6 Chapter 6

Ruangan UKS sepi. Shannon meninggalkan UKS sebelum Nicky sampai. Nicky hanya bisa menghela napas.

Lepas keluar dari gerbang sekolah montor scoopy pink milik Muza menghadang Nicky. Disebelahnya ada Tomo mengenakan serba hitam, jaket, masker dan juga sarung tangan.

Berbeda dengan Muza, mengenakan kemeja kotak-kotak merah tanpa ia kancing sedikit menutup seragamnya.

Seketika perhatian orang-orang tertuju pada Nicky.

Hawanya terasa jelas, seolah-olah laser mata orang-orang mengarah pada Nicky. Hal yang paling Nicky benci, menjadi bahan perhatian orang- orang.

"Nick, Nick, Nicky!" panggil Muza girang layaknya bocah mendapatkan hadiah.

"Hmn," sahut Nicky tenang.

Nicky menghampiri mereka. Waktu di hadapan mereka, mesin kendaraan motor mereka matikan.

"Aku antar pulang yuk," tawar Muza semangat.

Nicky menggelengkan kepala, "Tak usah, nanti ketilang, aku gak bawa helm." Tolaknya.

"Tomo, pinjem helm," pinta Muza enteng.

Tomo dengan polosnya memberikan helmnya pada Muza cuma-cuma. Muza memakaikan helm ke kepala Nicky tanpa mau mendengar alasan Nicky terlebih dahulu. Karena Muza tau bahwa Nicky kalau tidak dipaksa tidak akan ikut dengannya.

Nicky sempat menyembur tawanya, paksaan ini sama halnya dengan ancaman.

"Terus Tomo gimana?"

Muza sibuk mengunci helm yang dipakai Nicky, "Gakpapa, pake aja," jawab Tomo enteng.

"Nanti ketilang gimana?" cemas Nicky.

Tangan Muza menepuk-nepuk helm Nicky, "Tinggal ditilang balik, ye, gak," sahut Muza tanpa rasa takut.

Nicky mengeluarkan tatapan sinis pada Muza.

"Gak pake helm bahaya, mending aku jalan aja kan apartment-ku cuma 4 blok aja," ceramah Nicky.

"Kayak ga tau aja si Tomo itu immortal, mati hidup lagi," celetuk Muza yang berhasil membuat Nicky tertawa.

"Ya kita lewat jalan tikus, lha, kalau jalan raya dah pasti kena tilang." terang Tomo.

Muza melirik Tomo, "Gang yang mana?"

Sekarang mereka berdua mencari jalan dipikiran. Tomo mengarahkan tangan, mendekte Muza arahan jalan tikus.

Nicky salut dengan laki-laki. Mereka dengan mudah menghapal jalan tanpa harus mengandalkan navigasi pada ponsel mereka.

"Kita ke kanan ini, terus masuk mentok," arahan Tomo.

"Jalan apa? "

"Nanti ada tulisan gapura langit. Cat warna putih, masuk aja, lurus sampai ada tong kita belok kanan."

Lantas setelah paham dengan arahan Tomo kini Muza dengan mantap membujuk Nicky lagi.

Muza memberi tatapan memelas. Dari tatapan Muza, tersirat jelas bahwa Muza sungguh-sungguh menginginkan Nicky duduk di belakangnya, menikmati waktu bersama sampai tujuan.

Nicky akhirnya menyerah. Ia duduk di belakang Muza, celana traning Nicky menutupi paha hingga lutut, tak sia-sia Nicky selalu merangkap dalaman celana training.

Nicky tak nyaman seandainya tak mendobel dalaman dengan celana yang panjangnya setara dengan lututnya, supaya ia dapat bergerak sesukanya tanpa cemas terekspos kulit pahanya.

"Gimana Tomo, udah cocokan gua sama Nicky," Muza sangat antusias mendengar jawaban Tomo. Mata Muza berbinar bak mata kucing.

Jempol terbalik Tomo berikan pada Muza. Muza menendang- mendang kaki Tomo, Tomo membalasnya juga.

"Nggak cocok, dia terlalu baik untuk dirimu, wahai pemuda pemuja sabun batangan."

"Rese lu, udah gua bilang gak jaman naik montor ninja. Kek gua dong, sekuter kan jadinya berasa romantis persis orang Itali,"

"Ini montor masih nyicil gan,"

"Rongsokin aje-lah, kkkkkk," ledek renyah Muza.

Setelah itu Muza menjalankan mesin montornya. Tomo melaju memimpi jalan ke depan. Rambut hitam Tomo bergoyang terterpa angin, bila orang lain melihatnya mereka sudah berandai- andai duduk diboncengan montor Tomo.

Nicky sendiri bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa ia bergaul dengan orang yang selalu tersorot, orang-orang yang dikenal karena posisi, paras dan yang terkenal dari organisasi.

Sesungguhnya Nicky berharap dia orang biasa saja. Bergerombol dengan gerombolan betina sehingga keberaadannya tertutup, berparas tak menarik perhatian dan dihiraukan. Kenyataanya Nicky mudah dikenal apalagi parasnya, pucat tanpa make up, akan tetapi orang-orang menyangkal dan percaya bahwa Nicky menggunakan make up.

Dipendidikan selanjutnya Nicky bertekat mendaftar jadwal pelajaran jam malam. Berharap kehidupannya berbeda dengan kehidupan SMA. Dengan jumlah mahasiswa yang minim pada jam malam, kehidupan yang diidam-idamkan Nicky akan terkabulkan. Ia tak sabar lagi menunggu hari itu tiba. Merasakan tidak dikenal mahasiswa seangkatanya dijam pagi.

Pasti orang-orang seperti Muza dan Tomo tidak mungkin ada dijam malam. Kehidupan Nicky akan tenang dan biasa-biasa saja.

Bukannya Nicky membenci orang-orang ini. Yang Nicky benci ialah tak bisa memiliki ruang privasi dan gerakannya akan selalu diamati.

~

Tibalah mereka di daerah apartement Nicky. Nicky meminta Muza menurunkannya di tepi jalan trotoar. Waktu montor Muza berhenti, Nicky turun dari boncengan seraya melepas kunci helm. Langkah kakinya mendekat ke montor Tomo.

Jemari Nicky terbelit. Mendadak Nicky gagap membuka kunci helm milik Tomo. Tomo tidak tahan melihat Nicky kerumitan membuka, sekali sentuhan jemari Tomo berhasil membuka kunci helmnya. ia juga membantu melepas helm dari kepala Nicky.

Saat helm itu terlepas rambut Nicky berantakan. Gelak tawa pun tersembur.

"Kkkkk, gimana, mirip bintang rock yang albumnya gak laku jual kan, kkkkk," hina Nicky pada dirinya sendiri.

"Cocok!" timpal Tomo yang tergelak.

"Maksih, ya, ati-ati di jalan," tegur Nicky sambil merapikan rambutnya.

"Nick," panggil Muza yang berada di belakang montor Tomo, "ayolah, ikut prom, kan aku yang ngajak. Besok aku jemput." Bujuk Muza.

"Ogah,"

Tomo terkejut, "Wajib Nick," kali ini Tomo yang membujuk Nicky.

"Ogah, kkkk," Nicky masih pada pendiriannya. Ia meninggalkan kedua temannya.

"Tetep besok aku jemput, Nick!" seru Muza dari belakang supaya Nicky mendengar suaranya.

Nicky tetap berjalan tanpa menoleh ke belakang.

Nicky memasuki gedung apartement-nya. Ia disambut pekerja di dalam. Nicky menyapa dengan senyuman tipis.

Jemarinya menekan tombol lift di depannya. Ketika terbuka, Nicky masuk.

Lift itu kosong begitu juga pandangan mata Nicky juga kosong.

Bunyi lift terdengar. Pintu pum terbuka, Nicky dapat melihat pintu rumahnya.

Nicky berjalan lalu sampai di depan pintu, ia membuka pintu.

Badan Nicky teras berat.

Ia menghempaskan tubuhnya di sofa lalu berguling perlahan di karpet. Menatap langit-langit.

Nicky menghela napas.

Teman?

Nicky muak. Ia tidak tau teman kelasnga itu sebenarnya orang baik atau bukan.

Ketika seorang tidak ada di situ, mereka, yang dikata teman, membicarakan keluh kesah tak jarang mengeritik.

Nicky tak paham mengapa mereka tidak langsung jujur atau langsung bicara di depan orang yang mereka tidak suka. Semuanya akan menjadi mudah daripada membicarakan seseorang dari belakang.

Jujur saja Nicky tak nyaman dengan orang yang menebar racun dimana-mana.

Yang awalnya utuh menjadi runtuh. Persahabatan dalam kelas tidak pernah awet apalagi tanpa rencana dan tak sengaja di dalam kelas tercipta beberapa kubu.

Kubu.

Mendengar itu sudah pusing.

Nicky membalikkan badan, menghadap TV. Ia mulai menyalakan TV, berusaha mengalihkan pikirannya.

Tiba-tiba ia mendengar suara ponselnya. Sebuah pesan dari Muza. Muza dan Tomo sedang makan berdua.

Nicky terkekeh. Entah apa alasan Muza mengirimkan fotonya bersama Tomo seolah sedang pamer berkencan.

'Mesranya.' ketik Nicky.

'Oh iya, pasti dong, mesra :*' tak lupa emojin cium.

Nicky tertawa lepas. Muza berhasil mengalihkan pikirannya tadi. Urat wajah Nicky tak lagi menengang.

Walaupun Nicky tak terlalu suka dengan Muza tapi kali ini Nicky berterimakasih karena sudah melepas penatnya.

avataravatar
Next chapter