat kedua jempolnya.

ini menyenangkan karena bisa membela bersama teman-teman seperjuangan ku, melawan orang-orang yang berusaha memecah belahkan kami. aku tidak akan terima hanya karena sebuah post penuh hoax, akan membuat geng yang diturunkan sejak jaman senior-senior kami ini pecah begitu saja.

memang tubuhku saat ini penuh luka dan lebam, tapi ini akan cepat sembuh dan pulih kembali. tidak jika ini terjadi pada geng kami, mungkin kami akan kembali, tapi tidak pulih seutuhnya. itulah yang kutakutkan, karena aku mencintai mereka, maka aku tidak akan melepaskannya.

kulayangkan sebuah pukulan tepat kewajah musuh ini, tapi ia menahannya dengan genggamannya dan menancapkan kuku-kuu panjangnya masuk kedalam kulitku.

"cih, sial." umpat ku menahan sakit, semakin kutarik tanganku semakin dalam ia memasukan kukunya kedalam kulitku. "mati saja kau, sialan." ia menyeringai kearah ku bersamaan dengan jarinya yang semakin mendorong kuku-kuku itu masuk lebih dalam.

"Hah! kau saja yang mati sana!!" karena tidak tahan dengannya, aku menendang perutnya hingga membuatnya jatuh terlentang beberapa meter didepan ku.

"BERHENTI KALIAN SEMUA!!"

DORR!!

seketika aku hanya dapat mendengar satu suara ditengah kebisingan yang aku lihat, semua gerakan abstrak mereka bergerak begitu lambat, tubuhku seakan melayang di udara.. ada apa ini? apa aku mati? apa tadi aku baru saja ditembak dengan pistol?

jika iya, kenapa aku masih bisa merasakan genggamanku dan semua rasa sakit di tubuhku..? apa rasa sakit kematian itu seperti ini?

"SENA!! SADARLAH!" Ela mengguncangkan tubuhku seraya berteriak didepan wajahku. " El..?"

sepertinya aku harus bersyukur dengan suara cempreng nan lantang miliknya yang selalu saja membuatku kesal tiap kali ia bernyanyi dengan Fals, karena sudah menyadarkan ku bahwa aku masih hidup.

"ayo cepat! itu polisi!!" dengan cepat semua indra ku kembali setelah mendengar nama profesi yang paling kami jauhi, saat perkelahian antar geng seperti ini. Mataku beberapa kali menangkap musuh dan bahkan teman-temanku ditangkap dan dimasukan kedalam mobil patrolinya.

"ikut aku!!" Ela menarik tanganku pergi, kami terus berlari dan melewati setiap keramaian. "Berhenti kalian disitu!!" teriak salah seorang polisi yang tetap gigih mengejar kami bahkan sampai ketempat yang jarang dilalui orang.

"kenapa itu polisi ga capek-capek sih!!" keluh Ela yang masih tetap melangkahkan kakinya yang jenjang, "aku sudah ga tau ini mau pergi kemana, sial!" Lanjutnya, Ku alihkan pandanganku kekakinya.

"Kemari, El!" aku menariknya ke sebuah warung yang tutup dan bersembunyi dibawah tempat barang diluar warung tersebut. "heh? kenapa disini? bisa ketahuan."

"sssttt!" aku memberinya kode untuk diam, ia pun dengan cepat membungkam mulutnya.

suara langkah sepatu polisi itu semakin dekat dan terdengar begitu berat, ia ada dibalik papan kayu pembatas ini. "aduh! kemana lagi bocah-bocah itu perginya."

aku memberi tahu ia bahwa ia berada dibalik papan kayu yang kami sandari saat ini.

bzzztt! "Dengan petugas 305, dari petugas 206" bzzztt

bzztt "dengan petugas 305, ada apa?" bzztt

bzzztt!" apa ada siswi memakai seragam dengan sepatu warna-warni, yang menggandeng temannya dengan rambut pendek sebahu?" bzzztt

beberapa saat HT itu tidak berbunyi, membuat kami yang saat ini saling memegang tangan satu sama lain merasakan detak jantung yang bagai irama dangdut di telapak tangan kami, yang semakin lama dipenuhi dengan keringat.

sepatunya yang menghantam jalan semen berpasir terdengar begitu nyata mendekat kearah kami dengan perlahan, membuat genggaman kami semakin kuat satu sama lain. ia berjalan kemari!

mengetahui hal itu saja membuat jantungku berjoget tak karuan didalam rusukku. aku takut.

kubuka mataku dan kulihat Ela menahan tubuhnya yang gemetaran, jika dibandingkan denganku.. Ela pastinya lebih ketakutan daripada aku, keluarganya adalah orang berpengaruh. Ia menjadi anak yang paling beruntung karena lahir di sebuah mansion yang besar dan mewah di kota ini.

jika sampai identitasnya sebagai ketua geng sekolah kami ketahuan, maka bisa saja ia akan dipindahkan ke ibukota untuk mendapat sekolah yang lebih layak seperti kakak-kakaknya. sama seperti anggota yang lain, aku tidak ingin kehilangan ketua yang heboh, cempreng dan bernyanyi dengan Fals ini begitu saja, itu mengapa kami tidak pernah memberitahu siapa sebenarnya ketua yang tidak pernah menunjukkan wajahnya kedepan lawan secara langsung.

jika kemungkinan yang terburuk akan terjadi, aku akan menunjukkan wajahku kedepan polisi itu dan menahan Ela untuk tetap dibawah sini. aku akan membalas apa yang sudah ia lakukan kepadaku sebelumnya.

langkahnya semakin lama semakin dekat, semakin pula jantungku tak bisa dikendalikan. aku takut.

bzzztt, "dengan petugas 206, siswi yang dimaksud ada didalam mobil." bzzt

bzztt, "dengan petugas 306, baiklah, aku akan kembali." bzztt

"ahh.. akhirnya bisa makan siang juga." langkahnya mulai menjauh, "jaman sekarang kerjaannya jadi sok jagoan, apalagi anak cewek begitu pasti cuman tarik-tarikan rambut, dasar."

kurasakan genggaman Ela semakin kuat pada tanganku, ia tidak takut, lebih kepada.. marah. wajahnya seakan menggambarkan ia tidak terima dan ingin menonjok wajah polisi itu kapan saja. aku mengelus pundaknya pelan, lalu tersenyum, berharap ia akan bersabar sampai polisi itu pergi. ia mengeluarkan nafas berat seraya melepaskan genggamannya.

beberapa saat kami diam dan tak bergerak kemanapun, bahkan tak memulai percakapan satupun. "sepertinya dia sudah pergi." aku mengintip dari balik celah kayu.

"kenapa.." ia bergumam, "kenapa kau menghentikanku?" ucapnya menatapku tajam.

"kau kira kenapa kita lari darinya, hah?" aku berdiri lalu menjulurkan tanganku ke Ela, untuk membantunya. "tapi aku ga terima kalo kita dihina begitu!" ia menepis tanganku. Rasanya memang perih di atas telapak tanganku, tapi lebih perih lagi saat ia memarahiku karena berusaha untuk melindunginya.

"El.. dengar, kita berusaha melindungi satu sama lain," aku memegang pundaknya, " jangan sampai perkataannya membuatmu hilang akal, oke."

"Berisik!! kamu tau sudah berapa teman kita yang tertangkap diluar sana?!" bentaknya setelah menepis tanganku. ah sial.. jika seperti ini terus kami akan ketahuan.

"iya aku tahu.." aku harus berusaha untuk tetap tenang, " itu mengapa aku ga mau menambah teman-temanku lagi didalam mobil polisi itu." lanjutku. melihatnya menatapku tak terima seperti itu membuatku yakin, akan ada lebam tambahan di wajahku.

aku tidak mendengar umpatan yang ia arahkan kepadaku, fokus ku hanya tertuju pada kepalan tangan kanannya yang mengarah tepat ke wajahku. tapi tubuh ini tak bisa menghindar, seakan ia siap untuk dipukuli secara acak oleh Ela. Jika setelah ini ia akan sadar, maka biarlah aku dipukul olehnya.

Beberapa detik sebelum tinjuan itu sampai, aku menutup kedua mataku dan menegangkan setiap otot ditubuh ku. berharap ia tidak memukul ditempat yang sama dengan rasa sakit yang menjadi-jadi diperutku saat ini.

Aku menunggu dengan mata tertutup, aku tidak melihat apapun. tapi telingaku, bisa melihat didalam kebutaanku.

aku mendengarnya, ada sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari atas dan menghentikan Ela. apa itu polisi yang sebelumnya? jadi percakapan didalam HT itu hanya rekayasa semata? jika itu benar polisi sebelumnya, kenapa Ela ga mengelak atau menarik ku seperti sebelumnya? kenapa dia hanya.. diam?

perlahan kubuka mataku dan melihat sesosok yang berdiri di depanku, sedang menahan tangan Ela yang besar, tidak banyak orang yang bisa menahan tinjuannya semudah itu. Siapa orang ini?

tubuh tinggi dan berdiri dengan kokoh, rambut hitam panjang sebahu bergerak tertiup hembusan angin yang saat ini bercampur dengan suara nafas kami yang tak teratur.

tubuh yang tinggi bagai model, baju serba panjang yang sangat norak dan ketinggalan jaman, rambut hitam panjang sebahu.. lalu wangi parfum ini.. wangi yang membuat ku yakin bahwa ini adalah dia.

"Jangan sentuh Sena-ku."

suara yang terdengar berat dan sengaja ditekankan diakhir katanya.. ia adalah pacarku.

avataravatar
Next chapter