1 Chapter 1

Nicky duduk bersandar di dinding gedung olahraga. Dia baru saja keluar dari permainan bola tangkap. Yuri mengeluarkan Nicky dengan satu lemparan tepat di bahu Nicky. Lemparan Yuri terasa sampai sekarang, walaupun sudah 5 menit yang lalu. Pipi Nicky nampak memerah, bekas hantaman bola.

Kegiatan yang dia lakukan sekarang menyaksikan permainan bola tangkap. Memeluk kakinya yang ditekuk. Terlihat nelangsa, seperti orang butuh kasih sayang. Atau seekor anak kucing kecil duduk manis menatap manusia dengan tatapan super lucunya.

Nyaman menyendiri di sudut tanpa harus bersusah payah berolahraga. Dan pula gedung olahraganya luas, suhu udara di dalam sejuk. Tidak ada yang lebih nyaman selain menganggur.

Nicky sendiri merasa beruntung dapat masuk di sekolah Internasional. Sekolahan swasta dengan tarif biaya cukup mahal, namun sudah jelas dapat di terima diperguruan tinggi mana pun. Fasilitas sekolah yang mewah, gedung olahraga, kolam renang, 4 lapangan olahraga di belakang sekolah dan gedung pentas seni.

Nama sekolah tersebut adalah Jasmine High School. Penghuninya satu pertiganya adalah orang asing. Dari segala Negara, Amerika, Jepang, China, Korea, Kanada dan Arab pun juga ada. Paras wajah mereka bisa dibilang tampan-tampan dan cantik-cantik.

Yang paling popular di sekolahannya bukan lain, orang Arab. Kebanyakan orang Indonesia yang sekolah di sana menyukai siswa-siswi belasteran Arab. Pesona wajah gentle, mata yang tajam, alis tebal dan yang paling menjadi alasan utama siswi-siswi Indonesia menyukai orang Arab ialah hidungnya yang mancung.

Bicara soal Arab, kebetulan di kelas Nicky ada 3 orang Indonesia blesteran Arab yaitu Dinar, Riggie dan Yunos. Dari ketiga orang itu, Nicky dekat dengan Yunos, tetapi Yunos orang Turki hanya saja orang Indonesia mau dia dari Turki, Pakistan, Dubai, atau Arab, kalau muka ketimur-tengahkan tetap dikata Arab. Kebetulan Yunos Sedang menghampiri Nicky.

Ia berjalan seraya meminum botol minumannya. Sesampai di tempat Nicky, ia duduk di sebelah Nicky. Suhu tubuh Yunos menyengat kulit Nicky walaupun kulit mereka tak bersentuhan.

"Dah ngerjain tugas belum?" tanpa basa basi Yunos membuka topik pembicaraan ke inti.

"Belum, katanya hari pak Jhon workshop," sepasang mata Nicky setia menyasikan permainan lempar bola.

Lalu Nicky teringat sesuatu, “Eh!” sentak Nicky memandang Yunos kesal. Yunos tersenyum setan, hampir tertawa terbahak-bahak.

“Kan udah lulus kita, hiss,” runtuk Nicky, “mana ada tugas,”

“Cuma ngetes kamu aja, udah komplit nyawanya apa belum. Untung udah penuh.” Canda si Yunos.

“Udah, cuma agak lama merespon saja saya.” Alibi si Nicky.

“Iya-in, sajalah.” Kata Yunos dengan tatapan menjengkelkan bagi Nicky. Nicky pun menepuk pelan bahu Yunos.

Yunos terganggu dengan kesibukkan Nicky hingga tak memperhatikannya. Sepasang lensa Nicky menggikuti gerak seseorang, itulah yang Yunos tangkap.

Mengikuti arah pandang Nicky. Menemukan sosok Muza sebagai objek yang Nicky amati.

Yakin pada sangkaannya. Sudah lama pula tersebar kabar bahwa Nicky menyukai Muza selama masa tingkat sepuluh hingga tingkat dua belas.

Memang banyak yang menyukai Muza. Tinggi, putih, ramah, ganteng dan baik. Tipikal pasaran yang selalu perempuan cari. Seperti laki-laki idaman yang ada di novel. Muza mempunyai semuanya, maka dari itu Muza tak luput dari sebutan Badboy idaman ABG labil.

Dengan wajah tampan, perempuan manapun mudah didapat. Yang aneh adalah meskipun tampan Muza tak pernah menjadikan Nicky pacarnya. Ataupun Nicky sendiri. Hubungan mereka kurang jelas, layaknya air laut yang gelap, hingga tak dapat mengintip ke dalamnya jikalau belum terjun ke dalam.

Ada pula yang berkata Nicky ditolak oleh Muza.

Yunos berpikir keras. Selama berteman dengan Nicky dirinya sendiri tidak tau apa isi pikiran Nicky. Orang yang disukai Nicky pun kurang jelas siapa, yang mana dan di mana.

Nicky juga terkenal penyendiri. Sudah tiga tahun lamanya menjalani masa sekolah, tapi Nicky masih saja sendiri alias jomblo. Kertetarikan menjalin hubunganpun jauh dari kehidupan Nicky. Yang melekat didiri Nicky ialah organisasinya sebagai PMR, dan cita-cita.

Tak sekali pun Nicky membahas cinta-cintaan. Tak heran orang-orang menjuluki Nicky, antik dan aneh.

"Nick, aku perhatiin kamu suka liatin si Muza," selidik Muza.

Nicky menoleh ke arah Yunos, "Ha?" nadanya masih kalem tak terdengar terkejut sama sekali. Malahan seperti kebingungan.

"Iya, kamu sama si Haruka sering ketangkep lagi liatin Muza. Lama lagi yang ngelihatin."

"Apa iya?" Nicky sendiri tak menyadarinya. Muka Nicky begitu datar-poker face.

"Kamu suka si Muza?" goda si Yunos.

Nicky mengeleng-gelengkan kepala, "Nggak." tetapi ketawa- tawa geli.

"Tapi kok ketawa?" Yunos memojokkan sistuasi.

"Kkkkkkk, aku emang suka ketawa kalau jujur. Kalau bohong aku nggak bisa ketawa kkkkk,"

"Apa iya? Dah, jujur aja deh." selidik Yunos

"Apaan, kkkkk, orang nggak juga," gigi-gigi Nicky terlihat karena tertawa lebar.

Bell sekolahan berbunyi yang artinya jam istirahat. Semua yang ada di lapangan kompak meninggalkan gedung olahraga. Nicky beranjak dari tempat duduknya. Tak lama kemudian gerombolan Muza berpapasan dengan Nicky.

Tetapi muka mereka tak begitu seram hanya saja, entah, Nicky memandangnya begitu. Gerombolan tersebut berhenti di daerah Nicky. Tomo tepat berdiri di hadapan Nicky, Nicky tau itu Tomo dari warna kulit dan tubuh kekar Tomo. Badannya yang tinggi membuat Nicky sedikit mendongak ke atas.

Aroma mereka menyengat Nicky. Nicky berharap para cowok ini tak mengganti pakaian di kelas lalu menyemprot parfum sepuluh kali semprotan. Aroma prafum hanya memperburuk aroma tubuh mereka yang berkeringat.

"Nick, ayo makan!" ajak Tomo. Kevin merangkul Tomo, tepatnya di leher, hingga badan Tomo membungkuk ke bawah nyaris jatuh. Tomo pun menendang pantat Kevin. Kevin meringis sembari tertawa kesetanan.

"Iya." sahut Nicky.

Gerombolan itu mulai jalan mengikuti Muza. Nicky sengaja telat, mengekor di belakang seraya menunggu Yunos mengakat pantatnya.

"Ikut gak?" tawar Nicky.

"Kemana?" tanya Yunos agak malas, karena sudah nyamandengan posisinya sekarang.

"Ke hatimu." goda Nicky seiring senyumannya yang memperlihatkan lesung pipinya, lalu berjalan dahulu mengikut gerombolan.

Mau tak mau Yunos beranjak lalu menyusul Nicky. Yunos sempat merangkul pundak Nicky namun tak lama kemudian Nicky menjotos pelan perut Yunos. Tidak sakit hanya saja Yunos reflek membungkuk seraya memegangi perutnya. Ia terkekeh geli dengan pertahanan Nicky.

"Aneh, ya," cetus Yunos sewaktu sejajar dengan langkah Nicky. Nicky menoleh ke arah Yunos.

"Hmn?" Nicky mendengung penasaran maksud Yunos. Berpikir keras untuk mengikuti topik pembicaraan.

Dari wajah Nicky, Yunos tau bahwa Nicky tak menangkap maksudnya. Yunos menghelanapas, merasa kasihan pada Nicky, padahal Nicky tergolong siswi pintar tapi bila membahas kehidupan apalagi percintaan, Nicky terlalu lamban menangkap.

"Kita sudah lulus tapi masih disuruh ikut olahraga." jelas si Yunos. Tatapan menahan tawa serta kesal, campur aduk.

"Ah, iya, iya." ia baru saja menyadarinya apa yang terjadi pada dirinya.

Yunos menggeleng-gelengkan kepalanya, "Nicky~"

Nicky mengusap pipinya, bekas terlempar bola Yuri. Saat disentuh, terasa nyeri.

"Maaf, aku lagi kalang kabut, habis kena bola pipiku. Masih kerasa." Ujarnya polos-terkesan imut.

avataravatar
Next chapter